Jejak Islam di Kaltim

Islam Masuk Lewat Kutai Lama, Perjuangan Datuk Tunggang Parangan Adu Kesaktian Berujung Syahadat

Jejak Islam masuk ke Kalimantan Timur kali pertama lewat Kerjaan Kutai Lama, berkat perjuangan Datuk Tunggang Parangan adu kesaktian berujung syahadat

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim
Islam kali pertama masuk ke Kerajaan Kutai diyakini melalui daerah yang kini disebut Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara. 

Berarti Raja Mahkota harus menepati janjinya, untuk mengucap dua kalimat syahadat di bawah bimbingan Tunggang Parangan.

Sementara, sejarawan, Muhamad Sarip juga menjelaskan terkait awal masuknya Islam Kutai Lama dalam bukunya "Kerajaan Martapura dalam literasi sejarah Kutai 400-1635".

Dalam Bab V Kemunduran Dinasti Mulawarman, dijelaskan juga bahwa pada tahun 1575, seorang mubaligh atau juru dakwah Islam datang di Tepian Batu, Kutai Lama.

Rakyat Kutai Kartanegara menyambutnya dengan sikap terbuka dan tanpa penolakan.

Mubaligh tersebut yakni Tuan Tunggang Parangan, membawa misi religius yang berbeda dengan ajaran yang sudah dianut masyarakat setempat yaitu hindu corak lokal.

Dalam manuskrip Arab Melayu, yang ditulis pada abad ke-19 oleh juru diskus Kesultanan Kutai, Tunggang Parangan diwartawakan datang sebagai penyebar Islam pertama di tanah Kutai, yang mana wilayah ini merupakan Kerajaan terbesar di Pantai Timur Kalimantan.

Menurut analisis ilmuwan, tahun kedatangan Tunggang Parangan yakni sekitar 1575 atau tiga perempat abad ke-16 Masehi. 

"Tunggang Parangan berdakwah ke Kutai Lama setelah sebelumnya mengislamkan penduduk Makassar," ucap Sarip.

Masjid Besar An'nur dulunya disebut Masjid Jami', merupakan salah satu Masjid Tertua di Malinau. Masjid ini merupakan sejarah syiar Islam sekaligus hubungan baik Habib Abdurrahman dan Raja Tidung, Panembahan Aji Kuning pada akhir Abad ke-19 di Malinau, Kalimantan Utara, Sabtu (9/12/2023).
Masjid Besar An'nur dulunya disebut Masjid Jami', merupakan salah satu Masjid Tertua di Malinau. Masjid ini merupakan sejarah syiar Islam sekaligus hubungan baik Habib Abdurrahman dan Raja Tidung, Panembahan Aji Kuning pada akhir Abad ke-19 di Malinau, Kalimantan Utara, Sabtu (9/12/2023). (TRIBUNKALTARA.COM/ MOHAMMAD SUPRI)

Dalam bukunya, Sarip menjelaskan bahwa Tunggang Parangan tidak sendiri datang ke wilayah Kutai. Ia ditemani Datuk Ri Bandang, berlayar dari Makassar.

Sarip juga menuliskan kedua mubaligh ini merupakan asal Minangkabau.

Alkisah, Datuk Ri Bandang tidak menemani Tunggang Parangan berdakwah di Kutai karena mendengar masyarakat Makassar yang baru Islam kembali murtad (kembali kepada kepercayaannya asal).

"Datuk Ri Bandang tak sempat bertemu Raja Mahkota, ia kembali ke Makassar untuk tugas dakwah," terang Sarip.

Mengenai dakwah Islam di Kutai Lama, setidaknya ada proses yang bernuansa mitologis ketika Raja Kutai adu kesaktian dengan Tuan Tunggang Parangan.

Menurut Sarip, secara harfiah, pola cerita tersebut serupa dengan riwayat metode dakwah yang mengutamakan unsur karamah, mukjizat, atau keajaiban.

Meski demikian, cerita tekstual tersebut dapat diinterpretasikan sebagai cara dakwah yang terjadi melalui dialog secara egaliter.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved