Profil
Profil Datu Norbeck, Budayawan Asal Tarakan: Pernah Raih Penghargaan Kemendikbud 2019
Lihat profil Datu Norbeck, budayawan asal Tarakan, Kalimantan Utara yang pelajari kebudayaan Suku Tidung dan meraih penghargaan Kemendikbud tahun 2019
Penulis: Maharani Devitasari | Editor: Sumarsono
TRIBUNKALTARA.COM - Profil Datu Norbeck, budayawan asal Tarakan, Kalimantan Utara yang mempelajari kebudayaan Suku Tidung dan meraih penghargaan Kemendikbud tahun 2019.
Simak profil dan perjalanan Datu Norbeck dalam melestarikan budaya Suku Tidung, Kalimantan Utara.
Datu Norbeck adalah nama yang tidak asing di telinga masyarakat Kalimantan Utara, khususnya bagi Suku Tidung.
Nama Datu Norbeck dikenal lebih banyak masyarakat setelah menerima penghargaan dari Kemendikbud pada tahun 2019.
Penghargaan itu digelar dalam rangka malam Anugrah Budaya 2019, Datu Norbeck dinobatkan sebagai budayawan di kategori pelestari seni tradisi atas dedikasinya melestarikan budaya Suku Tidung.
Pria berusia 67 ini memiliki tekad kuat untuk melestarikan kebudayaan Suku Tidung.
Baca juga: Awal Oktober Ini, LABM Kalimantan Diikukuhkan di Tarakan, Datu Norbeck: Kita Buat Legalitas Hukum

Selama 34 tahun ia mempelajari dan mengajarkan kebudayaan kepada orang-orang yang ingin tahu tentang kebudayaan Suku Tidung, khususnya seni tari.
Perjalanan Datu Norbeck dalam melestarikan budaya Suku Tidung dimulai saat dirinya masih remaja.
Pada tahun 1979, ia mempelajari tradisi senin budaya Tidung secara otodidak.
Hal ini dikarenakan tidak ada sekolah yang mengajarkan budaya tersebut.
Ia mempelajarinya sendiri dan bertanya kepada orang-orang yang mengerti tentang budaya Tidung.
Pria kelahiran 14 Mei 1956 ini takut akan ancaman pudarnya seni tradisi Suku Tidung.
Kesadaran ini pula yang menjadi alasan dasarnya belajar budaya Suku Tidung.
Baca juga: Kisah Dakwah Dua Habib Terkemuka di Malinau, Sejarah Syiar Islam Abad ke-19 Masa Kerajaan Tidung
Sebagai orang dengan keturunan Suku Tidung yang diperoleh dari sang ayah, Datu Norbeck muda saat itu terpanggil mempelajarinya.
"Ini barangkali bahasa sombongnya kepedulian. Karena apa? Karena prihatin terhadap seni budaya tradisi Suku Tidung yang saya lihat semakin pudar dan ada kekhawatiran akan punah," ujar Datu Norbeck mengutip Harian Rakyat Kaltara.
Bagi Datu Norbeck, melestarikan kebudayaan dan tradisi nilai-nilai luhur wajib dilakukan.
Menurutnya, budaya dan tradisi bukanlah konsep karangan belaka, melainkan lahir dari suatu pengalaman manusia turun-temurun dalam jangka waktu yang panjang.
Budaya dan tradisi antara satu daerah dengan daerah lain juga berbeda.
Perbedaan ini juga dipengaruhi oleh kondisi alam yang berbeda, budaya dan tradisi membuat sebagian kehidupan manusia menjadi mudah.

Ketika berpindah dari satu daerah ke daerah lain, maka berbeda pula budaya dan tradisinya.
Pada tahun 1985, Datu Norbeck membentuk grup seni yang kemudian menjadi sanggar budaya tradisional Paguntaka dan bertahan hingga sekarang.
Ia mengatakan rumahnya kini dijadikan sebagai tempat belajar tentang kebudayaan Suku Tidung.
"Itulah yang berjalan sampai sekrang sudah 34 tahun. Jadi waktu yang begitu panjang, juga termasuk bagian dari kriteria untuk mendapatkan penghargaan itu tadi," ungkap alumni Universitas Borneo Tarakan jurusan Hukum itu pada tahun 2019.
Baca juga: Ikat Kepala Suku Tidung Sesingal Ukuran Jumbo Ikut Meriahkan Pawai Budaya, Dibuat hingga Empat Hari
Kini hampir setiap hari rumahnya yang berada di Jalan Cendrawasih, Kelurahan Karang Anyar Pantai menjadi tempat warga yang ingin belajar.
Tidak hanya pemula, mereka yang telah senior juga turut belajar meskipun berasal dari latar belakang berbeda baik usia, jenis kelamin, hingga pekerjaan.
Modal utama untuk mempelajari budaya dan tradisi tidak rumit menurut Datu Norbeck, kuncinya adalah kemauan.
Kunci lainnya adalah memegang teguh prinsip kejujuran dalam memahami sesuatu.
Selain belajar secara langsung dengan masyarakat Suku Tidung, pria dengan 5 anak dan 7 cucu ini juga pernah belajar jauh di padepokan seni Yogyakarta.
Dari sanalah ia memiliki pemahaman baru bahwa ada semacam rumus yang harus diterapkan untuk memahami budaya dan tradisi.
Ia menyebutkan contoh alat musik kelintangan, salah satu alat musik tradisional Suku Tidung.
Dalam alat musik tersebut hanya ada lima nada, sehingga memahami kesenian musik zapin bisa dimainkan dengan satu kunci nada dan lima senar ganda.
Baca juga: Jaga Adat Istiadat Suku Tidung, Masyarakat Kabupaten Tana Tidung Ikut Tolak Bala di Bulan Safar
Tidak hanya menguasai seni tari, Datu Norbeck menguasai hampir budaya dan tradisi Suku Tidung.
Budaya tersebut termasuk di dalamnya seni musik, adat perkawinan, serta tradisi dua tahunan festival Irau Tengkayu.
Festival Irau Tengkayu pernah dinobatkan sebagai atraksi budaya terpopuler pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) tahun 2016 oleh Kementerian Pariwisata.
Melestarikan kebudayaan dan tradisi Suku Tidung selama puluhan tahun, Datu Norbeck telah melahirkan banyak penerusnya.
Bahkan sebagian dari mereka telah memiliki komunitas dan berkarya sendiri.
"Alhamdulillah sudah berkembang. Jadi saya punya murid ada yang di Bulungan sudah punya dua grup, ada yang di Malinau sudah punya grup, di KTT, dari Tarakan ini ada tiga," ujar suami Elis Damalia ini.
(*)
Baca Tribun Kaltara Terkini di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.