Berita Tarakan Terkini

Cerita Suparmin Veteran Tarakan, Saksi Sejarah Operasi Dwikora, Bertahan Hidup di Lubang Eks Ledakan

Tepat di Peringatan Hari Pahlawan Suparmin seorang veteran melakukan tabur bunga di Taman Makam Pahlawan, meskipun saat itu kondisi hujan deras.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH
Suparmin, salah satu veteran yang menjadi saksi sejarah Operasi Komando melawan tentara musuh di perbatasan Malinau, Long Bawan saat melakuka tabur bunga di Taman Makam Pahlawan Dwikora Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan, di monen Peringatan Hari Pahlawan, Jumat (10/11/2023). 

Setelah latihan di Malinau, bergeserlah ia bersama pletonnya ke Pulau Sapi, Kecamatan Mentarang Hulu, Kabupaten Malinau dan berlanjut ke long Ladem dua bulan di tahun 1962 seingatnya. Kemudian pindah ke Long Peso lokasi pertempuran perbatasan Malaysia.

"Seingat saya tahun 1962 itu direkrut," terangnya.

Dalam pertempuran Dwikora, satu hari full ia bersama rekannya bertempur dari pagi pukul 06.00 WITA sampai pukul 18.00 WITA. Musuh dari Malaysia saat itu membombardir 290 peluru mortir. Tapi berbekal pelajaran dan taktik dari 518 Brawijaya, apabila ada bom jatuh, maka prajurit diinstruksikan tinggal di bekas lubang bom dan jangan bergeser.

"Jangan bergeser kalau mau selamat. Jadi kita masuk di lubang, bekas bom itu kan jadi lubang. Kami lari masuk ke situ, karena kan tidak dibom lagi, geser ke yang lain," ungkapnya.

Jarak ia dengan target saat itu cukup dekat. Tujuh pucuk pelontar mortir saat itu pelan-pelan menghantam ke lokasi ia dan rekannya dan bergeser ke Long Bawan. Sampai pukul 18.00 WITA, komando atas memerintahkan ia bergeser bersama pleton ke Long Pasia.

"Di sebelah gunung. Kemudian kapal terbang kita datang, disangka musuh karena awalnya tidak kelihatan, lama-lama kelihatan ada tanda bawa bendera Merah Putih," ujarnya.

Selanjutnya, satu orang Lambasah dan Komandan Pleton, Darwis saat itu gugur usai kejar-kejaran dengan prajurit dari wilayah Malaysia. "Dia punya banyak alat tentengan. Hanya saja memang kami diperintah jangan sekali-sekali nyebut pintu, karena pintu tempat kita keluar. Mereka sempat kejar-kejaran di pohon," lanjut pria kelahiran 12 September 1932 di Kediri, Jawa Timur.

 

Kemudian lanjutnya mengulas kenangan yang ia ingat, selama satu hari ia juga dibombardir peluru musuh namun Tuhan masih memberi umur panjang dan bis hidup sampai saat ini dan menjadi saksi sejarah gempuran Operasi Dwikora.

"Kami satu pleton ada 40. Saya sebagai komandan regu. Komandan pleton juga ada. Saya ada bawahi 10 orang dan berhasil selamat semua," lanjut pria enam anak dan 15 cucu ini.

Ia sendiri menikah sekitar umur 25 tahun baru berani meminang kekasihnya, Binar untuk diperistri. Kini ia hanya melanjutkan hidup dan mengakui ia setiap bulan masih menerima gaji dari negara sebesar Rp3 juta lebih.

Ia melanjutkan, sebagai orang tua banyak makan pahit manisnya kehidupan, kepada anak muda ia berpesan jangan sembarangan berbicara sembarangan. Dan jangan mudah menyerah. Di usianya 92 tahun, tips hidup sehat adalah rajin berolahraga tiap pagi. Karena usia sudah terlalu tua, dokter menyarankan perbanyak jalan kaki dan tidak boleh berlari. Untuk makanan diakuinya tak ada pantangan kecuali mengurangi jenis makanan berbahan santan.

"Jangan kalah kekuatannya seperti saya yang sudah usia 92 tahun," tukasnya.

(*)

Penulis: Andi Pausiah

 

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved