Perbatasan RI Malaysia

18 Tahun jadi Guru Honorer di Perbatasan RI-Malaysia, Lulusan S1 ini Diupah Rp 300 Ribu Per Bulan

18 tahun jadi guru honorer di perbatasan RI-Malaysia, lulusan S1 ini diupah Rp 300 ribu per bulan

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
Kolase KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO/SSCASN
Ilustrasi - Guru Honorer saat menggelar aksi damai 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - 18 tahun jadi guru honorer di perbatasan RI-Malaysia, lulusan S1 ini diupah Rp 300 ribu per bulan

Daud, warga Desa Tau Lumbis, Kecamatan Lumbis Hulu, mengaku sudah menjadi guru honorer sejak 2003 lalu di Sekolah Dasar Negeri 002 Tau Lumbis, Kabupaten Nunukan.

Sekadar diketahui, Desa Tau Lumbis merupakan desa paling ujung Indonesia bagian utara.

Baca juga: Hardiknas 2021, Kisah Guru Malinau Asal Jatim, 10 Tahun Mengajar di Kabupaten Perbatasan RI-Malaysia

Baca juga: Warga Perbatasan RI-Malaysia Keluhkan Kelangkaan LPG, Muktar: Pengiriman dari Balikpapan Terlambat

Baca juga: Cegah Penyelundupan Sabu di Perbatasan RI-Malaysia, Kapolres Nunukan Minta Mabes Polri Bentuk Satgas

Sebelum memutuskan mengabdi menjadi seorang guru honorer di perbatasan RI-Malaysia, bapak 3 anak itu merupakan seorang petani kebun.

Untuk bisa survive, Daud terpaksa harus berpindah-pindah ladang tiap kali panen, lantaran lahan yang ia kelola milik rekannya.

"Sebelum menjadi guru honorer saya seorang petani kebun. Saya kelola lahan orang. Jadi kalau tahun ini sudah selesai digarap, tahun depan pindah lagi ladang yang subur. Saya berladang hanya untuk bertahan hidup saja," kata Daud kepada TribunKaltara.com, Minggu (02/05/2021), pukul 14.00 Wita.

Meski begitu kata Daud, hasil panen kebun itu, hanya untuk dikonsumsi bersama anak dan istrinya.

Pasalnya, untuk bisa menjual hasil panen ia harus mengakses ke ibukota kecamatan dengan mengeluarkan biaya transportasi perahu sebesar Rp4.200.000 (pergi-pulang).

"Hasil panen kebun hanya untuk buat kami makan saja. Misalnya sekian ton beras itulah dipakai makan selama satu tahun. Kalau mau jual ke ibukota, harus naik perahu. Pergi pulang habiskan 350 liter BBM. Satu liter BBM harganya Rp12 ribu. Kalikan aja 350 liter. Jadi uang banyak habis untuk biaya transportasi saja," ucapnya.

Hal itu yang membuat Daud memutuskan untuk menjadi seorang guru, meskipun harus menjadi honorer.

"Saya 18 tahun jadi guru honorer. Kebetulan saat itu juga kekurangan guru di SDN 002. Di sekolah itu ada 8 guru yang terdiri dari 2 orang lulusan S1 termasuk saya. Satunya lagi lulusan SMA. Sementara, 5 guru lainnya lagi berstatus PNS," ujarnya.

Daud mengaku, dalam sebulan ia hanya mendapatkan upah Rp300 ribu dari 6 kali pertemuan selama satu minggu di sekolah.

"Saya guru Bahasa Indonesia dan Penjaskes. Satu hari ngajarnya bisa sampai dua jam," tuturnya.

Daud berharap kepada pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan guru honorer di perbatasan RI-Malaysia.

Tak hanya itu, ia juga menyampaikan agar dalam rekrutmen program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun ini, dapat memprioritaskan guru honorer dari perbatasan.

"Ya kami cukup-cukupi saja kebutuhan ekonomi keluarga. Ketiga anak saya masih SD dan istri seorang ibu rumah tangga saja. Kami harap Pemerintah Kabupaten dan Provinsi untuk bisa menaikan gaji honorer. Kalau bisa kami juga diprioritaskan untuk menjadi PPPK," ungkapnya.

Meski jauh dari ibukota kecamatan, Daud menuturkan niat mulianya untuk terus mengabdi menjadi guru di perbatasan.

"Saya ingin memajukan ilmu pengetahuan bagi anak-anak perbatasan. Sehingga mereka bisa menjadi generasi penerus yang berkualitas. Saya yakin mereka bisa mendapatkan hak yang sama seperti siswa/ siswi di daerah lainnya," imbuhnya.

Jaringan Jadi Kendala Guru Update Informasi

Ilmu pengetahuan tidak terlepas dari kemajuan teknologi dan informasi.
Namun, bagi masyarakat di perbatasan RI-Malaysia hal itu hingga kini masih jadi keluhan mereka.

Jaringan yang belum stabil membuat masyarakat, utamanya para guru kurang mengupdate ilmu pengetahuan yang berkembang di luar sana.

Baca juga: Tingkatkan Budaya Literasi di Perbatasan RI-Malaysia, Pemkab Nunukan Dapat Hibah Aplikasi I

Baca juga: Satu Tahun Korem Berdiri, Danrem 092 Maharajalila Brigjen Suratno Fokus Jaga Perbatasan RI-Malaysia

Baca juga: Dapat Rp200 Juta di Ajang Sholawat Nabi di Mesir, Putra Perbatasan RI-Malaysia Ngaku Buat Bantu Ortu

"Kalau saya di Tau Lumbis sekarang pasti nggak bisa wawancara gini. Jaringannya kadang baik kadang tidak. Kebetulan saya di pesisir Mansalong sekarang. Jadi jaringannya sedikit bagus. Kami masih kesulitan update perkembangan ilmu pengetahuan," pungkasnya.

Selain itu, akses jalan ke sekolah juga belum tersentuh aspal, sehingga membuat siswa/ siswi termasuk para guru terkendala pergi sekolah jika sedang hujan deras.

"Tapi agak sedikit mending dari sekolahan di tempat lain. Selain karena letaknya di pengunungan, di sini tanahnya agak keras. Jadi walaupun hujan masih bisa dilewati. Kecuali hujannya deras sekali. Sekolah sudah mulai tatap muka Maret lalu. Karena sampai saat ini belum ada kasus konfirmasi positif Covid-19 di sini," beber Daud.

Penulis: Febrianus felis.

Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com

Follow Twitter TribunKaltara.com

Follow Instagram tribun_kaltara

Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved