Opini
IKN dan Kontraksi di Kontestasi 2024
Meski sudah ada UU IKN, Pilpres 2024 akan menentukan nasib Ibu Kota Nusantara ke depan, apakah masih menjadi Anak Emas pemerintah pusat atau Anak Tiri
Oleh: Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim
TRIBUNKALTARA.COM - ISTILAH kontraksi lazim kita dengar dan identik dengan tanda-tanda kelahiran dari sebuah kehamilan yang usianya sudah cukup.
Meski memungkinkan, namun dalam hal ini kita tak perlu memaknai terlalu jauh terkait istilah kontraksi sebagai sebuah tanda bakal lahirnya pemimpin baru dari rahim Ibu Pertiwi yang tengah hamil tua.
Kontraksi dalam konteks ini sekadar sebuah frasa yang kita pinjam untuk menggambarkan adanya keretakan di elite kekuasaan, usai Presiden Jokowi mengambil sikap berseberangan dengan PDI Perjuangan, partai politik yang sebelumnya selalu identik dengan dirinya.
Kontraksi terjadi usai Joko Widodo 'berulah' dan justru bersikap 'melawan' partai politik yang telah membesarkan sekaligus mengantarkannya menjadi orang nomor satu di republik ini.
Ulah Jokowi ini adalah ketika ia membiarkan (baca: merestui) Gibran Rakabuming Raka maju mendampingi Prabowo Subiyanto di kontestasi nasional
Sementara PDI Perjuangan sudah sejak awal mengusung Ganjar Pranowo yang belakangan menggandeng Mahfud MD untuk merebut kursi presiden dan wakil presiden.
Untuk pertikaian politik ini, kita juga tak perlu ikut larut untuk ikut menganalisa layaknya para pengamat.
Apalagi sampai ikut menilai bahwa manuver Presiden Jokowi ini adalah bentuk politik tanpa etika yang dilakukan Jokowi terhadap PDI Perjuangan.
Baca juga: Restui Gibran Jadi Cawapres Prabowo, Presiden Jokowi Klaim Relasi dengan Megawati Tetap Baik
Atau juga sebaliknya kita menilai bahwa apa yang dilakukan Jokowi adalah reaksi atas dominasi PDI Perjuangan yang selalu menilainya sebagai petugas partai.
Kontraksi politik di tingkat elite biarlah menjadi tontonan belaka bagi kita rakyat jelata yang berulangkali dibuat bingung atas kebijakan yang sudah mereka buat.
Sesekali giliran kita yang tertawa lantaran hiburan drama komedi konyol yang tengah dipentaskan para elite.
Kita hanya ingin melihat perselisihan ini dengan nasib Ibu Kota Nusantara alias IKN yang patut diduga ikut terimbas atas komedi konyol yang tengah tayang di negeri kita.
Apalagi, sejak tiang pancang pertama IKN ditanam, Kalimantan Timur seolah menjadi penonton belaka selain sejumlah warganya dilibatkan menjadi tenaga kerja di pembangunan IKN.
Ketika Jokowi dengan sporadis memaksakan IKN segera dibangun sebagai legacy yang akan ia tinggalkan dalam dua periode kepemimpinannya.
Proyek IKN hanya fokus pada pembangunan fisik yang KPI-nya diukur dari persentase capaian dari target yang ditentukan.
Sementara sadar atau tidak, proyek IKN seolah tidak mengajak Kalimantan Timur yang adalah tuan rumah IKN untuk ikut berakselerasi bersama, bersinergi menjadi 'Jabodetabek' nya IKN.
Ketika Otorita IKN selalu pamer dengan angka-angka capaian, maka Kalimantan Timur justru masih diwarnai dengan jalanan yang rusak.
Baca juga: Restui Gibran Jadi Cawapres Prabowo, Presiden Jokowi Klaim Relasi dengan Megawati Tetap Baik
Akses ke pedalaman yang belum merata dan bahkan belakangan Balikpapan dan Samarinda sempat mengalami krisis air di tengah hingar-bingar proyek IKN.
Kalimantan Timur harus melakukan negoisasi ulang atas proyek IKN yang tengah berlangsung.
Kontestasi 2024 ini harus menjadi momentum bahwa proyek IKN yang memang terkesan mengutamakan legacy, dibanding urgensinya ini untuk bisa menjadikan kesiapan dan pertumbuhan Kalimantan Timur sebagai KPI yang harus dicapai dalam proyek IKN.
IKN tak boleh hanya bicara soal berapa persen bangunan fisiknya. Otorita IKN harus memperhatikan kesiapan Kalimantan Timur bertumbuh bersama sebagai faktior sukses dari pembangunan IKN.
Lalu kepada siapa proposal ini akan disampaikan? Meski sudah ada UU IKN, kontestasi 2024 akan menentukan nasib IKN ke depan apakah masih menjadi Anak Emas pemerintah pusat atau justru menjadi Anak Tiri.
Jika boleh juga menyampaikan secara lugas terkait nasib IKN ke depan, di mata ketiga kandidat pasangan Capres dan Cawapres, mulai dari Anies-Muhaimin, kemudian Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran, kita bakal bisa menebak bagaimana nasib IKN ke depan.
Baca juga: Pembangunan Bandara VVIP IKN Nusantara Dianggarkan Rp4,2 Triliun, 1 November Jokowi Groundbreaking
Pasangan Anies-Muhaimin jelas tidak tidak akan memandang IKN sebagai legacy, melainkan akan melihat IKN dari sisi urgensinya.
Anies-Muhaimin tentu akan meneruskan IKN bukan dalam semangat menjadikan IKN sebagai legacy atas kepemimpinan Jokowi.
Yang menarik adalah dua pasangan yang sejak awal ada di perspektif legacy dan keberlanjutan saat memandang proyek IKN.
Baik Ganjar dan Prabowo, sejak awal sudah mengidentifikasikan mereka sebagai Penerus Jokowi, sehingga akan memandang IKN sebagai legacy yang harus dituntaskan.
Akan tetapi, kontraksi yang terjadi dengan manuver Jokowi yang menghadirkan Gibran di kontestasi nasional ini, tentu analisa terkait dengan IKN juga akan berubah.
Apapun itu, tampaknya ini adalah momentum Kalimantan Timur untuk negosiasi ulang di proyek IKN.
Jika pusat serius menggarap IKN, maka akselerasi pertumbuhan Kalimantan Timur harus menjadi bagian dari target keberhasilan pembangunan IKN. (*)
Baca berita menarik Tribun Kaltara lainnya di Google News
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltara/foto/bank/originals/istana-negara-ikn-baru.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.