Berita Malinau Terkini

Marak Kasus Kekerasan Anak dan Komitmen Malinau Sebagai Kabupaten Layak Anak; Tak Sekadar Program

Marak kasus kekerasan anak dan komitmen Malinau sebagai Kabupaten Layak Anak; Tak sekadar program.

Penulis: Mohamad Supri | Editor: M Purnomo Susanto
(HO/Tagana Malinau)
Ilustrasi, Trauma Healing oleh Relawan Tagana Malinau untuk anak terdampak bencana di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNKALTARA.COM, MALINAU - Marak kasus kekerasan anak dan komitmen Malinau sebagai Kabupaten Layak Anak; Tak sekadar program.

Kabupaten Malinau sebelumnya telah menetapkan Perda 6/2020 tentang Kabupaten Malinau sebagai kabupaten layak anak (KLA) awal tahun 2021 lalu.

Bahkan pada tahun 2018 silam, Bupati Malinau menerima penghargaan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak sebagai kabupaten inisiator menuju KLA.

Baca juga: Pengaruhi Stabilitas Bahan Pokok di Apau Kayan, Sejauh Mana Pengerjaan Jalan Perbatasan di Malinau?

Kasus kekerasan terhadap anak di Malinau 3 kali berturut-turut dalam sebulan terakhir menimbulkan tanda tanya publik.

Apakah KLA benar-benar efektif memerangi kasus-kasus kekerasan terhadap anak, pasca kabupaten ini mendeklarasikan diri sebagai kabupaten layak anak?

Aktivis Perempuan Kalimantan Utara, Norjannah mengatakan saat ini pemerintah meluncurkan program DRPPA (Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak).

Saran untuk menigkatkan peran bersama dalam mencegah dan mengawasi adanya tindak kekerasan terhadap anak salah sastunya.

"Di Bulungan ada dua desa yang dipilih sebagai Pilot Project Program DRPPA. Tak sekadar program, tapi yang terpenting action. Kampanye perlindungan anak dan perempuan dapat dimaksimalkan dengan menggandeng komunitas-komunitas," ujar Norjannah melalui telepon seluler, Selasa (19/4/2022).

Perempuan yang juga aktif mengadvokasi isu lingkungan tersebut menerangkan KLA tak lebih sekadar gelar jika instrumen pencegahan dan penanganan tidak dijalankan.

Data tahun 2021 Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Sosial Malinau, 3 tahun terakhir laporan kasus kekerasan terhadap anak bervariasi.

Baca juga: Jadwal Speedboat Reguler Malinau ke Tarakan Selasa 19 April 2022, Berangkat Hingga Siang Hari

Jumlah perempuan dan anak sebagai korban pada tahun 2019 lalu sebanyak 3 kasus dan tahun 2020 lalu naik menjadi 4 kasus.

Sama halnya dengan jumlah pengaduan yang diterima P3AS Malinau turut mengalami kenaikan. Dari 9 pengaduan tahun 2019 dan 12 pengaduan di tahun 2020.

Sementara jumlah tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak menurun.

Semula 22 kasus pada tahun 2019 menjadi 7 kasus di tahun 2020.

Jika dirunut berdasarkan data, lemahnya mitigasi dan penanganan kekerasan terhadap anak diantaranya minimnya keterlibatan organisasi.

Saat ini hanya 1 komunitas yang terdata sebagai organisasi anak yang dilibatkan. Meskipun, terkadang hanya dikibatkan dalam kegiatan seremonial.

Norjannah mengusulkan perlunya keterlibatan dan peran serta masyarakat. Kampanye anti kekerasan anak dan perempuan adalah satu dari sekian ikhtiar perujudan KLA.

Aktif bergiat di komunitas anak dan perempuan menurut Norjannah membuatnya memahami, titk berat penerapan KLA adalah mitigasi.

Baca juga: 3 Kasus Kekerasan Terhadap Anak Terjadi di Malinau, Psikiater Akan Dilibatkan Pulihkan Trauma Korban

Selain itu, arah penanganan kasus-kasus kekerasan perlu dipusatkan pada korban sebagai pihak yang paklling terdampak akibat kejadian serupa di masa mendatang.

"Kita tak hanya fokus pada pelaku, tetapi lebih utama adalah korban, karena ketika trauma, itu bisa dirasakan korban seumur hidup.

Belum lama ini DPRR RI juga telah mengesahkan UU TPKS, bagaimana daerah bisa menindaklanjuti itu, apakah hanya menunggu turunan dari regulasi itu, atau jemput bola, agar ketentuan itu bisa diterapkan di Kaltara," ujarnya.

(*)

Penulis : Mohammad Supri

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved