Demam Berdarah di IKN

Puluhan Pekerja Proyek IKN Terkena DBD, Angka Kasus Demam Berdarah di PPU Tertinggi Kedua Nasional

Puluhan pekerja di Ibu Kota Nusantara (IKN) berjibaku melawan Demam Berdarah Dengue (DBD), angka kasus demam berdarah di PPU tertinggi kedua nasional

|
Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim
Puluhan pekerja proyek di Ibu Kota Nusantara ( IKN ) berjibaku melawan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Mereka sebagian dirawat di RSUD Kecematan Sepaku, Penajam Paser Utara. 

TRIBUNKALTARA.COM, SEPAKU – Puluhan pekerja proyek di Ibu Kota Nusantara ( IKN ) berjibaku melawan penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ).

Saat ini angka kasus demam berdarah di Kabupaten Penajam Paser Utara ( PPU ) tertinggi kedua nasional.

Pantuan Tribun, menempati ranjang nomor 6 di salah satu Bangsal di RSUD Sepaku, Muhibah (49), warga Sukabumi Jawa Barat ini tampak terkulai lemas.

Kaos oblong warna coklat yang dikenakan Muhibah juga tampak basah lantaran keringat yang sesekali mengucur dari badan Muhibah, Jumat (1/11) lalu.

Di tangan kiri Muhibah menempel selang infus yang tampak mengganggu keleluasaannya bergerak. Beruntung, di samping Muhibah tampak ada Muhammad Fajri, keponakannya yang kebetulan ia ajak bersama mencari peruntungan untuk bekerja di IKN.

Bersama M Fajri inilah, Muhibah tampak tengah jibaku melawan Demam Berdarah yang menyerangnya.

“Baru dua hari saya mendapat perawatan di RSUD Sepaku. Sebelumnya, selama lima hari saya mengalami demam tinggi dan lemas, namun mencoba bertahan dan istirahat di mess pekerja. Lantaran tak sanggup lagi, akhirnya dirawat di sini,” kata Muhibah kepada Tribunkaltim.co.

Baca juga: Akses Jalan Negara Sepaku Menuju IKN Nusantara Mendadak Amblas, Arus Kendaraan Sementara Dialihkan

Muhibah berkisah, ia awalnya merasakan kondisi badannya lemas, mual dan juga pusing. Selain itu pinggangnya juga terasa sakit dan juga lemas.

 Lebih parahnya, perutnya seolah tak mau menerima asupan makanan.

“Saya sudah mencoba untuk memaksa makan agar tetap sehat. Namun ketika masuk sedikit saja langsung muntah. Badan saya terasa benar-benar lemas,” kata Muhibah.

Progres terkini pembangunan pusat pemerintahan Ibu Kota Nusantara di Sepaku, Penajam Paser Utara. Pemindahan IKN ke Kalimantan Timur (Kaltim) ternyata masih menyimpan kerawanan bahaya geologi, diantaranya gempa.
Progres terkini pembangunan pusat pemerintahan Ibu Kota Nusantara di Sepaku, Penajam Paser Utara. Pemindahan IKN ke Kalimantan Timur (Kaltim) ternyata masih menyimpan kerawanan bahaya geologi, diantaranya gempa. (Tribun Kaltara)

Muhibah tidak sendiri. Puluhan pekerja di IKN terpaksa menyerah dan harus beristirahat lantaran mengidap Demam berdarah yang mengalami peningkatan kasus belakangan ini.

Pada Jumat (1/11) data di RSUD Sepaku menyebutkan bahwa ada empat pasien Demam Berdarah yang keluar dan dinyatakan sembuh.

Namun bersamaan dengan itu, di hari yang sama juga masuk 10 pasien dengan gejala yang sama harus menjalani rawat inap di rumah sakit paling dekat dengan kawawan IKN ini.

Data Kementerian Kesehatan juga menyebutkan bahwa kasus Demam berdarah di Kabupaten Penajam Paser Utara, lokasi pembangunan IKN menempati urutan kedua tertinggi nasional  setelah Kabupaten Gianyar, Bali.

Data Incident Rate atau jumlah kasus dibanding jumlah penduduk (1/100.000) per 18 Oktober 2024 menyebutkan Kabupaten Gianyar tertinggi dengan 767.8, disusul PPU 729.4 , Klungkung 577.7, Bangli 477.5 dan Kota Kendari dengan 439.1.

Baca juga: Dipengaruhi Curah Hujan dan Kelembapan, Tren Kasus DBD di Malinau Bervariasi Dalam 3 Tahun Terakhir

Sementara untuk kasus DBD di periode yang sama yang dikeluarkan 18 Oktober 2024, kasus tertinggi terjadi di Bandung dengan 6.786 kasus, Tangerang 4.774 kasus, Depok Kota 4.277 kasus, Gianyar 4.122 kasus dan Bekasi dengan 3.861 kasus.

Kepada wartawan Tribun Muhibah mengaku pertama kalinya diserang demam berdarah.

Untuk itu saat ini ia dilema apakah ingin melanjutkan kontrak enam bulan di proyek IKN atau memilih pulang ke Sukabumi.

Sakit demam berdarah yang dirasakan membuat Muhibah susah.

“Bagaimana tidak, selama dirawat saya harus beli makanan sendiri. Bukan hanya untuk Fajri yang menunggu saya, tetapi makanan untuk saya sebagai paisen juga harus beli sendiri,” imbuhnya.

Belum lagi dengan kontrak kerjanya selama enam bulan yang ia rasakan membingungkan.

Ia mengaku awalnya dijanjikan upah Rp 175 ribu per hari, namun kenyataannya yang diterima tidak sama dengan perjanjian.

Belum lagi ia juga tidak tahu bagaimana dengan biaya perawatannya di rumah sakit.

“Untuk makan saja Rumah Sakit tidak menyediakan nasi dan saya harus keluar duit sendiri untuk beli," jelasnya.

"Kalau upah kerja itu Rp 125 ribu per hari, ya itu aja, kalau mau lebih ya lembur, Kalau ndak lembur ya ndak bakalan cukup itu, Awal-awal kita dengar dijanjikan 175, nyatanya sampai di sini segini ya udah lah," jelasnya.

Peluang untuk mendapatkan upah lebih layak di IKN yang diharapkan Muhibah tak menjadi kenyataan saat ia nekat mencari peruntungan di IKN.

Baca juga: Peningkatan Kasus DBD Awal 2024, RSUD Malinau Catat Mayoritas Pasien Rujukan Luar Daerah

Terlebih saat ia harus menderita demam berdarah membuat apa yang sudah diperoleh yang niatnya ditabung untuk anak istri di rumah harus untuk biaya perawatannya.  

"Kalau bisa pulang nanti usai sembuh, meskipunkontraknya enam bulan kalau boleh pulang ya saya pulang,” ucapnya.

Kebanyakan Pekerja IKN

Kepala Bagian Pelayanan Penunjang RSUD Kecamatan Sepaku dan Tour Plan Diskes PPU Muhamad Rumadi, menjelaskan kasus Demam Berdarah Dengue ( DBD ) di Sepaku lebih banyak menjangkiti pekerja IKN.

"Kalau selama ini memang rata-rata banyak pekerja dari IKN, karena sehubungan juga dengan pembangunan yang ada di IKN, otomatis pekerja ini rata-rata banyak dari luar daerah.

Jadi di daerah IKN itu memang banyak perusahaan-perusahaan dan proyek mereka berobat ke rumah sakit Sepaku," ujarnya.

Pasien DBD yang terawat pada RSUD Sepaku terlihat pekerja IKN lebih banyak jika dibandingkan masyarakat lokal.

"Kalau kita hitung-hitung kemarin perbandingannya itu 76 persen pasien pekerja IKN, 24 persen itu masyarakat wilayah Sepaku," ucapnya.

Meski demikian, menurut Muhammad Rumadi, dari data pasien di RSUD Sepaku pada 2024 mengalami penurunan pada akhir Oktober.

Rata-rata yang terkena adalah para pekerja IKN yang dirawat di RSUD Sepaku dan relatif 3-5 hari dibutuhkan perawatan.

Baca juga: Profil Desa Bukit Raya Sepaku, Desa Digital di IKN Nusantara: Berawal dari Curhatan Warga di Medsos

"Jadi yang ada di sini 93 orang di bulan Oktober ini mereka yang datang ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatan.

Nah kalau dari bulan Januari itu memang ada itu 11 pasien, di Februari ada 5, Maret ada 1, di April itu ada 5 lagi, Mei itu ada 16, terus Juni itu terjadi peningkatan ada 40, di Juli itu ada 111 orang.

