Mutiara Ramadan
Etika dan Estetika Menyambut Ramadhan
Setiap memasuki bulan Ramadhan ada-ada saja yang menarik perhatian untuk disimak, dilakoni dan bisa dikritisi (diluruskan) oleh umat Islam.
Man fariha bidukhuli ramadhan harramallahu jasaduhu ‘alan-niran, barang siapa bergembira (keimanannya) menyongsong masuknya bulan ramadhan, diharamkan Allah jasadnya disentuh api neraka.
Seharusnya kita mengalami estetika,merasakan keindahan di kala masuknya Ramadhan, Iman kita berucap; Syukur Alhamdulillah masih diberi kesempatan hidup oleh Allah SWT bertemu bulan penuh rahmat, ampunan dan melakukan pertobatan agar bisa terhindar dari siksa api neraka.
Baca juga: Pancasila dalam Perbedaan Awal Ramadhan Tahun 2022
Kegembiraan Iman semacam itulah seharusnya kita hadirkan kepermukaan sadar saat memasuki keagungan dan kesucian Ramadhan.
Tetapi..., ya itulah, ketika memasuki hari pertama justru ada pemandangan khas Ramadhan muncul di berbagai tempat, seperti pasar ramadhan, pasar kue/wadai.
Sudah barang tentu keberadaannya dimaksudkan memberikan kemudahan bagi umat Islam yang beribadah puasa membeli kue-kue untuk berbuka puasa, sekaligus sebagai rejeki Ramadhan bagi penjualnya.
Keberadaan pasar kue juga termasuk Estetika Ramadhan, tapi janganlah sampai “kebablasan”pula melabrak Etika, seperti memajang kue-kue dan minuman siap saji di pinggir jalan secara terbuka pada jam 12 siang, jauh sebelum waktu berbuka puasa.
Di masjid, lebih penting lagi diperhatikan betul etika dan estetika Ramadhan, seperti Mu’adzin dan Imam shalat, selain harus indah suaranya, tapi juga tajwid bacaannya saat mengumandangkan Adzan dan melafalkan ayat-ayat suci Al qur’an wajib tepat dan bagus, enak kedengaran di telinga.
Baca juga: Dijelaskan Ustadz Abdul Somad, Begini Hukum Ziarah Kubur Sambut Ramadhan
Sehingga dengan demikian melahirkan Estetika. Jamaah pun betah, senang hati, dan khusyu’ beribadah.
Estetika keindahan suara adzan, keindahan suara Imam shalat termasuk ujung tombak dakwah Islam.
Keduanya harus menjadi perhatian serius para takmir masjid sehingga mengetuk hati pendengarnya.
Selain dua hal itu, tradisi panggilan sahur pun harus digarap estetikanya secara apik.
Dulu panggilan sahur melafalkan: “Astaghfirullah rabbal baroyya, astaghfirullah minal khathoya”, yakni ucapan-ucapan musikal menjelang Imsak.
Atau, “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul-‘afwa fa’fu ‘anna”.
Tapi sekarang dangdutan, petasan, leduman bambu, musikal kaleng dan panci bekas, ini harus ditertibkan. bukankah Allah itu Maha Etik, Maha Estetik? dan memerintahkan kita untuk menegakkan etika dan estetika..! Bukankah Allah itu maha indah, dan menyukai keindahan..! (*)