Opini
Menakar Nasib Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera
Pemerintah baru saja mengeluarkan PP No. 21 Tahun 2024, sebagai perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat.
Oleh: Dr. Drs. Moh. Jauhar Efendi, MSi *)
TRIBUNKALTARA.COM - Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024, sebagai perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ).
Begitu beleid ini ditandangani Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024, menuai banyak kecaman dari berbagai kalangan.
Kecaman muncul utamanya berkaitan dengan kewajiban keikutsertaan para pekerja swasta atau pekerja mandiri untuk menabung melalui Tapera ( Tabungan Perumahan Rakyat ).
Tapera ini dikelola oleh Badan Pengelola atau BP Tapera.
Maksud Pemerintah menerbitkan beleid tersebut tentu saja baik dan mulia, karena ikut memikirkan skema kepemilikan rumah bagi para pekerja.
Pertanyaannya adalah kenapa beleid tersebut mendapatkan reaksi penolakan yang cukup keras, baik dari kalangan para pekerja maupun dari kalangan pengusaha?
Bukankah yang terkena obyek atau sasaran dari kebijakan tersebut adalah para pekerja dan para pengusaha?
Tulisan ini tidak bermaksud mengedepankan persoalan pro kontra terkait kebijakan Tapera tersebut, tetapi lebih menyoroti tentang bagaimana proses atau mekanisme munculnya sebuah kebijakan.
Hal ini penting penulis sampaikan, mengingat baru-baru ini juga muncul kebijakan kenaikan UKT ( Uang Kuliah Tunggal ) di banyak Perguruan Tinggi Negeri ( PTN ), yang memicu demo para mahasiswa dan juga keluhan dari orangtua, yang merasa berat atas kenaikan UKT tersebut.
Baca juga: Lagi, Gaji Pekerja Dipotong 3 Persen untuk Tapera, Apindo Menolak: Menambah Beban Berat Karyawan
Bahkan, ada yang mengundurkan diri masuk PTN walaupun sudah diterima.
Setelah viral di berbagai media, baik media mainstream maupun media sosial, akhirnya kebijakan kenaikan UKT oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dicabut atau dibatalkan.
Akankah kebijakan Tapera ini akan bernasib sama dengan kebijakan kenaikan UKT akan juga dicabut atau dibatalkan.
Mestinya Pemerintah harus belajar dari berbagai kasus, yang pada akhirnya sebuah kebijakan harus dianulir atau dibatalkan, karena munculnya sorotan publik sampai berhari-hari.
Merunut ke belakang, pada tahun 2016, Archandra Tahar, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), pengganti Sudirman Said, hanya menduduki jabatan sebagai Menteri ESDM selama 20 hari.
Tabungan Perumahan Rakyat
Tapera
Peraturan Pemerintah
Presiden Joko Widodo
Uang Kuliah Tunggal (UTK)
BPJAMSOSTEK
BPJS Kesehatan
BI Rate Respons Guyuran Likuiditas Pemerintah |
![]() |
---|
Likuiditas Perekonomian Indonesia: Pertumbuhan M2 yang Menggembirakan |
![]() |
---|
Sekolah: Harapan Terakhir atau Sumber Masalah dalam Pemberantasan Korupsi? |
![]() |
---|
Persepsi Negatif terhadap Organisasi Kemasyarakatan |
![]() |
---|
Menciptakan Ruang Aman dari Kekerasan dan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus, Suatu Refleksi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.