Puncaknya Agustus ada 170 pasien, bulan September 113 dan Oktober ini 93 orang,” paparnya.  

Dari angka-angka itu, Muhammad Rumadi menilai terjadi peningkatan kasus di Agustus sekitar 170 orang yang terkena DBD.

 “Namun di Oktober ini terjadi penurunan dari sebelumnya 170 sekarang 93 kasus DBD, itu memang ada dari masyarakat juga ada dari pekerja yang ada di IKN,"  jelasnya.

Pasien DBD yang datang ke RSUD Sepaku tersebut pun melakukan beberapa tahapan baik itu pengecekan kondisi suhu tubuh hingga pengecekan darah pada laboratorium.

"Kalau kita selama ini kita lihat dulu pasiennya, nanti dilakukan pemeriksaan laboratorium kalau keadaan positif ya, misalnya dalam keadaan lemah ya kita rawat, kalu memang misalkan ada perlu penambahan darah atau gimana otomatis bisanya kita rujuk," ujarnya.

Muhammad Rumadi mengatakan, pasien yang positif DBD diperiksa dengan fasilitas laboratorium. Ada alat pemeriksa juga yang namanya RTD Combo khusus untuk pemeriksaan DBD.

Baca juga: Jelang Upacara HUT RI di IKN, Hotel dan Penginapan di Sepaku PPU Penuh, Sewa Rumah dan Kos Melonjak

 “Di situ ada ns one dan penunjang IGM dan IGG nya itu jadi ada fungsi yang satu itu apabila panas atau demamnya di bawah 4 hari dia akan terbaca di ns one, kalau lebih dari 4 hari yang di IGM atau IGG itu akan terbaca positif,  itu ada garis dua, kalau satu berarti negatif," sambungnya.

Ia menambahkan RSUD Sepaku belum memiliki fasilitas yang cukup atau masih banyak kekurangan namun pihak tetap akan memisahkan para pasien yang yang dikategori dapat menular.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, dr. Jaya Mualimin juga membenarkan adanya tren peningkatan DBD di Kecamatan Sepaku, PPU.

Kendati demikian pihaknya mengapresiasi sebab Dinkes PPU telah melakukan penanganan dengan baik sehingga Case Fatality Rate (CFR) atau tingkat kematian karena DBD lebih rendah.

"Memang kasus terjangkit DBD meningkat. Tapi CFR-nya hanya 0,18 persen, di bawah 0,5 persen. Artinya penanganannya baik," kata dr. Jaya saat dikonfirmasi Tribunkaltim.co, Jumat (1/11).

Namun ungkapnya, sebenarnya peningkatan DBD karena gigitan nyamuk aedes aegypti di sepanjang 2024 ini tidak hanya terjadi di PPU, melainkan se-Kalimantan Timur.

Baca juga: Dinkes Nunukan Catat Peningkatan Kasus DBD di Kabudaya selama Maret 2024: 2 Pasien Meninggal Dunia

Dinkes Kaltim mencatat, sepanjang 2023 lalu terjadi 6.000 kasus DBD.  Namun tahun ini, baru memasuki November kasus DBD di 2024 sudah hampir menyentuh angka 8.000.

"Tapi kita berhasil menurunkan CFR-nya (tingkat kematian karena DBD). Tahun lalu (2023) 0,38 persen. Tahun ini kita bisa tekan sampai 0,23 persen. Semoga tidak meningkat lagi," ungkapnya.

Menurut dr Jaya Mualimin pemicu DBD karena musim bahwa sepanjang 2024 ini Kaltim dilanda curah hujan yang cukup tinggi.

Hal itu memberi ruang bagi nyamuk dengan ciri khas corak hitam putih itu leluasa berkembang biak.

Terlebih terkhusus daerah PPU kini menjadi area pembangunan IKN yang memungkinkan cukup meningkatnya tempat bertelur nyamuk aedes aegypti.

"Nyamuk pembawa virus dengue ini hanya membutuhkan 10-14 hari dari bertelur sampai menjadi dewasa.

Dengan musim penghujan yang belum berhenti dan pembangunan di IKN maka ruang berkembang biak mereka semakin terbuka," bebernya. (gre/ave)

Baca berita Tribun Kaltara terkini di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved