Berita Tarakan Terkini
Solusi PPDB SMAN 2 Tarakan, Anggota DPRD Kaltara Syamsuddin Arfah: Bisa Berlakukan Kelas Filial
Anggota DPRD Kaltara Syamsuddin Arah solusi PPDB di SMAN 2 Tarakan dapat dilakukan dengan membiuka kelas filal. mendekatkan sekolah dengan daerah.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Kelas filial menjadi salah satu solusi yang bisa mengatasi kebutuhan kelas atau rombel setiap kali penerimaan peserta didik baru (PPDB) khususnya tingkat SMA dan SMK di Kota Tarakan.
Dikatakan Anggota DPRD Kaltara, Syamsuddin Arfah, pihaknya juga sudah mendengar informasi adanya keluhan masyarakat terkait sistem zonasi saat PPDB kemarin yang menyebabkan satu wilayah tak bisa terakomodir lantaran terbentur kebijakan tersebut.
Misalnya pada kasus anak-anak yang ingin bersekolah di SMAN 2 Tarakan yang berdomisili di Pantai Amal dan Mamburungan area Tanjung Pasir tak bisa bersekolah di SMAN 2 lantaran terbentur zonasi kecuali yang mendaftar melalui jalur afirmasi. Sehingga ada opsi yang bisa diberikan selain membangun sekolah baru. Yakni membuat kelas filial.
“Berbicara zonasi, melihat usulan membangun sekolah harus melihat kelayakan atau tidak. Kalau tidak, kita bisa membuat kelas filial. Kelas filial mendekatkan sekolah terntu kepada daerah tertentu,” ungkap Syamsuddin Arfah.
Baca juga: Disdikbud Kaltara Respons Keluhan PPDB di SMA Tarakan, Warga Tanjung Pasir Terkendala Zonasi
Misalnya sebut Syamsuddin, di wilayah Tarakan Timur. Dimungkinkan bisa didirikan kelas filial jika seandainya belum layak dibangun gedung sekolah.
Kemudian lanjutnya, tetap harus memperhitungkan sekolah swasta.
“Hitungannya perlu bangun sekolah atau kita mendirikan kelas filial saja. Kelas filial misalnya bagian dari SMAN 1 dan SMAN 2 yang ada di Tanjung Pasir dan Amal misalnya,” ujarnya.
Baca juga: Keluhkan Wilayah Binalatung dan Tanjung Pasir Terbentur Aturan Zonasi, Gubernur Diminta Turun Tangan
Ia mengungkapkan opsi kelas filial lebih realistis jika ingin berbicara anggaran karena untuk membangun sekolah baru membutuhkan jangka panjang dan harus melihat urgensi dan kelayakan.
“Daripada mendirikan sekolah costnya besar, hitung-hitungannya apakah dirikan sekolah atau kelas filial, karena masih pada persoalan zonasi membuat ada masalah,” ujarnya.
Sehingga ia mengungkapkan perlu potret atau gambaran pendidikan di Kaltara dan menjadi rekomendasi apakah perlu mendirikan sekolah baru.

“Kalau dilihat di lima kabupaten dan kota, sesungguhnya, persentase tetap lulusan masuk sekolah negeri yang tertampung cum 63 persen. Ada 37 persen yang tidak tertampung. Berarti kan ada di swasta dan sebagainya. Ini kita hitung berapa persen orang mau masuk swasta,” ujarnya.
Berapa persen juga yang tetap memaksakan ingin masuk sekolah negeri dan bagaimana solusinya. “Dan ini masih kita hitung. Kalaupun juga harus masuk sekolah swasta juga karena kita tidak menutupi, nanti kita buat, perlu gak dibuat subsidi,” ujarnya.
Namun lanjutnya, berbicara subsidi harus dibuat komitmennya kepada sekolah swasta tertentu karena lanjutnya, jangan sampai setelah dibantu dia tetap menarik uang SPP kepada siswa.
Baca juga: Pasca PPDB, 30 Orang Tiap Hari Minta Bantuan ke Dinsos Tarakan, Arbain Sebut Layani BPS Kesehatan
“Misalya dibantu Rp 2 juta subsidi, padahal SPP Rp 5 juta, tapi tetap narik Rp 5 juta, jangan sampai begitu,” ujarnya.
Lebih jauh membahas kelas filial, teknisnya nanti kemungkinan memanfaatkan beberapa rombel satu sampai dua kelas.
“Hanya menyiapkan dua kelas misalnya. Dan juga siapkan gurunya, daripada mendirikan sekolah kan biayanya besar. Tapi sebelum itu memang harus dihitung apakah perlu bangun sekolah, jangan sampai bangun sekolah padahal hanya butuh tambah kelas,” tegasnya.
Adapun penerapan sekolah filial di tingkat SMA/SMK di Tarakan memang diakuinya belum ada. Namun untuk tingkat SD sudah ada diterapkan kelas filial.
Baca juga: Polemik PPDB Kaltara di SMAN 1 Tarakan, Orangtua Calon Peserta Didik Layangkan Protes Keras
“Di Tanjung Pasir juga ada tapi level SD yang diterapkan. SMA saya belum lihat. Kalau berhasil kan itu bagian dari sekolah itu. Artinya tanggung jawab dan pengawasan ada di sekolah itu.” Pungkasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah