Perbatasan RI Malaysia
Kisah Santi, Guru Honorer di Perbatasan RI-Malaysia, 4 Tahun Tinggal di Ruang UKS, Digaji Rp 1 Juta
Mengabdi menjadi guru honorer di perbatasan RI-Malaysia merupakan hal yang tak mudah.
Penulis: Febrianus Felis | Editor: Amiruddin
TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Mengabdi menjadi guru honorer di perbatasan RI-Malaysia merupakan hal yang tak mudah.
Lantaran, hampir semua hal menjadi serba terbatas dan tidak ada pilihan lain selain menjalaninya dengan penuh kesabaran.
Hal itu dialami oleh Santi (31), seorang warga Sebatik, Kabupaten Nunukan, sejak 2015 menjadi guru honorer di SDN 012, Jalan Sei Banjar, RT 07, Desa Binusan Dalam, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Baca juga: Prakiraan Cuaca Rabu 26 Mei 2021, BMKG Prediksi 3 Wilayah di Nunukan Diguyur Hujan Ringan Siang Ini
Baca juga: Pasca Idul Fitri, Nunukan Kembali Berstatus Zona Oranye Covid-19, Konfirmasi Corona Tambah 6 Kasus
Baca juga: Judi Sabung Ayam Marak Terjadi di Nunukan, Kapolres AKBP Syaiful Anwar Angkat Bicara & Amankan ini
Sebelumnya, Santi merupakan guru honorer di sebuah sekolah Paud di Sebatik selama 5 tahun, sejak 2009 lalu.
Lalu, pada 2015, ia memutuskan pindah ke Kecamatan Nunukan, lantaran mengikuti sang suami yang juga guru di SDN 012. Namun bedanya, sang suami sudah berstatus PNS.
Ibu dua anak itu, mengaku selama di Nunukan, ia tinggal 4 tahun di ruang Unit Kesehatan Sekolah ( Ruang UKS ) yang berukuran 3×5 meter, bersama suami dan anaknya.
"Ya 4 tahun kami tinggal di ruang UKS. Makan dan tidur di situ. Lalu 2019 kami pindah ke perumahan guru belakang sekolah. Sudah direnovasi tapi tiangnya rumahnya masih goyang. Apalagi kalau banjir, tiangnya goyang kayak mau roboh. Tapi ya sedikit lebih besar ruangannya dari UKS," kata Santi kepada TribunKaltara.com, Rabu (26/05/2021), pukul 10.00 Wita.
Tak hanya itu, menjadi guru di SDN 012, Santi harus terbiasa dengan situasi ketiadaan listrik dan jaringan alias blankspot.
Hal itu sedikit membuat santi dan 5 guru lainnya kewalahan, lantaran harus mengantarkan materi ke rumah peserta didik yang letaknya terpisah-pisah dan berjauhan.
"Di sini hanya air saja yang berlimpah karena ada mata air. Pemilik tanah sudah wakafkan ke sekolah. Jadi kalau mau antar materi kami harus mengendarai sepeda motor dengan jarak berkilo-kiloan. Bahkan rumah paling jauh itu 20 km," ucapnya.
Lanjut Santi," Apalagi kalau lagi hujan, sudah tentu banyak siswa yang tidak turun sekolah. Akses jalan berlumpur, motor kami tidak bisa lewat. Karena belum ada pengerasan jalan dan ada jalan yang masih tanah merah.
Jadi kami hanya antar materi ke rumah siswa yang dekat. Siswa yang rumahnya jauh dari sekolah, mereka datang bersama orang tuanya, sore hari. Tunggu jalan sedikit baik," ujarnya.
Menurut Santi, guru PNS yang ada di SDN 012 hanya 6 orang. Sementara, guru honorer ada 2 orang termasuk dirinya.
Baca juga: Cuaca Kabupaten Nunukan Senin 24 Mei 2021, Hujan Ringan Diperkirakan Turun di 6 Wilayah Ini
Baca juga: Tahun Ajaran Baru, Disdikbud Nunukan Beber PPDB Serentak 21 Juni, Simak 4 Jalur yang Boleh Digunakan
Baca juga: Perayaan Trisuci Waisak 2021 di Nunukan, Roby Gunawinata: Umat Dibatasi 30 Persen Kapasitas Vihara
Saat ini sekolah hanya memiliki 4 ruang kelas, satu ruang perpustakaan yang juga digunakan sebagai ruang belajar untuk kelas V, lalu 4 toilet dan 1 kamar mandi.
"Sekolah lagi dalam perbaikan. Dulu sekolahnya terbuat dari kayu. Sekarang ini, lagi dibangun jadi tembok dan berlantai keramik. Itupun ruang kelasnya butuh penambahan satu, karena kelas V selama ini pakai ruang perpustakaan," tuturnya.
Selama perbaikan gedung sekolah, Santi dan guru lainnya terpaksa mengajar di pondok kecil dengan kapasitas 15 orang.
Dengan pola mengajar yang dibagi beberapa shift, sehingga semua peserta didik mendapat kesempatan belajar yang sama.
"Karena kalau mau antar materi terus, rumah siswa jauh. Mau virtual nggak ada jaringan. Jadi sesekali kumpul untuk berikan penjelasan.
Pas ujian kenaikan kelas lalu, kami print materi lalu antar satu per satu ke rumah siswa. Sampai saya sempat sakit karena tidak bisa jalan jauh. Dan pernah jatuh dari motor juga karena jalanan licin," ungkapnya.
Alumni S1 PGSD Universitas Terbuka Borneo Tarakan itu, mengaku sanggup bertahan dengan upah Rp 1 juta perbulan, sebab profesi guru sudah diimpikan Santi sejak kecil.
Santi menuturkan, dirinya akan mengikuti tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang akan dibuka pendaftarannya pada Juni mendatang.
"Mudahan bisa lolos. Karena formasi hanya 1 di sekolah ini. Honornya di sini ada dua. Tapi yang satu guru agama Islam. Sempat orang bilang, kenapa mau jadi guru honorer di situ, nggak ada listrik, blankspot, akses jalan nggak bagus, lalu gajinya segitu.
Baca juga: Atasi Stunting, Disdikbud Nunukan Gelar Progasda Plus di Desa Binusan Dalam & 3 Sekolah Terpencil
Baca juga: Cerita Kepsek SDN 012 Nunukan, Nasib Sekolah Terpencil, Mulai Blankspot Hingga Belajar di Pondok
Baca juga: Waspada, BMKG Prediksi 4 Wilayah di Nunukan Berpotensi Mengalami Cuaca Ekstrem Selasa 25 Mei 2021
Saya jawab, tidak masalah memang cita-cita saya jadi guru. Perihal honorer, bagi saya itu proses," imbuhnya.
Saat ini Santi mengajar kelas I SD, dengan jumlah peserta didik 11 orang. Adapun materi yang ia ajarkan yakni Matematika, PKN, Bahasa Indonesia, dan SBK.
"Selama pandemi Covid-19 hanya 1 jam saja saya mengajar di pondok. Yang susahnya itu, kadang anak-anak di kasi tugas, ada yang orang tuanya nggak bisa ajarkan. Karena beberapa orang tua nggak bisa baca tulis.
Di sini keseharian orang tua murid ya ikat rumput laut, buruh sawit, sehingga malam hari baru pulang. Banyak orang tua yang meminta sekolah tatap muka segera dibuka," pungkasnya.
(*)
Penulis: Febrianus Felis
Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com
Follow Twitter TribunKaltara.com
Follow Instagram tribun_kaltara
Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official