Maka, upaya meyakinkan para seluruh civitas akademika untuk berani melakukan pelaporan harus terus dikampanyekan.
Selain itu, penting untuk meciptakan situasi dan budaya anti victim blaming.
Salah satu persoalan penting yang kerap terjadi pada korban kekerasan dan pelecehan seksual adalah victim blaming.
Victim blaming adalah sikap yang kerap terjadi ditengah-tengah masyarakat yang kadang menyalahkan korban.
Sikap menyalahkan itu, bisa dilihat dari ungkapan-ungkapan negatif yang diterima oleh korban.
Semisal, mengapa dia tidak melawan, mengapa dia tidak berteriak. Padahal dalam banyak kasus kekerasan dan pelecehan seksual, itu terjadi karena besarnya relasi kuasa yang kadang tidak dapat disangkal atau dihindari oleh Korban.
Singkatnya, dalam memadang posisi korban kekerasan dan pelecehan sekual mesti dilihat secara lebih arif dengan memperhatikan kepentingan korban, bukan malah menghakimi.
Pola dan budaya anti victim blaming harus terus disosialisasikan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, terkhusus di lingkungan kampus.
Langkah keempat adalah, di tiap-tiap Universitas perlu membuat semacam kebijakan, peraturan dan kode etik kampus yang sejalan dengan isi dari Permen No 55 Tahun 2024.
Peraturan Internal kampus tersebut mesti diarahkan pada bagaimana memperkuat dan membangun kehidupan kampus yang dapat menciptakan ruang aman bagi seluruh civitas akademika.
Selajutnya, Peraturan ini harus terus disosialisasikan dan ditegakkan secara konsisten kepada segenap civitas akademika.
Langkah kelima adalah, membangun dan memperkuat kolaborasi dengan seluruh organ kampus. seperti BEM, DPM, dan Unit-unit kegiatan mahasiswa dalam ikhtiar pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Seturut itu, membangun dialog lintas organisasi dan lintas kampus juga penting dilakukan untuk menumbuhkan kepedulian dan kesadaran bersama tentang pentingnya menghadirkan ruang aman dari kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.
Pada wilayah lain, penting juga bagaimana menanamkan dalam diri setiap civitas akademika untuk lebih peduli dan responsif dalam menyikapi soal-soal kekerasan dan pelecehan seksual.
Pada akhirnya, keberhasilan pencegahan dan penganan kekerasan seksual dilingkungan kampus adalah tanggung jawab bersama dengan memperkuat kesepahaman dan jalinan kerjasama yang kuat antar seluruh civitas akademika.
Terjalinnya kesepahaman bersama akan bermuara pada tegaknya kemuliaan dan martabat setiap warga kampus.
(*)
Baca Berita Terkini Tribun Kaltara di Google News