Opini

Menakar Nasib Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera

Pemerintah baru saja mengeluarkan PP No. 21 Tahun 2024, sebagai perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat.

Editor: Sumarsono
HO
Dr. Drs. Moh. Jauhar Efendi, MSi, Widyaiswara Ahli Utama BPSDM Kaltim 

Wakil Ketua DPR-RI, Muhaimin Iskandar, menilai pemotongan gaji untuk Tapera bagi pekerja swasta dirasa kurang tepat, mengingat saat ini ekonomi masyarakat Indonesia sedang tidak berdaya. (tempo.co., 1 Juni 2024).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta W Kamdani, meminta kepada Pemerintah untuk mengkaji ulang iuran Tapera agar tidak memberatkan keuangan masyarakat.

Ia menjelaskan bahwa dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah untuk menjamin kesejahteraan pekerja, khususnya ketersediaan perumahan.

Namun PP Nomor 21 Tahun 2024 dianggap sebagai duplikasi program eksisting manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan pekerja yang berlaku bagi program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJAMSOSTEK (lihat Kaltim Post, Sabtu, 1 Juni 2024).

Lebih lanjut, Shinta berharap Tapera diberlakukan secara suka rela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena pekerja swasta dapat memanfaatkan program  MLT BPJAMSOSTEK .

Selama ini para pekerja dan pemberi kerja juga masih dibebani sejumlah kewajiban iuran lainnya, seperti PPH 21, besarannya sesuai penghasilan pekerja, BPJS Ketenagakerjaan (JHT) sebesar 5,7 persen.

Dimana yang ditanggung perusahaan sebesar 3,7 persen dan pekerja 2 persen, BPJS Kesehatan dengan potongan sebesar 5 persen, di mana yang 4 persen tanggungan perusahaan dan yang 1 persen tanggungan pekerja.

Belum lagi jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM).

Tamil Selvan, seorang komunikolog politik dan hukum nasional, berpendapat bahwa Peraturan Pemerintah tentang Tapera bisa batal, karena menyalahi amanah pasal 28H ayat (1), yang mendasari lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.

Pasal 28H ayat (1) berisi hak warga negara untuk mendapatkan perumahan yang layak, tetapi menurut Tamil, pemerintah seolah “memaksa” aturan ini sebagai kewajiban untuk ikut program Tapera (tempo.co., 1 Juni 2024).

Baca juga: UKT Perguruan Tinggi Negeri Batal Naik, Mendadak Mendikbudristek Nadiem Dipanggil Presiden Jokowi

Para buruh dan public figure juga menyuarakan ketidaksetujuannya atas beleid Tapera.

Bahkan, ada yang memplesetkan Tapera adalah Tabungan Penderitaan Rakyat.

Mereka para selebgram, YouTuber, komika, musikus dan lain sebagainya.

Ada  yang mengutak-atik, tabungan bisa untuk beli rumah setelah menabung selama 100 tahun.

Bahkan, ada juga yang trauma melihat pengelolaan ASABRI yang dikorupsi mencapai angkat Rp. 22,7 triliun, Asuransi Jiwasraya (BUMN) sebesar Rp. 16,8 triliun. 

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved