Berita Tarakan Terkini
Cerita M Yainuri, Pelaku UMKM Sukses Sulap Lapak Sayur jadi Minimarket lewat Program KUR BRI
Cerita Yainuri pernah digusur Satpol PP Tarakan, sekarang sukses kolaborasi minimarket & lapak sayur.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Jatuh bangun memulai bisnis dari titik nol, mulai dari berjualan sayuran keliling, M Yainuri kini berhasil memiliki minimarket sendiri.
Terhitung sekitar 11 tahun perjuangan memulai usaha kecilnya, dari sekadar menjual sayur keliling menggunakan sepeda ontel, akhirnya Yainuri sukses membuka minimarket yang berada di Jalan Kamboja, Kelurahan Karang Anyar, Kota Tarakan, Kalimanta Utara.
Minimarket itu memang belum terpampang nama. Namun rencananya ia akan menamakan minimarket miliknya yakni Elshinta Mart. Nama ini diadopsi dari nama panjang sang istri, Elfiani Shinta.
Yainuri atau lebih akrab disapa Bang Jek di kalangan komunitas penjual sayur, tak instan membuat minimarket yang dikolaborasi dengan lapak sayur.
Baca juga: Berawal Hobi Pelihara Ikan, Aji Junaedi Dapat KUR BRI Rp 50 Juta, Sekarang Mampu Cetak 10 Kolam Lele
Sekilas penampakan dari depan, itu hanya lapak atau kios sayur dan sembako biasa yang bisa ditaksir luasannya hanya sekitar 8 meter x 6 meter tampak dari depan.
Namun saat melewati lapak sayur dan memasuki pintu, siapa sangka ternyata di dalamnya ratusan bahkan ribuan aneka sembako, barang-barang kebutuhan dapur ibu rumah tangga terpanjang dalam ruangan ini.
Menurut Yainuri , siapa saja yang baru pertama kali masuk pasti kaget karena ternyata di belakang lapak sayur, ada minimarket.
Ia memang sengaja mengkolaborasikan minimarket dan di depan minimarket ada lapak sayur.
Konsep marketing seperti ini sebenarnya sudah mulai diikuti beberapa pemilik minimarket dan kios di wilayah Tarakan.
Namun siapa sangka ternyata M Yainuri adalah pecetusnya. Konsepnya yang sederhana ternyata begitu bermanfaat bagi pelanggannya.
“Tadinya cuma mau beli keperluan sembako, tapi lihat ada sayuran, ada ikan, ada ayam, pasti yang datang mikir sekalian belanja juga,” ungkapnya.
Apalagi dalam kondisi pandemi tentu masyarakat yang malas ke pasar lebih memilih ke lapak sayur dan minimarket terdekat seperti minimarket miliknya. Dari sinilah rezeki Yainuri terus mengalir.
Lebih detail pria yang hanya mengenakan kaos oblong dan jaket serta celanda pendek ini, bercerita bagaimana ia akhirnya mulai merintis minimarket miliknya yang dimulai dari lapak sayur.
Ia dulunya hanya pendatang, berasal dari Samarinda. Sebelumnya di Samarinda memang pernah bekerja di toko sembako. Karena sesuatu hal, ia terpaksa pindah ke Tarakan. Di sinilah ia memulai peruntungan hidupnya sejak 2010 lalu.
“Betul-betul mulai dari nol. Saya ke sini sendirian, ketemu teman dan ditawari kerjaan sama teman komunitas di kampung, jualan sayur. Rata-rata waktu itu masih pakai sepeda ontel. Cuma satu dua pakai motor,” beber Yainuri .
Saat itu dalam komunitasnya yang berjumlah 200 orang, bisnisnya sama semua, yakni jualan sayur.
Ia pun memutar otak bagaimana agar bisnisnya berkembang meski bisnis yang dijualkan atau digeluti sama.
Mulailah saat itu memodifikasi jualan. Selain sayur perlahan-lahan menambah jualan bahan atau bumbu dapur. Tak membutuhkan waktu lama, jarak 3 bulan sudah bisa pakai motor.
Baca juga: Berawal dari Nasabah Pinjaman Beralih Menjadi AgenBRILink, Kini Miliki 1.500 Transaksi Per Bulan
“Sementara teman-teman lain yang sudah lama masih bertahan pakai sepeda jualan sayurnya. Tiga bulan kemudian akhirnya bisa ganti kendaraan roda tiga. Kami masih keliling saat itu,” ungkapnya.
Setelah itu akhirnya, ia bisa mengganti kendaraan dari tiga roda berganti kendaraan pikap. Berjualan sayur menggunakan sepeda ontel dan mobil pikap tentulah berbeda dan ada kurang lebihnya.
“Karena kalau pakai mobil kami tidak bisa masuk gang-gang. Jadinya mangkal di depan Masjid Darul Akbar. Kami waktu itu sekalian hampar terpal.
Dan pembeli menggila saat itu, sampai ada yang parkir sembarangan. Dan datanglah Satpol PP menegur kami,” ungkapnya terkekeh.
Waktu itu sebenarnya bukan sekali dua kali ditegur. Berkali-kali pihak Satpol PP melakukan teguran. Namun kondisinya saat itu pelanggannya juga banyak. Akhirnya sempat kucing-kucingan.
“Masih di zaman Pak Dison waktu itu. Tapi beliau orang baik. Jadi saya dinasihati, bahkan katanya jualan saya ini bisa jadi inspirasi karena, jualan sembako di rumah di Gang Nipah, sambil jualan sayur,” bebernya.
Karena dianggap parkiran pelanggan mengganggu lalu lintas pengendara, beruntung ia diperbolehkan pemilik lahan untuk membabat semak belukar tak jauh dari lapaknya. Itu saat sudah pindah ke Jalan Kamboja.
“Saya ketemu sama orangnya. Dan sekalian mau buat lapak di situ mau sewa. Dan Alhamdulillah diizinkan. Dikasih tempat akhirnya waktu ada lapak di sini tambah ramai,” ujarnya.
Sebenarnya kata Yainuri, keinginannya membuat mini market awalnya hanya dimulai dari angan-angan. Karena seringnya lewat di depan toko atau minimarket yang sudah duluan sukses.
“Waktu itu tahun 2012. Dalam hati itu bicara sendiri, kapan bisa punya toko seperti ini yaa. Eh ternyata sekarang sudah bisa punya, alhamdulillah,” ungkap M Yainuri bersyukur.
Setelah berhasil membangun lapak, ia masih berjualan keliling menggunakan pikap. Istrinya Shinta yang berjualan di rumah, ia berkeliling berjualan.
Tak sedikit nyinyiran dan cemohan dari orang-orang yang melihat ia berjualan sayur sekaligus membawa sembako dan aneka bumbu dapur.
“Jadi bahan olok-olokan. Karena gak ada yang jualannya seperti saya waktu itu. Tapi namanya biasalah satu profesi saya anggap itu sudah biasa,” ujarnya.
Baca juga: Dulu Jual Ikan di Pasar Tawau, Kini Rustan Jadi Eksportir & Miliki Lahan Sawit Ratusan Hektare
Teknik menarik pelanggan, tidak semua barang yang dibelinya dari pemasok atau dari pasar dan dijual dengan harga lebih tinggi. Istilahnya itu hanya pemancing untuk menarik banyak pelanggan mau berbelanja.
“Kami beli tahu dan tempe Rp 3.000 di pasar, saya jual Rp 3.000 juga ke pelanggan saya saat keliling. Ayam juga begitu Rp 30 ribu dijual di pasar, saya jual sama pelanggan sama nilainya,” sebut Yainuri .
Alasannya sendiri karena itu tadi hanya untuk memancing pelanggan. Karena semisal pelanggannya ingin membeli ayam, pasti membutuhkan juga bumbu dapur, daun sop, dan aneka bumbu pelengkap lainnya.
“ Nah kalau di barang lainnya baru saya naikkan harga. Jadi keuntungannya ada di situ. Teknik pemasaran ini juga saya terapkan di minimarket awal-awal dibuat. Jadi tidak semua item harus kita ambil untungnya,” beber Yainuri .
Jika ditanyakan rugi, menurutnya tidak. Karena kata Yainuri , misalnya ia membawa jualan 100 item, 5 item harganya tidak dinaikkan dan disamakan dengan harga pasaran, masih ada 95 item jualan lainnya yang bisa memperoleh keuntungan.
Seperti itu teknik marketing yang selalu ia terapkan selama 11 tahun merintis usahanya. Belum memasuki waktu subuh, ia sudah ke pasar memborong bahan baku untuk dijualkan kembali. Pagi pukul 06.00 WITA, ia mulai berkeliling.
Rutenya dulu di awal-awal setelah dari Pasar Gusher, ia berkeliling sampai masuk ke belakang Kantor POS di Jalan Jenderal Sudirman.
Yaunari juga sempat nyasar dan tersesat saat awal-awal jualan. Berjalannya waktu, ia tak menampik selalu ada muncul gesekan. Bahkan ia dianggap merebut pelanggan sesame penjual sayur.
“Tapi biar saja. Yang penting saya tidak merasa merebut. Kan posisinya saya mangkal di tempat sehari-hari saya. Orang-orang yang memilih datang ke tempat saya saat itu.
Lari ke lapak saya karena saya punya jualan lengkap sama sembako, bumbu dapurnya. Tapi itu biasa dalam dunia bisnis. Bahkan setelah lihat saya sampai bisa bangun lapak, sempat dibilang saya main dukun,” ungkapnya terkekeh lagi.
Selain dianggap pernah memakai dukun, juga pernah mengalami kecelakaan saat membawa motor jualan sayurnya. Posisinya saat itu Mulawarman sedang banjir.
“Jadi semua orang pada pakai satu jalur. Ada yang lawan arah karena jalur satunya banjir. Saya ditabrak orang, tangan saya sampai dioperasi. Yaa tur damai saja kemarin karena sama-sama salah,” bebernya.
Hingga akhirnya memasuki 2020, ia pun memulai membangun minimarket. Membangun minimarket tentulah membutuhkan modal sangat besar saat itu.
Yaunari terpikir kembali untuk meminjam modal ke BRI Cabang Tarakan. Ini bukan kali pertama sebenarnya ia berani melakukan pinjaman untuk modal usaha.
Di 2013 lalu ia sudah memulai pinjama lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kata Yainuri , yang terpikirkan saat membuka lapak harus bermodal nekat.
Dan sudah mempertimbangkan sudah ada tempat tinggal saat itu di lapak yang dibangun dari jerih payahnya berkeliling jualan sayur.
“Jadi jaminan saat itu pakai sertifikat tempat tinggal. Dan saya pikir penghasilan pasti selalu ada dan modal terputar, jadi ada agunan yang bisa dibayarkan,” bebernya.
Saat itu pinjaman awal hanya Rp 25 juta lewat program KUR. Itu digunakan untuk menambah modal sembako. Saat mengajukan pinjaman modal pun menurutnya tidaklah dipersulit.
“Bunganya sekitar 9 persen saat itu. Syaratnya Cuma sertifikat rumah, waktu itu teman syaratnya cuma BPKB,” bebee Yainuri .
Dari modal Rp 25 juta, perlahan mengikuti agen penyedia produk sembako. Meski tak bisa mengikuti harga potongan tertinggi (tarif standar ditetapkan agen untuk sebuah produk), ia mencari agen yang menyediakan harga lebih murah.
“Jadi cari agen yang murah. Cari potongan yang masih bisa dijangkau.Waktu itu sudah jadi kios sambil jualan sayur saya. Bisa di kisaran Rp 10 juta itu sudah gabung di kios dan hasil pendapatan keliling pakai roda tiga,” bebernya.
Setelah memiliki pikap, penghasilan bisa lebih bertambah. Karena memang saat itu sangat banyak produk item yang dibawa. Ibaratnya kios mini keliling yang dibawa ke pelanggannya.
“Kalau pas keliling pakai mobil rata-rata waktu itu Rp 15 juta. Bisalah gaji karyawan. Kadang kehabisan stok di mobil, maka pinjam motor orang ambil stok,” ujarnya.
Setelah lapaknya selesai, ia terpikir membuat minimarket di 2020. Untuk pinjaman kembali dilakukan di level KUR Rp 500 juta.
“Dari awal pinjaman Rp 25 juta memang tidak pernah putus ke BRI. Dan jalan terus. Syukurnya usaha kami ini memang semua berkat bantuan modal dari BRI. Betul-betul dari nol datang ke Tarakan modal bawa baju dan numpang di rumah teman,” kenangnya.
Pasca melakukan pinjaman modal Rp 25 juta, usahanya kian laris dan berkembang. Usahanya meningkat dan pelanggannya pun semakin banyak.
Belum lagi penghasilannya hanya dari modal jualan sayur keliling karena saat itu ia masih berjualan keliling menggunakan pikap dan istrinya yang menjual sayur dan sembako di rumah.
Yainuri saat ini masih memiliki cita-cita untuk memperluas minimarket miliknya. Dan menargetkan bisa membeli lahan kosong di sebelahnya.
“Kalau ini bangunannya ada yang sudah lama. Terus digabungkan. Dan kami beli bangunan dan tanahnya. Alhamdulillah saya bersyukur dari BRI bisa bantu saya,” tukasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah