Berita Nunukan Terkini
Melihat Rumah Kubu', Tempat Pelestarian Budaya Nenek Moyang Masyarakat Dayak Lundayeh di Krayan
Melihat Rumah Kubu', tempat pelestarian kebudayaan nenek moyang masyarakat suku Dayak Lundayeh di Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara.
Penulis: Edy Nugroho | Editor: Sumarsono
TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN – Melihat Rumah Kubu', tempat pelestarian kebudayaan nenek moyang masyarakat suku Dayak Lundayeh di Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara.
Memasuki jalan setapak di tengah hutan mini kita akan dibawa ke arah sebuah rumah bergaya arsitektur yang estetik.
Hampai 90 persen semua terbuat kayu, termasuk sebagian atapnya yang dibuat dari kayu belibakan. Tempat tersebut dikenal dengan Rumah Kubu’
"Dulu semua itu dibuat dari kayu. Tapi karena sudah beberapa rusak yang di sebelah sana, diganti dengan atap seng. Di bawahnya dilapisi tikar pandan," ungkap Ellias Yesaya, pria yang bertanggung jawab atas keberadan rumah kubu' itu.
Rumah kubu', disebutkan Ellias, merupakan duplikat rumah adat nenek moyang suku Dayak Lundayeh di dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Tak hanya bagian luarnya yang masih berusaha menyerupai rumah kubu' yang asli yang sudah ada sejak ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun silam itu.
Di dalam rumah panggung tersebut juga menyimpan banyak koleksi benda-benda bersejarah peninggalan nenek moyang masyarakat Dayak Lundayeh.
Baca juga: Inilah Makna Ritual Adat Lundayeh ‘Feluwa’ di Acara Pembukaan Pendidikan SPN Polda Kaltara
Meski diakui oleh Ellias, sebagian barang di situ ada yang sudah duplikat.
"Sebagian saya bawa simpan di rumah. Itu ada ukiran asli zaman dahulu, ada miniatur tungku tempat masak nenek moyang kita orang Lundayeh," kata Ellias yang juga merupakan seniman itu.
Tidak hanya menyimpan banyak barang yang dapat membuka wawasan dan pengetahuan bagi yang berkunjung tentang sejarah Suku Dayak Lundayeh, rumah kubu' juga dijadikan sebagai tempat untuk melestarikan kesenian dan kebudayan Dayak Lundayeh.
Memasuki rumah Kubu' kita akan melihat berbagai macam barang langka, yang mungkin sebagiannya sudah sulit diperoleh di tengah masyarakat.

Mulai peralatan masak, alat bor tradisional, pakaian adat, tungku masak, hingga berbagai alat musik tradisional Dayak Lundayeh.
"Kita jadikan juga rumah ini, sebagai rumah budaya. Kita latih anak-anak menari, bermain musik, juga kerajinan menganyam dan lain sebagainya," kata Ellias lagi.
Baca juga: Festival Seni Dayak Lundayeh di Malinau, Jadi Ajang Menggiatkan Kembali Bisnis Pelaku UMKM
Ellias sendiri seorang seniman.
Tak hanya pandai menari, pria dengan gaya nyentrik itu, juga jago membawakan berbagai alat musik tradisional Dayak, utamanya Dayak Lundayeh.
Rambut panjangnya diikat dengan ikat kepala yang terbuat dari kulit pohon.
Kalung, gelang, serta pakaian bermotif Dayak Lundayeh selalu ia kenakan. Begitu lah gaya Ellias.
Di sela-sela menemani penulis dan rombongan yang berkunjung ke Rumah Kubu', dengan ramah dan penuh semangat, ia kenalkan beberapa alat musik tradisional yang ada di rumah itu.
Bahkan dia pun memainkan satu persatu alat yang ada.
Salah satunya adalah seruling Dayak, alat musik tiup yang memiliki suara khas dan mengandung unsur mistis.
"Musik ini menggambarkan semangat api. Sebagaimana api ada kalanya berkobar, ada kalanya meredup. Dan pada akhirnya akan mati," katanya sambil memainkan alat musik tersebut.
Kemudian ada Agung Bulu', alat musik petik, terbuat dari bambu yang memiliki tiga buah senar. Berbentuk tabung, dengan tinggi 50 centimeter, dan berdiameter 15 centimeter.
