Berita Tarakan Terkini

Beber Proses Pengolahan Batik, Anto Gondrong: Seniman Harus Punya Identitas dan Terus Belajar

Seniman harus punya identitas. Begitu pula berlaku untuk pembatik. Di Tarakan dan Kaltara, Anto Gondrong terkenal dengan batik pakis asianya.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / ANDI PAUSIAH
Anto Gondrong (berdiri), salah seorang pembatik asal Tarakan, Kaltara saat berada di rumah batik Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan bersama para karyawannya. 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Seniman harus punya identitas.

Begitu pula berlaku untuk pembatik.

Di Tarakan dan Kaltara, Anto Gondrong terkenal dengan batik pakis asianya.

Dalam kesempatan wawancara pada Kamis kemarin, Anto Gondrong atau pemilik nama lengkap Adi Setyo Purwanto ini menjelaskan bagaimana satu lembar kain menjadi batik diproduksi membutuhkan tretment pewarnaan yang tepat.

Baca juga: Kisah Seniman Tarakan Anto Gondrong, Cukup 14 Hari Sulap Knalpot Brong jadi Patung Robot Transformer

Anto Gondrong, seniman asal Tarakan, pelopor industri batik pertama di Kaltara.
Anto Gondrong, seniman asal Tarakan, pelopor industri batik pertama di Kaltara. (TribunKaltara.com / Istimewa)

Di usaha batik yang berlokasi di Kelurahan Gunung Lingkas, jenis batik diproduksi lanjutnya batik tulis dan sistem pewarnaan.

Ia mengakui, sistem pewarnaan yang ia terapkan sangat berbeda dengan pembatik lain di Tarakan.

Ia menegaskan, identitas diri yang paling utama.

Setiap orang harus tahu tentang identitas dalam berindustri batik dari masing-masing tempat yang memproduksi.

"Jadi dilihat hasilnya, motifnya dan dari pewarnaannya orang sudah tahu, oh ini dari produksi kain batik pakis asia. Mencari jati diri motif batik ini yang memang agak sulit dan yang berbeda kami produksi batik tulis, lukis dan kontemporer dan agak sulit diikuti dari pembatik yang lain," bebernya.

Ia menjelaskan, untuk batik cap, dalam satu hari bisa diproduksi sekitar 20 potong dan untuk batik tulis maksimal lima lembar atau delapan lembar.

"Sementara yang batik tulis, jelas berbeda, tidak ada samanyat ditemukan di batik-batik lain," beber Anto Gondrong.

Karena satu batik lanjutnya tidak akan sama dengan batik yang produksi dari sebelumnya.

Proses produksi sendiri sama namun cara pengerjaan yang berbeda.

Untuk batik tulis, yang dipergunakan adalah canting tulis dan memang menggunakan tangan dan batik cap menggunakan tangan namun pakai alat bantu canting cap.

"Satu hari itu produksi bisa banyak dan dalam pengerjaan bisa sama semua. Untuk tulis, jelas berbeda dari hasil batik lain," bebernya.

Berbicara proses pengolahan batik dari awal, pertama pengecapan atau menggunakan canting tulis.

Berlanjut tahap pewarnaan, dan ketiga fiksasi dan keempat pelorotan.

Setelah itu, jadilah satu lembar kain dan prosesnya memakan waktu tiga hari selesai.

"Bahan saat ini kami masih mendatangkan dari daerah Jawa, Jogja, Solo dan Pekalongan dan Surabaya. Itu yang kami datangkan, kain mentahnya termasuk lilin, pewarnaan," akunya.

Ia melanjutkan lagi, untuk jenis kain sendiri berbeda. Untuk dibatik, serat hewan dan serat tumbuhan.

Untuk serat tumbuhan bisa dari kapas, dan serat hewannya bisa dari sutra.

Dan jika kapasnya menjadi kain, serat sutra dari ular sutra dari kepompong ulat sutera dan harganya mahal.

"Makanya satu lembar kain batik, berbeda dengan sutera san katun," jelasnya.

Ia menambahkan untuk dalam bentuk jadi pakaian juga ada sendiri ia buat, jufa dalam bentuk kain mentah, baju, syal sesingal semua diproduksi pihaknya.

Berbicara kreativitas yang dimiliki, justru ia tak dapatkan dari orangtua karena backrgound orangtua adalah tentara.

"Kebetulan saya anak tentara, berbeda bapak saya dan dan saya. Ya ndak tahu, Tuhan memberikan anugerah darah seni ke diri saya jadi autodidak yang saya miliki," ujar putera pertama dari pasangan Ibu Sriatun dan Almarhum Suwikno.

Almarhum bertugas di TNI AD tepatnya di Banjarmasin dan pindah ke Jawa berpangkat terakhir sebagai Peltu.

Kata Anto Gondrong, prinsip menjadi seniman ada identitas dan harus selalu belajar dan mau menerima hal baru.

Termasuk, peka dengan budaya lingkungan.

Motif budaya yang ada di lingkungan juga.

Baca juga: Update Tabrakan Beruntun di Tarakan, Bukan Rem Blong Tapi Pelaku Punya Riwayat Gangguan Saraf

"Rajin tanya sesepuh, budayawan yang ada di lokal Tarakan maupun yang ada di Kaltara meliputi orang Dayak, Tidung, Bulungan harus diperhatikan. Misalnya mana motif gak boleh dipakai, yang memang juga silakan dipakai," bebernya.

Misalnya salah satu motif dari Dayak, ada yang hanya diaplikasikan di kuburan dan tidak bisa diterapkan asal di lingkungan masyarakar.

"Ini motif gak boleh misalnya dipakai kuburan Dayak gak bisa dipakai di baju," tukasnya. (*)


Penulis: Andi Pausiah

 

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved