Perbatasan RI Malaysia

Puluhan Tahun Hasil Tangkapan Nelayan Nunukan Dijual ke Pasar Tawau Secara Ilegal, Ini Penyebabnya

Puluhan tahun hasil tangkapan nelayan Nunukan dijual ke Pasar Tawau secara ilegal, ini penyebabnya.

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/FELIS
Suasana salah satu pasar di Nunukan. TRIBUNKALTARA.COM/ Febrianus felis 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Puluhan tahun hasil tangkapan nelayan Nunukan dijual ke Pasar Tawau secara ilegal, ini penyebabnya.

Ibarat buah simalakama, begitulah kondisi ekspor komiditi perikanan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Bagaimana tidak, puluhan tahun di Nunukan, pengusaha ekspor komoditi hasil tangkap nelayan terpaksa menjual ke pasar Tawau, Malaysia secara ilegal.

Baca juga: Pengepul Rumput Laut Nunukan Akui Angkut & Kirim Hingga Seribu Karung dalam Sepekan, Ini Kendalanya

Baca juga: Dinas Perdagangan Minta Pengepul Rumput Laut di Kabupaten Nunukan Segera Miliki Izin Usaha

Baca juga: Prakiraan Cuaca di Nunukan Hari Ini, BMKG Keluarkan Peringatan Dini untuk Wilayah Lumbis Ogong

Hanya sebagian kecil saja hasil tangkap ikan dijual di pasar Nunukan, Sebatik, Tarakan dan Tanjung Selor.

Namun sebagian besar dari hasil laut mereka dijual ke Tawau, Malaysia.

Pasalnya, harga jual ikan, utamanya jenis besar termasuk kepiting dan udang laris terjual di Tawau, Malaysia dengan harga yang fantastis dibanding dalam negeri.

Meski begitu, transaksi para nelayan dan pengusaha eskpor masih dilakukan secara tradisional atau tidak melewati pintu Keimigrasian.

"Hal ini tentu saja rawan terjadi tindak pelanggaran keimigrasian. Bisa saja para nelayan ditangkap oleh aparat keamanan di Malaysia, karena dianggap masuk secara ilegal. Ini sudah berlangsung selama puluhan tahun. Masyarakat selama ini menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar dan biasa-biasa saja," kata Kepala Dinas Perdagangan Nunukan, Dian Kusumanto saat memberikan sambutan di acara launching ekspor perdana komoditi perikanan di Sei Pancang, Sebatik, belum lama ini.

Lanjut Dian Kusumanto, kondisi itu ibarat buah simalakama, jika tetap dibiarkan maka bisa membahayakan para nelayan dan pengusaha ekspor itu sendiri, namun jika dilarang pemerintah belum mampu menyiapkan pasar yang mampu menggantikan pasar di Tawau, Malaysia.

"Ibarat buah simalakama, mau biarkan itu membahayakan nelayan dan pengusaha ekspor kita. Namun kalau dilarang, pasar kita yang belum ada seperti pasar yang ada di Tawau," lanjut Dian.

Kabid Pengembangan Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perdagangan Kabupaten Nunukan, Ari Suwagis Tuti, mengatakan, untuk saat ini pangsa pasar ekspor komiditi hasil nelayan Nunukan, masih berada di Tawau, Malaysia.

"Khususnya ikan, pangsa pasar untuk ekspor komiditi hasil nelayan kita masih di Tawau. Belum ada yang lain.
Dan ini sudah sejak lama, transaksinya masih bersifat tradisional. Dari segi pedagang pasti mencari untung sebesar-besarnya. Selama ini turun-temurun dilakukan, nelayan kita sampai sekarang masih lakukan itu," ucap Ari Suwagis Tuti kepada TribunKaltara.com, Senin (08/03/2021), pukul 15.00 Wita.

Di samping itu pula, harga jual ikan hasil nelayan di pasar Tawau, Malaysia lebih besar dibanding dipasarkan di dalam negeri.

"Kalau untuk ikan jenis besar nilai ekonominya tinggi. Jadi masyarakat lokal selama ini konsumsi ikan jenis Plagis (ikan-ikan kecil) seperti ikan Layang, karena harga masih terjangkau. Di sisi lain, daya beli di Nunukan kurang, sementara harga tinggi. Kalau dijual ke Tawau terserap semua. Jadi kita ekspor ikan besar ke Tawau, kita impor ikan kecil ke Nunukan," ujar wanita yang akrab disapa Ari itu.

Menurut Ari, pengusaha ekspor komoditi hasil nelayan di Nunukan tentu menginginkan transaksi secara legal, namun hingga kini status pelabuhan Nunukan belum ditetapkan jadi pelabuhan ekspor dan impor.

Bahkan, saat ini kata Ari, pihaknya sudah mengeluarkan 21 dokumen Surat Keterangan Asal (SKA) dan 3 dokumen masih dalam proses, untuk pengusaha ekspor komoditi hasil nelayan di Nunukan.

"Sebenarnya pengusaha kita itu ingin sekali legal. Sangat ingin, tetapi memang kendala kita ada pada regulasi soal dermaga. Kami sudah bersurat kepada Kementerian, semoga bisa dijawab surat kita. Kemarin sudah launching komoditi ekspor nelayan, tapi sarana dan prasarana kita yang belum ditetapkan. Itu yang jadi kendala," tuturnya.

Lanjut Ari, untuk pengusaha eskpor komoditi hasil nelayan, harus memiliki persyaratan yaitu dokumen Pemberitahuan Eskpor Barang (PEB) yang dikeluarkan oleh Bea Cukai.

Setelah itu, Dinas Perdagangan Nunukan akan mengeluarkan dokumen SKA.

Baca juga: Pelaku Perjalanan Dalam Negeri Wajib Tunjukkan Rapid Test Antigen, Ini Penjelasan Kepala KKP Nunukan

Baca juga: Warga Inhutani Minta Izin Bangun Rumah di Lokasi Eks Kebakaran, Pemkab Nunukan: Sementara tak Boleh

Baca juga: Sempat Vakum Gegara Covid-19, Polres Nunukan Buka Layanan SIM Keliling, Berikut Jadwal Lengkapnya

"Kita bersyukur ada launching ekspor perdana komoditi perikanan di Sebatik. Sebenarnya ini yang ditunggu-tunggu sejak lama. Karena sudah ada launching, kita berharap para nelayan nanti tidak langsung menjual secara tradisional lagi, tapi melalui mekanisme yang sudah ada. Utamanya dokumen-dokumen PEB dan SKA," ungkapnya.

Tak hanya itu, Ari berharap status pelabuhan Tunon Taka dapat segera berubah menjadi pelabuhan ekspor dan impor.

"Semoga surat kita bisa segera direspon oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan RI. Kalau status sudah berubah lebih memudahkan kita ekspor komoditi nelayan kita.
Jadi aktivitas ilegal akan terkikis sedikit demi sedikit. Tidak hanya ekspor tapi impor juga. Kita di perbatasan ini tidak bisa dipungkiri butuhkan barang dari Malaysia juga," imbuhnya.

Penulis: Febrianus felis.

Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com

Follow Twitter TribunKaltara.com

Follow Instagram tribun_kaltara

Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved