OTT KPK Sidang Lanjutan Dugaan Suap Pemkab Kutim Hadirkan Encek UR Firgasih, Ada Bagi Proyek Rp 15 M

OTT KPK sidang lanjutan dugaan suap Pemkab Kutim hadirkan Encek UR Firgasih, ada bagi proyek Rp 15 miliar.

TRIBUNKALTARA.COM/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
SIDANG LANJUTAN - Jalannya persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Jalan M. Yamin, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, beragendakan pemeriksaan saksi-saksi. (12/10/2020). TRIBUNKALTARA.COM/MOHAMMAD FAIROUSSANIY 

TRIBUNKALTARA.COM, SAMARINDA - OTT KPK sidang lanjutan dugaan suap Pemkab Kutim hadirkan Encek UR Firgasih, ada bagi proyek Rp 15 miliar.

Persidangan kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim tahun anggaran 2019-2020, kembali digulirkan.

Bertempat di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Jalan M. Yamin, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, pada Senin Sore (12/10/2020).

Dengan kembali menghadirkan dua terdakwa pemberi suap, yakni Aditya Maharani dan Deki Aryanto. 

Kedua rekanan swasta Pemkab Kutim ini, kembali duduk di pesakitan terkait perkara yang menjeratnya.

Bupati Kutai Timur nonaktif, Ismunandar (kiri) bersama istrinya yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria Firgasih (kanan) mengenakan rompi oranye setelah resmi ditahan KPK, Jakarta, Jumat (3/7/2020). ( Tribunnews / Irwan Rismawan )
Bupati Kutai Timur nonaktif, Ismunandar (kiri) bersama istrinya yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria Firgasih (kanan) mengenakan rompi oranye setelah resmi ditahan KPK, Jakarta, Jumat (3/7/2020). ( Tribunnews / Irwan Rismawan ) (Tribunnews / Irwan Rismawan)

Baca juga: Lagu Nunukan 21 Jadi Kado Spesial Disparpora untuk HUT ke 21 Kabupaten Nunukan, Ini Kata Penciptanya

Baca juga: Mahfud MD Yakini Ada Aktor di Demo UU Cipta Kerja, Temukan Kejanggalan, Pola Sama & Terorganisir

Baca juga: FPI Alihkan Lokasi Demonstrasi, Batal Gelar Aksi di Depan Istana Besok, Polri Turunkan 500 Personel

Baca juga: JADWAL Liga Inggris Anjlok ke Peringkat 16 Manchester United Hadapi Newcastle, Liverpool Vs Everton

Keduanya didakwa telah melakukan tindak pidana gratifikasi ke sejumlah pejabat tinggi di Kutim, agar mendapatkan sejumlah paket pekerjaan proyek infrastruktur. 

Seperti sidang-sidang sebelumnya yang berjalan melalui teleconference platform zoom, persidangan dipimpin oleh Agung Sulistiyono, didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo.

Kedua terdakwa masih ditahan di Rumah Tahanan KPK, Jakarta. Masih dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, menghadirkan sebanyak lima saksi.

Kelima saksi itu sendiri ialah Aswandini Kepala Dinas PU Pemkab Kutim dan Asran Laode sebagai staf di Dinas PU Pemkab Kutim.

Lalu, Lila Mei Puspitasari selaku staf diperusahaan Kontraktor milik Aditya Maharani.

Ketiga saksi ini dihadirkan untuk dimintai keterangannya terkait suap yang dilakukan oleh terdakwa Aditya Maharani.

Kemudian ada nama Encek UR Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim yang juga istri dari Ismunandar, Bupati Kutim nonaktif (diperiksa pada sidang sebelumnya). 

Terakhir, Linawati sebagai staf Encek di DPRD Kutim. Untuk Kedua saksi ini, dihadirkan terkait suap yang dilakukan terdakwa Deki Aryanto.

Mejelis Hakim mengawali pemeriksaan keterangan dari saksi Aswandini selaku Kepala Dinas PU Pemkab Kutim.

Didalam berkas terpisah, Aswandini merupakan tersangka kasus suap bersama empat pejabat tinggi Kutim lainnya. 

Peran Aswandini, sebagai pemberi proyek penunjukan langsung (PL) yang ada di Dinas PU pada terdakwa Aditya Maharani.

Proyek PL yang dikerjakan oleh terdakwa Aditya Maharani merupakan perintah Musyaffa, Kepala Bapenda dan Ismunandar Bupati Kutim nonaktif. 

Hasil pengerjaan proyek PL, rupa-rupanya Aswandini turut menerima sejumlah uang suap dari Aditya Maharani. 

Dihadapan Majelis Hakim, Aswandini menyampaikan kesaksian bahwa ada sejumlah anggaran di Dinas PU Tahun 2020, yang kemudian anggaran tersebut terbagi beberapa paket. 

Antara lain, seperti paket lelang yang bersumber dari DAK, dengan besaran Rp 40 miliar. 

Lalu adapula anggaran paket PL dengan nilai Rp 100 miliar.

Kemudian anggaran pembayaran hutang pekerjaan multiyears sebesar Rp 70 miliar.

Dan terakhir, anggaran untuk pembayaran hutang pekerjaan yang dilaksanakan pada Tahun 2019. Nilainya sebesar Rp 60 miliar.

Dari seluruh paket anggaran tersebut, yang paling besar nilainya adalah paket proyek PL. 

Dijelaskannya alasan anggaran tersebut bisa lebih besar dari paket lelang.

Hal itu dikarenakan adanya pemecahan nilai pekerjaan lelang dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Baca juga: Gubernur Kaltim Tolak MoU Tolak UU Cipta Kerja, Isran : Siapa yang Bilang Mereka Mau Saya Kesana?

Baca juga: 17 Orang Diamankan, 14 Diantaranya Pelajar, Diduga Akan Ikut Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja

Baca juga: Ferdinand Hutahaean Bakal Loncat ke PDIP? Anak Buah Megawati Buka Pintu ke Eks Demokrat

Baca juga: BERUNTUN Sehari 3 Kebakaran Terjadi di Kecamatan Samarinda Ulu & Ilir Kota Samarinda Provinsi Kaltim

Guna mempermudah pelaksanaan pengerjaan, sejumlah proyek dilakukan dengan cara penunjukan langsung.

Aswandini menyebut, meski dirinya selaku Kepala Dinas PU, namun dirinya tidak dilibatkan secara langsung dalam proses penyusunan nominal anggaran dan pembagian daftar pekerjaan sejumlah proyek.

"Sudah disusun serta diatur oleh TAPD, yakni Bapeda, Sekretaris Daerah, BPKAD dan Bapenda," ucapnya

"Dari anggaran yang ada, saya kemudian mengalokasikan dana sebesar 10 persen dari masing-masing pagu, gunanya sebagai anggaran biaya operasional dan anggaran pekerjaan konsultan pengawas. Tapi tidak mengubah nilai awal pagu," lanjut Aswandini memberi kesaksian.

Lalu dirinya mendapatkan daftar pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Dinas PU. Daftar pekerjaan diserahkan oleh Bappeda dan ditandatangani oleh Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kutim selaku TAPD. 

Didalam daftar pekerjaan di Dinas PU itu, sudah tertuang kode si pemilik pekerjaan.

Kode yang dimaksud merupakan nama si pemilik proyek pekerjaan tersebut.

Misalnya seperti Pokok Pikiran (Pokir) dari para rekanan Anggota DPRD.

Dalam daftar itu, Ketua DPRD Kutim yakni Encek UR Firgasih, mengalokasikan pekerjaan pokir tersebut kepada 10 Anggota DPRD Kutim. 

Kemudian ada pula kode pengerjaan yang akan dikerjakan oleh rekanan Bupati Kutim Ismunandar. 

"Ada juga yang tidak berkode (bernama), salah satunya digunakan oleh saudara Musyaffa. List pekerjaan Anggota DPRD, dialokasikan perorangan bukan per fraksi," ungkapnya.

Daftar pekerjaan Dinas PU disertai kodenya ini, diserahkan kepadanya dalam bentuk hardcopy. Selanjutnya, disimpan oleh Asran Laode selaku Kasi di Dinas PU. 

Aswandini kemudian menjelaskan pembagian pelaksanaan pengerjaan pekerjaan proyek dengan metode penunjukan langsung tersebut. 

Seperti diketahui, masing-masing proyek PL ini senilai Rp 200 juta.

Awalnya calon rekanan swasta selaku kontraktor, akan mendatangi Dinas PU dengan membawa daftar pekerjaan yang akan dikerjakan dan menyampaikan siapa si pemilik proyek tersebut.

Mekanisme selanjutnya, Staf di Dinas PU menelpon si pemilik paket proyek, sebagai bentuk konfirmasi, setelah pengerjaan proyek tersebut disetujui olehnya sebagai Kepala Dinas.

Kemudian dirinya memerintahkan PPK untuk memberikan paket proyek tersebut kepada si calon rekanan swasta. 

"Contohnya seperti proyek PL yang dikerjakan oleh kontraktor bernama Arif Wibisono. Dia mendatangi saya dan list proyek akan segera dikerjakan. Dia menyampaikan kalau orangnya Musyaffa," ucapnya.

"Selanjutnya saya konfirmasi (Musyafa). Kemudian saya perintahkan PPK untuk menyerahkan paketnya. Arif Wibisono ini mengerjakan 10 paket. Untuk perpaketnya dari kisaran Rp 100 Juta sampai Rp 180 juta," sambung Aswandini.

Pola-pola seperti inilah yang turut dilalui oleh terdakwa Aditya Maharani, dengan cara menemui Aswandini dan menyampaikan bahwa dirinya adalah orang dari Musyaffa, 

Aditya Maharani kemudian mendapatkan sejumlah paket proyek PL di Dinas PU.

Total dari pengerjaan proyek itu senilai Rp 15 miliar.

"Setahu saya, Bu Aditya juga mewakili saudara Musyafa," singkatnya

Ada Enam paket proyek PL yang dikerjakan oleh kontraktor milik terdakwa Aditya Maharani.

Enam proyek tersebut terbagi dari pengerjaan pembangunan Embung di Desa Maloy senilai Rp 8,3 miliar, pembangunan rumah tahanan Polres Kutim Rp 1,7 miliar dan pembangunan Jalan Poros di Kecamatan Rantau Rp 9,6 miliar.

Kemudian ada pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp 1,8 miliar, Optimalisasi pipa air bersih senilai Rp 5,1 miliar dan terakhir pengadaan dan pemasangan lampu penerangan jalan umum (LPJU) di Jalan APT Pranoto Sangatta yang bernilai Rp 1,9  miliar. 

"Proyek milik ibu Encek ada lebih 10 paket. Proyek dikerjakan dengan saudara Oca. Dia orang kepercayaan ibu Encek. Sama, pekerjaan berupa PL, ini di bidang Cipta Karya," tambah Aswandini.

Aswandini mengatakan, peran tugasnya sebagai Kepala Dinas PU mengalami perubahan, ketika Bupati Kutim masih dijabat Isran Noor beralih ke Ismunandar.

"Kalau pak Isran dulu pembagian pekerjaan diatur semuanya di Dinas PU.

Jalannya persidangan virtual, saat ini jalannya persidangan tengah mendengarkan keterangan saksi yaitu Bupati Non-Aktif Ismunandar, (6/10/2020).
TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
Jalannya persidangan virtual, saat ini jalannya persidangan tengah mendengarkan keterangan saksi yaitu Bupati Non-Aktif Ismunandar, (6/10/2020). TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY (TRIBUNKALTIM.CO, MOHAMMAD FAIROUSSANIY)

Karena harus sesuai peruntukannya. Dan saya selaku Kepala Dinas PU diberikan kewenangan untuk melakukan ploting program pekerjaan dan besaran anggaran bersama TAPD.

"Proses Plotting program ini kemudian berubah mekanismenya semasa dipimpin pak Ismunandar. Dimana Musyaffa dan Ismunandar melalui TAPD tidak lagi memberikan saya kewenangan membagi anggaran dan pekerjaan. Saya hanya diberikan list pekerjaan saja. Yang nantinya akan dilaksanakan Dinas PU," jelasnya.

Dalam kesaksian yang diberikan ia juga mengaku tak mengetahui besaran persentase fee yang dijanjikan rekanan swasta kepada Ismunandar. 

Aswandini hanya mengetahui potongan fee untuk Dinas PU sebesar 3 hingga 4 persen. sementara untuk ULP sebesar 2 persen. Uang hasil potongan yang diterima Dinas PU ini, kemudian digunakan untuk memenuhi permintaan Ismunandar.

"Setahu saya rekanan Pemkab Kutim seperti saudara Aditya Maharani juga memberikan fee ke Dinas PU dan ke Pak Ismunandar. Itu ceritanya Aditya Maharani," ucapnya.

Ia turut mengungkapkan, bahwa dirinya pernah dihubungi oleh Ismunandar. Yang mempertanyakan terkait proyek yang bisa dikerjakan di Dinas PU. "Pak Ismu hubungi saya, 'adakah proyek lagi di PU'. Saya bilang tidak ada, dan Aya sarankan ke Dinas lain," ungkapnya.

Kisah ini kemudian berlanjut pada anggaran DAK di Dinas PU yang terpangkas akibat pandemi Covid-19. Dimana Anggaran DAK Dinas PU sebesar Rp 400 miliar harus dipotong setengah guna penanganan Covid-19. 

"Pemberitahuan ini melalui surat edaran yang ditandatangani sekda. Jadi terpototong. Tinggal Rp 200 miliar. Saya kemudian diminta untuk mengenolkan anggaran di Dinas PU," sebutnya lagi.

Pasca adanya surat edaran alokasi anggaran penanganan Covid-19, dirinya kemudian sampaikan hal tersebut kepada para rekanan swasta. Dengan menyampaikan dua pilihan.

"Saya bilang, rekanan untuk tetap mengerjakan proyek. Tapi pembayarannya diberikan di anggaran tahun depan. Atau bisa pilih berhenti ngerjakan," ucapnya.

Namun pilihan itu dijawab oleh para kontraktor yang mengerjakan proyek di Dinas PU tersebut. Salah satunya ialah Aditya Maharani. Para kontraktor ini meminta kepada Aswandini, agar anggaran pengerjaan proyek tersebut jangan sampai terpotong. 

"Alasannya karena sudah membayar sejumlah uang ke Pak Ismunandar. Termasuk juga Aditya Maharani bilang begitu. Tapi saya gak punya kewenangan apa-apa. Jadi saya sarankan untuk sampaikan langsung ke Bupati. Karena saya tidak ikut campur dalam pemotongan itu," jelasnya.

Kepada majelis hakim, Aswandini turut mengakui bahwa dirinya telah menerima sejumlah uang dari para rekanan swasta yang memberikan fee kepada Dinas PU sebesar 0,5 persen, berasal dari potongan anggaran perproyek. 

"Iya yang mulia. Saya juga ada menerima uang THR dari ibu Aditya sebesar Rp 50 juta. Waktu itu saya bilang, 'kirimkan saja ke rekening saya'," ungkapnya.

Uang pemberian dari Aditya Maharani itu tak sempat digunakan Aswandini. Lantaran kala itu Ismunandar keduluan menyindir Aswandini, agar memberikannya sejumlah uang.

"Ada ketemu sebelum lebaran kemarin. Pak Ismu mengobrol bersama saya. Dia bilang 'sumbangan banyak betul, bisa bantukah?'. Saya paham artinya apa, jadi saya harus berusaha realisasikan. Jadi saya memberikan uang ke pak Ismu Rp 50 juta melalui Ajudan beliau.

"Saya juga berikan uang THR kepada Wakil Bupati, sebesar Rp 50 juta. Sama, memberikannya melalui ajudan beliau," tutur Aswandini.

Selain Aswandini, ada tiga saksi lain yang turut dimintai keterangan Asran Laode Staff Dinas PU Kutim, Meila Puspita Sari Staff Kontraktor Aditya Maharani serta Encek UR Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim.

Asran Laode dan Meila Puspita dalam kesaksiannya membenarkan bahwa proyek di Dinas PU dikerjakan oleh terdakwa Aditya Maharani.

Kesaksian Encek UR Firgasih, Beberkan Sejumlah Pemberian Dari Terdakwa Deki Arianto

Usai mendengar dua saksi lain, Majelis Hakim dalam persidangan tepatnya pukul 22.00 Wita langsung bertanya pada Encek UR Firgasih terkait pembelian satu unit mobil minibus Isuzu berjenis Micro Deluxe yang dibeli guna keperluan kampanye sang suami yakni calon Bupati Kutai Timur, medio Juni 2020 menyampaikan pada Ismunandar untuk dibelikan satu unit mobil tersebut.

Nanti kita lihat, kalau ada rezekinya, Insyaa Allah ada jalan-Nya, ditunggu saja sebut Ismunandar pada Encek.

Selang beberapa hari kemudian, Musyaffa menghubungi Encek UR Firgasih tentang kesanggupan membayar pembelian unit tersebut.

"Kata Musyaffa ditelpon, saya yang menghandle membayar minibus itu Bunda. Kemudian saya menelpon salah satu dealer isuzu di Samarinda untuk proses pembelian unit," ungkapnya.

"Ini sudah saya pesan pak Mus, lalu ia (Musyaffa) bilang mantap Bunda," lanjut Encek

Sekitar tanggal 23 Juni 2020, mobil diantarkan kerumah jabatan Bupati Kutim di Jalan Bukit Pelangi oleh Musyaffa.

Encek juga ditanya terkait pembelian satu unit motor CFR-150 seharga Rp 35 juta, motor itu diperuntukkan untuk keponakan sang Ketua DPRD Kutim. Permintaan itu dilakukan via pesan singkat WhatsApp yang kemudian disanggupi oleh terdakwa Deki Arianto dengan membayar setengah harga dari motor tersebut.

"Deki menyanggupi, dengam membantu bayar Rp 15 juta ke dealer, setelah dibayar Deki (terdakwa) langsung menyampaikan kepada saya," ucapnya.

Encek juga menyampaikan alasannya terkait permintaan pembelian motor tersebut pada terdakwa Deki.

"Karena saya telah memberikan pekerjaan berupa paket PL di lingkungan masyarakat Kabupaten Kutim, oleh karena itu saya merasa memiliki hak meminta bantuam pada terdakwa (Deki)," sebutnya

Sejak diawal permintaan itulah, Encek mengaku kerap meminta bantuan hal-hal tak terduga pada Deki (terdakwa), seperti memfasilitasi kegiatan olahraga diingkungan Pemkab Kutim dan membantu warga yang memerlukan.

"Deki sendiri yang menawarkan diri untuk memberikan bantuan kepada saya apabila ada sisa uang dari pembayaran proyek paket PL," sebutnya

"Saya juga bilang, Ki mana yang bisa kau kerjakan, nanti ada sisa uang pembayaran pekerjaan simpan dahulu dananya, nanti sewaktu-waktu ibu minta untuk kegiatan lain," jelas Encek

Bantuan berupa pemberian uang dari terdakwa Deki selalu ditransfer melalui rekening Irwansyah gunanya untuk keperluan membiayai kegiatan sosial di Kutim.

"Direkening ada Rp 200 juta, saya gunakan untuk kegiatan HUT 17an di Desa/Kecamatan," sebutnya

Usai mendengar kesaksian sang Ketua DPRD nonaktif Kutim ini Majelis Hakim sebelum menutup sidang sempat bertanya pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasehat Hukum kedua terdakwa.

"Ada yang ingin disampaikan JPU atau disanggah oleh Penasehat Hukum dan terdakwa," tanya Hakim Agung Sulistiyono

Pada kesempatan ini terdakwa Deki Arianto sempat menyampaikan pada Encek UR Firgasih agar selalu dalam keadaan sehat.

Baca juga: Walikota Tarakan dr Khairul Bersama DPRD Tarakan Janji Sampaikan Aspirasi Massa Tolak UU Cipta Kerja

Baca juga: Jelang Malam Ramah Tamah HUT Ke 21 Nunukan, Bakal Pajang Hasil Lukisan Pelajar Nunukan

Baca juga: Anak Sultan Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja Omnibus Law, Begini Penampilan Outpitnya

Baca juga: Luna Syantik Seorang Transgender di Tarakan Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja, Cuma Mau Menghibur

"Sehat-sehat terus Bunda," ucap Deki pada Encek.

"Iya Nak, doakan saja Bunda sehat terus," jawab Encek.pada Deki.

Usai percakapan keduanya Mejelis Hakim pun menutup persidangan yang berjalan selama 10 jam ini.

"Kalau tidak ada lagi yang disampaikan, karena keterbatasan waktu. Sidang dilanjutkan hari Rabu (14/10/2020) mendatang," ucap Hakim sambil mengetok Palu.

( TribunKaltara.com )

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved