TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Meski menjadi paslon tunggal di Pilkada Tarakan, tak lantas membuat Paslon Khairul-Ibnu Saud Sejahterakan Masyarakat ( Kharisma) hanya berpangku tangan menunggu hari H tiba.
Dua pasangan ini tetap bergerak di tengah keterbatasan waktu kampanye yang hanya disediakan kurang lebih dua bulan.
Menjadi paslon tunggal ternyata menurut Khairul, dalam Podcast bersama TribunKaltara.com Bedah visi misi dan 20 Program, sama sulitnya jika memiliki pesaing atau lebih dari satu paslon yang mendaftar.
Salah satunya munculnya kubu kolom kosong.
Baca juga: Pandangan Politisi Senior Soal Pilkada Calon Tunggal Malinau Kaltara: Kompetisi Sering Berakhir Luka
Namun demikian, menurut pria yang akrab disapa Pak Dokter ini, itu adalah dinamika politik.
Secara konstitusi kata Khairul dalam PKPU sudah dijelaskan calon tunggal maka pendampingnya adalah kolom kosong.
Kolom kosong ini memberikan alternative kepada masyarakat yang memang mungkin tidak memilih ke paslon tunggal.
“Hidup di dunia ini rasanya gak ada 100 persen bisa disukai. Nabi saja Rasulullah yang sudah baik di-recomended Allah SWT ada yang gak suka. Menurut saya di dunia ini tidak ada 100 persen. Persoalannya seberapa banyak, kalau memang lebih banyak tidak suka dari yang menyukai itu yang menjadi problem,” ungkapnya mengawali Podcast.
Khairul mengakui banyak batu sandungan yang harus dilalui dari sejak sebelum pendaftaran kemudian masa penetapan calon sampai dengan nanti menuju hari H.
Ia mengulas lagi bahwa saat mencalonkan diri, semua parpol bergabung ke pihaknya karena melihat survei, itu adalah hasil jajak pendapat walaupun secara sampling dari masyarakat.
Hasil jajak pendapat secara acak samplingnya diambil, berdasarkan juga survei masing-masing parpol sebelum turunnya B1KWK, yang berpotensi menang hasil jajak pendapat adalah Pak Dokter.
Sehingga lanjutnya, jangan sampai muncul persepsi masyarakat adanya istilah kesepakatan jahat memborong partai.
"Karena partai yang membentuk pilihan dan lembaga survei partai yang menunjuk bukan kamu. Hasilnya nama kami masih bertahan di kalangan masyarakat dan inilah disampaikan ke DPP dasar menetapkan calon. Memang tidak 100 persen, tapi ada 60 persen, yang tidak memilih misalnnya 20 persen, selebihnya belum menentukan sikap, kan begitu," ujar Khairul.
Bisa saja hasil survei 60 persen adalah pemilih tradisional yang sejak awal memahami apa yang telah dilakukan pihaknya selama memimpin Tarakan kurang lebih lima tahun lalu.
Lalu kemudian dimungkinkan ada juga pemilih tidak memilih masuk di persentase 20 persen.