Jejak Islam di Kaltim
Perjalanan Syiar Islam Tunggang Parangan, Berdakwah di Sepanjang Pesisir Kaltim
Setelah Raja Kutai Kartanegara memeluk Islam, beliau memfasilitasi Tunggang Parangan untuk berdakwah, daerah pesisir Kalimantan Timur (Kaltim).
"Karena memang kultur masyarakat Kutai di seluruh Kaltim ini terbuka dengan pendatang, dan terbuka dengan kultur baru," imbuhnya.
Dakwah Tunggang Parangan sendiri, jika dalam manuskrip klasik, kata Sarip, tentu pertama berpusat di Ibu Kota Kerajaan yakni Kutai Lama.
Sebelum akhirnya Raja Mahkota memfasilitasi Tunggang Parangan berdakwah ke bagian selatan hingga utara Kaltim.
"Dakwah islam ke sepanjang pesisir Kaltim, dalam naskah klasik disebutkan selatan itu Balikpapan titik batasnya, jika ke utara (batasnya) Sangkulirang, jadi sepanjang itu terjadi islamisasi, dari Raja Mahkota dilanjutkan anaknya memerintah kerajaan," kata Sarip.

Wafatnya sosok Tunggang Parangan, tidak dibeberkan secara tegas, tetapi yang jelas tetap hidup di Raja Kutai, Aji Dilanggar (1600-1605) sampai proses pembangunan masjid dan langgar.
"Untuk detail wafatnya belum terekspos. (Peran) Proses perubahan religi dari hindu corak lokal ke islam iya (Tunggang Parangan banyak berperan)," katanya.
Informasi kapan wafatnya Tunggang Parangan juga tidak diketahui secara pasti.
Dari penuturan Ketua Adat Kutai Lama Abdul Munir, data yang valid terkait wafatnya Tunggang Parangan menurutnya belum diketahui, hanya makam beliau memang ditemukan di Kutai Lama.
Situs makam Tunggang Parangan sendiri, saat dikunjungi tim Tribunkaltim.co berada satu Kawasan dengan dua raja dari Kutai Kartanegara yakni Aji Raja Mahkota Mulia dan anaknya Aji Dilanggar, tetapi berbeda tempat.
Makam Tunggang Parangan sendiri berada di kawasan yang kini menjadi permukiman warga Desa Kutai Lama, sementara dua Raja Kutai yang telah memeluk islam abad ke-16 sampai 17 terletak tak jauh sekitar 200 meter di atas bukit.
Baca juga: Kisah Dakwah Dua Habib Terkemuka di Malinau, Sejarah Syiar Islam Abad ke-19 Masa Kerajaan Tidung
Kain kuning khas dari Kerajaan Kutai di kompleks makam Raja juga nampak, serta membalut pusara terakhir keduanya.
Para peziarah yang datang, kata Abdul Munir, sebelum ke makam dua Raja, akan bermunajat di makam Tunggang Parangan.
Ada pula jika bernazar, makam Tunggang Parangan menjadi lokasi terakhir diziarahi, karena peziarah akan terlebih dahulu ke makam dua Raja.
"Ada tiga makam, jika orang-orang yang ingin nazarnya terkabul biasanya ke makam Raja lebih dulu, baru ke makam Tunggang Parangan.
Tetapi sebaliknya jika ulama-ulama yang berziarah, akan ke Tunggang Parangan terlebih dahulu," jelasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.