Baca juga: Pelihara Budaya Lewat Festival Seni, Ketua Adat Dayak Lundayeh Malinau: Bahasa Daerah jadi Identitas
"Kalau ini dibuatnya dari pohon bambu yang lurus, dan tidak mudah patah. Ini bahan-bahannya kita ambil dari pohon yang tidak di dekat sungai," terang Ellias Yesaya.
Pria 60 tahun yang tergabung di dalam Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo (Formadat) ini pun menceritakan asal mula pembangunan rumah Kubu' yang berada di Desa Terang Baru, Krayan, Nunukan tersebut.
Rumah kubu' yang berdiri sejak 2011 lalu, dibangun atas bantuan pemerintah daerah yang bekerja sama dengan WWF, lembaga kemasyarakatan dunia yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan.
Juga dibantu oleh Yayasan Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM).
"Tujuan utama kita ingin melestarikan budaya nenek moyang kita, dayak Lundayeh," tegasnya.
Bersama WWF, Ellias terus bersemangat menghidupkan keberadaan Rumah Kubu' ini. Juga ada bantuan dari kementerian pariwisata, kementerian kehutanan dan lingkungan hidup, serta dari pemerintah daerah.
Sejak beberapa tahun terakhir, lanjut Ellias, bantuan itu tidak ada lagi. Apalagi semenjak lepas kerjasama dengan WWF pada 2019 lalu.
Baca juga: Lokasi SPN Dikenal Daerah Sakral di Malinau, Berikut Tujuan Digelarnya Ritual Feluwa Adat Lundayeh
Seiring itu, kondisi Rumah Kubu' pun seakan ditinggalkan. Beberapa bahan bangunan yang mulai rusak. Seperti atap yang bocor, dinding-dinding kayu yang lapuk.
Kondisi ini membuat prihatin. Perlunya perhatian berbagai pihak, utamanya pemerintah. Karena keberadaan rumah kubu' sangat penting dalam upaya melestarikan budaya Dayak Lundayeh.
Tak patah semangat, Ellias terus berusaha menghidupkan rumah adat itu. Salah satu bentuknya, dengan mendirikan Sekolah Budaya Krayan yang ada di perbatasan.
Di rumah Kubu' yang dijadikan sebagai tempatnya, Ellias mengajarkan, tradisi, seni tari, dan musik khas Dayak Lundayeh kepada anak-anak di sana.
Selain melestarikan tradisi leluhur Dayak Lundayeh, melestarikan alat musik tradisional, berarti melindungi alam dan hutan di sekitarnya.
Karena alat musik tradisional tidak diproduksi oleh pabrik besar, cukup mengandalkan lingkungan alam sekitar yang sudah ada.
Baca juga: Intip Proses Pembuatan Garam Gunung di Krayan Nunukan, Pemasaran Lebih Banyak ke Malaysia
Di sisi lain, Ellias juga berupaya melestarikan alam dengan membuat 'hutan mini' di luar rumah kubu'.
Berbagai tanaman hutan ditanam di lahan yang kecil. Mulai dari kantong semar, anggrek hutan dan banyak lagi tanaman hutan yang ada di depan rumah kubu'.
"Tanaman-tanaman ini, sekaligus menjadi obat alternatif. Ini juga yang digunakan nenek moyang kita untuk mengobati orang yang sakit," kata Ellias saat mengantar kepulangan kami, sambil menunjukkan satu per satu tanaman yang ada di halaman rumah kubu' tersebut.
Semangat Pak Ellias, sehat selalu untuk terus melestarikan budaya dayak Lundayeh, yang merupakan bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia. (*)
Penulis: Edy Nugroho
Ojol Tewas Terlindas Mobil Brimob Disorot, Polantas Nunukan Ngopi Bareng Ojek Minta tak Terprovokasi |
![]() |
---|
Jelang Natal dan Tahun Baru, SOA Barang ke Krayan Nunukan Kaltara Direncanakan 40 Kali Penerbangan |
![]() |
---|
Rancangan Perda APBD Perubahan 2025 Disetujui, DPRD Nunukan Minta Pemkab Fokus Program Prioritas |
![]() |
---|
Banggar DPRD Nunukan Beri Catatan ke Pemkab PLBN Sebatik Mangkrak, Guru dan Nakes Minim di Pedalaman |
![]() |
---|
3 Desa Baru di Nunukan Kaltara Siap jadi Definitif, Berpeluang Gelar Pilkades Perdana Tahun Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.