Berita Tarakan Terkini
Cerita Suparmin Veteran Tarakan, Saksi Sejarah Operasi Dwikora, Bertahan Hidup di Lubang Eks Ledakan
Tepat di Peringatan Hari Pahlawan Suparmin seorang veteran melakukan tabur bunga di Taman Makam Pahlawan, meskipun saat itu kondisi hujan deras.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN- HumanInterstStory- Pria lanjut usia ini bernama Suparmin. Tahun ini, ia menginjak usia 92 tahun. Suparmin adalah salah satu dari ratusan atau bahkan ribuan relawan yang direkrut bergabung dalam Operasi Dwi Komando Rakyat (Dwikora).
Di tengah kondisi hujan deras yang mengguyur Tarakan pagi tadi tak terkecuali di Taman Makam Pahlawan, tampak Suparmin dengan langkah kecil-kecilnya menyirami pemakaman beberapa rekannya yang ia kenal.
Salah satunya ada Kapten Tarno dan Jiman. Untuk Jiman, yang tertulis di makam meninggal pada 11 Juni 1966. Sebenarnya ada empat rekan seingatnya seperjuangan ikut dalam pertempuran namun ia sudah lupa namanya karena faktor usia. "Ada kapten kami Pak Karno, ada Pak Jalali, saya lupa, yang jelas ada empat orang," ujar Suparmin memulai ceritanya.
Perlahan-lahan mencari dan berhasil menemukan satu makam rekannya kemudian ia tabur bunga sembari mengirimkan doa di bawah guyuran hujan deras pagi tadi.
Baca juga: Di Musda I Legiun Veteran RI DPD Kaltara Letjen Purn Muzani Ungkap Perihnya Dijajah: Jangan Terulang
Suparmin sendiri adalah salah satu relawan direkrut oleh Yonif 518 Brawijaya. Ia usai dilatih 3 bulan, kemudian menjabat sebagai komadan regu. Ia saat itu membawahi kurang lebih 13 orang bersama dirinya dikirim ke Long Bawan. Namun dalam satu pleton diperkirakan berisi 40 prajurit yang ditugaskan.
Sebelum dikirim kurang lebih tiga bulan lamanya ia dilatih belajar taktik perang, menggunakan senjata. Ada beberapa jenis senjata api yang ia pelajari dan sudah pernah ia gunakan di antaranya jenis garand, senapan semi otomatis pertama yang dijadikan senapan standar untuk Infanteri. Kemudian jenis AK atau senapan serbu, lalu ada Lee Enfield (LE), senjata ini senjata standar digunakan untuk satuan bersenjata senapan dari tentara Inggris, dan yang paling favorit adalah jenis LE.
Menurut Suparmin, senjata jenis ini bisa mematikan musuh di tempat. "Saya lebih senang pakai LE, LE itu sadis. Jarak saya sama musuh paling dekat kurang lebih 10 meter," ujarnya.
Mengutip pemberitaan Kompas.com, diupload pada 20 Desember 2021 pukul 14.00 WIB, menerangkan bahwa Operasi Dwikora adalah komando Presiden Soekarno yang dilakukan sebagai respons atas rencana pembentukan Federasi Malaysia pada 1960-an.
Di mana saat itu, Federasi Malaya ingin menggabungkan wilayah Singapura, Brunei, Serawak, Malaya dan Sabah ke dalam wilayahnya dan didukung Inggris.
Baca juga: Jelang Akhir Rangkaian HUT ke-78 Kemerdekaan RI di Malinau, Pemkab Santuni Veteran LVRI
Menurut Presiden Soekarno, rencana pembentukan Federasi Malaysia bertentangan dengan Perjanjian Manila sehingga Operasi Dwikora dikeluarkan untuk menggagalkan rencana berdirinya Federasi Malaysia saat itu. Untuk diketahui juga pada 1961, Inggris masih memiliki koloni di Kalimantan Utara untuk menggabungkan jajahannya dengan membentuk Federasi Malaysia.
Presiden Soekarno menganggap Federasi Malaysia adalah boneka Inggris dan hanya ingin memperluas kontrol wilayah di kawasan Asia Tenggara.
Akhirnya diproklamirkanlah Ganyang Malaysia pada awal 1964 sekaligus mengumumkan perintah Dwikora berisi pertama, pertinggi ketahanan revolusi Indonesia dan kedua, bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia.
Salah seorang veteran asal Kaltara yang turut serta ditugaskan di wilayah perbatasan kala itu adalah Suparmin, pria kelahiran 1932 ini ikut memilih menjadi sukarelawan saat itu. Muncul instruksi pemerintah saat itu mengumumka siapa saja rakyat mau bergabung.
"Alasan jadi relawan saat itu karena ada panggilan jiwa. Saya yang mau. Saya saat itu usia 25 tahunan kalau bukan 24 tahun. Saat itu tida ada syarat usia. Siapa mau maju, maju. Langsung ke perbatasan dikirim dan latihannya di Malinau," ujar pria beralamat di Sebengkok AL Kota Tarakan RT 7 Blok 3, Jalan Gang Tongkol Kota Tarakan.
Dikatakan Suparmin, ia awalnya hanya bekerja sebagai penjual ikan di Jawa.
Kemudian setelah direkrut kemudian berpindah tugas ke Tarakan dan langsung menuju Long Bawan, Malinau. "Kami di bawah rekrutan 518 Brawijaya (Batalyon Infanteri 518/Resimen 17 yang berada di Siliwangi)," paparnya.

Setelah latihan di Malinau, bergeserlah ia bersama pletonnya ke Pulau Sapi, Kecamatan Mentarang Hulu, Kabupaten Malinau dan berlanjut ke long Ladem dua bulan di tahun 1962 seingatnya. Kemudian pindah ke Long Peso lokasi pertempuran perbatasan Malaysia.
"Seingat saya tahun 1962 itu direkrut," terangnya.
Dalam pertempuran Dwikora, satu hari full ia bersama rekannya bertempur dari pagi pukul 06.00 WITA sampai pukul 18.00 WITA. Musuh dari Malaysia saat itu membombardir 290 peluru mortir. Tapi berbekal pelajaran dan taktik dari 518 Brawijaya, apabila ada bom jatuh, maka prajurit diinstruksikan tinggal di bekas lubang bom dan jangan bergeser.
"Jangan bergeser kalau mau selamat. Jadi kita masuk di lubang, bekas bom itu kan jadi lubang. Kami lari masuk ke situ, karena kan tidak dibom lagi, geser ke yang lain," ungkapnya.
Jarak ia dengan target saat itu cukup dekat. Tujuh pucuk pelontar mortir saat itu pelan-pelan menghantam ke lokasi ia dan rekannya dan bergeser ke Long Bawan. Sampai pukul 18.00 WITA, komando atas memerintahkan ia bergeser bersama pleton ke Long Pasia.
"Di sebelah gunung. Kemudian kapal terbang kita datang, disangka musuh karena awalnya tidak kelihatan, lama-lama kelihatan ada tanda bawa bendera Merah Putih," ujarnya.
Selanjutnya, satu orang Lambasah dan Komandan Pleton, Darwis saat itu gugur usai kejar-kejaran dengan prajurit dari wilayah Malaysia. "Dia punya banyak alat tentengan. Hanya saja memang kami diperintah jangan sekali-sekali nyebut pintu, karena pintu tempat kita keluar. Mereka sempat kejar-kejaran di pohon," lanjut pria kelahiran 12 September 1932 di Kediri, Jawa Timur.
Kemudian lanjutnya mengulas kenangan yang ia ingat, selama satu hari ia juga dibombardir peluru musuh namun Tuhan masih memberi umur panjang dan bis hidup sampai saat ini dan menjadi saksi sejarah gempuran Operasi Dwikora.
"Kami satu pleton ada 40. Saya sebagai komandan regu. Komandan pleton juga ada. Saya ada bawahi 10 orang dan berhasil selamat semua," lanjut pria enam anak dan 15 cucu ini.
Ia sendiri menikah sekitar umur 25 tahun baru berani meminang kekasihnya, Binar untuk diperistri. Kini ia hanya melanjutkan hidup dan mengakui ia setiap bulan masih menerima gaji dari negara sebesar Rp3 juta lebih.
Ia melanjutkan, sebagai orang tua banyak makan pahit manisnya kehidupan, kepada anak muda ia berpesan jangan sembarangan berbicara sembarangan. Dan jangan mudah menyerah. Di usianya 92 tahun, tips hidup sehat adalah rajin berolahraga tiap pagi. Karena usia sudah terlalu tua, dokter menyarankan perbanyak jalan kaki dan tidak boleh berlari. Untuk makanan diakuinya tak ada pantangan kecuali mengurangi jenis makanan berbahan santan.
"Jangan kalah kekuatannya seperti saya yang sudah usia 92 tahun," tukasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah
HumanInterestStory
Suparmin
relawan
Dwikora
hujan
Tarakan
tabur bunga
prajurit
Malaysia
TribunKaltara.com
Momen Hari Keselamatan Berlalu Lintas, Satlantas Polres Tarakan Kaltara Bagikan Puluhan Helm Gratis |
![]() |
---|
Pelaku Pencurian Uang di Kotak Amal Tarakan Ternyata Residivis, Aksinya Sempat Terekam CCTV Masjid |
![]() |
---|
Hingga Agustus 2025, BPBD Tarakan Tangani 13 Karhutla, Rutin Pelatihan Penanggulangan Bencana |
![]() |
---|
LBMK Bentuk Prajurit Hulubalang, Pasukan Budaya Melayu Siap Kawal Tradisi Kalimantan |
![]() |
---|
Rektor UBT Prof Yahya Zein Sebut Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Jadi Peluang dan Tantangan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.