Berita Tana Tidung Terkini

BPS Jelaskan Kriteria Miskin di Tana Tidung Kaltara, Batas Garis Kemiskinan Tunggu Data Terbaru

BPS Tana Tidung tengah melakukan pendataan terbaru untuk menentukan garis kemiskinan tahun 2025, yang nantinya data ini akan menjadi acuan.

Penulis: Rismayanti | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/RISMAYANTI
Kepala BPS Tana Tidung, Achmad Sani Setiawan. (TribunKaltara.com/Rismayanti) 

TRIBUNKALTARA.COM, TANA TIDUNGBadan Pusat Statistik (BPS) Tana Tidung, Kaltara tengah melakukan pendataan terbaru untuk menentukan garis kemiskinan tahun 2025, yang nantinya data ini akan menjadi acuan dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat serta menentukan kebijakan pemerintah daerah dalam menangani kemiskinan.

Kepala BPS Tana Tidung, Achmad Sani Setiawan atau yang akrab disapa Iwan, menjelaskan bahwa garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran seseorang untuk kebutuhan makanan dan non-makanan.

"Kategori miskin itu dilihat dari total pengeluaran setiap orang, baik untuk makanan maupun bukan makanan. Jika pengeluarannya berada di bawah batas tertentu, maka orang tersebut dikategorikan miskin," jelas Achmad Sani Setiawan kepada TribunKaltara.com, Jum'at (7/3/2025).

Batas garis kemiskinan yang digunakan saat ini adalah Rp 518.696 per bulan per kepala.

Baca juga: Verifikasi Data Penerima Bantuan Sosial, BPS Tana Tidung Kaltara Tekankan Kejujuran Responden

"Seandainya dalam satu keluarga ada lima orang, maka batas garis kemiskinannya dihitung Rp 518.696 dikalikan lima, yaitu Rp 2.593.480," tambahnya.

Namun, angka tersebut masih mengacu pada data tahun 2024. Sementara untuk tahun 2025, BPS masih dalam tahap pengumpulan dan pengolahan data.

"Angka itu masih berlaku untuk tahun 2024. Sedangkan untuk tahun 2025, datanya masih dalam tahap pendataan. Setelah proses pendataan selesai, kami akan mengolahnya lebih lanjut sebelum menentukan angka terbaru," ungkapnya.

Menurut Iwan, data garis kemiskinan diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan secara berkala. Saat ini, tim BPS masih berada di lapangan untuk mengumpulkan data terbaru.

"Garis kemiskinan ini kami peroleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional atau Susenas. Saat ini, kami masih dalam tahap pendataan yang berlangsung pada bulan Maret," katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa perhitungan kemiskinan di BPS didasarkan pada data pengeluaran seseorang, baik untuk kebutuhan makanan maupun non-makanan.

"Di BPS, angka kemiskinan dihitung berdasarkan data pengeluaran, bukan pendapatan. Pengeluaran ini mencakup kebutuhan makanan serta kebutuhan lain, seperti biaya sekolah, listrik, dan alat rumah tangga," terangnya.

Iwan menegaskan bahwa seseorang dikategorikan miskin jika pengeluarannya di bawah Rp 518.696 per bulan per kapita.

"Jika pengeluaran seseorang kurang dari Rp 518.696 per bulan, maka ia masuk kategori miskin," ujarnya.

Ia juga membedakan metode Susenas dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang digunakan oleh pemerintah daerah.

"Ada perbedaan antara Susenas dan DTKS. DTKS menggunakan data pemasukan berdasarkan aset dan kekayaan. Sementara Susenas fokus pada konsumsi dan pengeluaran," paparnya.

Sumber: Tribun Kaltara
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved