Berita Bulungan Terkini

Sering Melawati Batas Operasional, Ojek Pengkolan Keluhkan Kehadiran Ojek Online di Tanjung Selor

Moda transportasi di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan terus mengalami perkembangan dan inovasi dengan hadirnya ojek online.

Penulis: Desi Kartika Ayu | Editor: Sumarsono
Tribun Kaltara
Ilustrasi Kendaraan para pelaku ojek pengkolan yang beroperasi di pelabuhan kayan II Tanjung Selor (TribunKaltara.com / Desi Kartika). 

TRIBUNKALTARA.COM, TANJUNG SELOR – Moda transportasi di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan terus mengalami perkembangan dan inovasi.

Salah satunya dengan hadirnya transportasi ojek online (Ojol).

Pada dasarnya, keberadaan ojek online sangat membantu masyarakat dalam melakukan aktivitas perjalanan dengan tarif yang terjangkau.

Namun keberadaan Ojol dikeluhkan oleh para pelaku usaha Tukang Ojek Pengkolan (Openg).

Salah satunya, Panggi,  Tukang Ojek Pengkolan yang biasa mangkal di sekitar Pelabuhan Kayan II, Tanjung Selor.

Panggi mengatakan, peraturan pembatasan area operasional antara ojek online dan Openg sudah diberlakukan oleh pemerintah.

Baca juga: Ngopi di Tepian Sungai Kayan, Kapolresta Bulungan Dengarkan Curhatan Tukang Ojek dan Sopir Angkot

Sayangnya peraturan tersebut kerap dilanggar sehingga sering menimbulkan keributan antara ojek online dan Openg.

"Sebenarnya peraturan sudah ada untuk batas-batasannya, tetapi kadang mereka ( ojek online ) sering menyerobot, sehingga sering terjadi keributan," kata Panggi, Kamis (26/12/2024).

Ia berharap adanya pengertian antar sesama ojek baik ojek online maupun Tukang Ojek Pengkolan.

Pasalnya, hal ini membuat penurunan pendapatan bagi pelaku Openg.

Meskipun demikian, pria asli Tanjung Selor ini tetap memilih untuk menekuni sebagai Openg dibandingkan harus beralih menjadi ojek online.

Menurutnya, pendapatan sebagai ojek online terlalu kecil dan tidak sebanding dengan biaya operasional di Tanjung Selor.

Baca juga: Rawan Tersandung Kasus Penyelundupan, Sopir Ojek di Malinau Minta Pemeriksaan tak Dipersulit

"Terlalu murah jadi pendapatan kita terlalu sedikit. Ini tidak sebanding dengan biaya operasional karena harga barang-barang di Tanjung Selor ini kan mahal.

Belum perawatan motornya, belum bensinnya. Bayangkan untuk sekali narik sekitar kota hanya mendapat Rp 10.000 sedangkan harga BBM di sini sudah berapa," tuturnya.

Oleh karena itu, pihaknya lebih memilih dan bertahan untuk menjalani profesi sebagai ojek konvensional.

Dalam satu hari panggi dapat menghasilkan pendapatan paling tinggi Rp 100 ribu dan paling rendah Rp 20 ribu bergantung dari sepi atau ramenya penumpang.

"Kami berharap agar pemerintah dapat membantu memberikan pengertian mengenai batas-batas operasional kami lah agar tidak ada lagi keributan," tandasnya.

(*)

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved