Berita Tarakan Terkini
Bunker Bersejarah Dirusak, Wali Kota Tarakan Berang, Tegaskan Merusak Cagar Budaya Bisa Dipidana
Salah satu situs bersejarah, loopghraf, bagian dari jenis bangunan bunker yang menjadi peninggalan bersejarah di Kota Tarakan dilaporkan rusak.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Salah satu situs bersejarah, loopghraf, bagian dari jenis bangunan bunker yang menjadi peninggalan bersejarah di Tarakan dilaporkan dibongkar oknum warga.
Informasi beredar, loopghraf atau shelter perlindungan yang berlokasi di Jalan Teuku Umar, Kelurahan Pamusian, Kecamatan Tarakan Tengah, Tarakan yang merupakan peninggalan zaman Belanda dibongkar untuk dibangun kafe.
Pantauan TribunKaltara.com, Senin (6/2/2023) di lokasi, tampak aktivitas pembangunan sedang berjalan dan tak berhasil menemui sang pemilik ataupun pengelola atau orang yang bertanggung jawab di lokasi.
Kondisi bunker juga sudah tampak rusak di sebagian badan penutup dan menyisakan rangka besi dan konstruksi yang begitu kuat.
Baca juga: Kota Tarakan Resmi Punya Gedung Labkesda Sendiri, Pengiriman Sampel tak Perlu Keluar Kaltara
Wali Kota Tarakan, dr Khairul, MKes tampak geram dan mengecam keras perbuatan yang merusak salah satu situs bersejarah tersebut.
Pihaknya juga sudah menginstruksikan kepada Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Tarakan untuk memberikan teguran.
Khairul mengatakan pihaknya telah memberikan teguran, dan informasinya sudah dihentikan kegiatan yang menyentuh situs tersebut.
“Sudah kita tegur dan sudah berhenti kayaknya. Sudah disetop. Cuma ketahuannya setelah dia dibongkar.
Itu sebenarnya masuk Cagar Budaya, nggak boleh dihancurin sebenarnya,” tegas Khairul kepada awak media, Senin (6/2/2023) siang tadi.
Ia melanjutkan jika pun pemilik lahan atau pengelola lahan ingin membangun warung atau kafe, keberadaan situs harus dipertahankan.
Hal itu tentu menjadi poin plus yakni menambah daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
“Jangan sampai mengubah bentuk apalagi menghancurkan, sayang sekali, walaupun itu berdiri di atas lahan sendiri.
Contoh hutan kota, walaupun lahannya masyarakat, ya gak boleh dia bangun, boleh hanya untuk tanaman, tidak boleh dipotong dan bikin rumah.
Karena bisa kena masalah hukum, karena tidak sesuai tata ruang wilayah, walaupun tanah sendiri,” tegasnya.

Memang sebenarnya kata Khairul , idealnya itu dibeli oleh pemda, namun lanjutnya saat ini persoalannya anggaran saat ini.
Namun lanjutnya, seharusnya pemilik lahan bisa melihat benda bersejarah itu jika dioptimalkan justru bisa menambah daya tarik, dengan cara tetap mempertahankan keberadaan benda bersejarah tersebut.
Kembali ditanyakan alasan pemilik lahan menghancurkan, ia tak mengetahui pasti.
Tindakan yang sudah dilakukan pemerintah adalah pertama melakukan peneguran.
“Sudah ditegur, sudah ditangani dan detail bisa ke Bu Agustina, Kepala Disbudporapar.
Laporan Bu Agus sudah setop sudah berhenti sejak didatangi, tapi sebagian sudah telanjur hancur, sayang.
Nah ini bagaimana merekonstruksikan bisa direstorasi sebenarnya tapi butuh ahli karena ini sayang sekali,” ujarnya.
Dengan kasus ini lanjut Khairul, pemerintah sebenarnya sudah melakukan inventarisasi termasuk disampaikan kepada masyarakat yang memiliki lahan di atasnya terbangun situs bersejarah.
“Sudah saya sampaikan ke Disbudporapar agar menyampaikan ke masyarakat tolong jangan dirusak, nanti suatu ketika mungkin kalau kita (pemkot) punya uang akan kita bebaskan.
Inventarisasi sudah ada semua datanya, cuma lagi-lagi terbentur anggaran,” ujarnya.
Ia melanjutkan, untuk kasus ini sudah masuk kategori melanggar UU RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan bukan lagi melanggar perda karena berkaitan dengan situs bersejarah Indonesia.
Baca juga: Tindaklanjuti Temuan Benda Antik, Disbudporapar Tarakan Siap Datangkan Tim Panilai Cagar Budaya
Dalam pasal 58 UU RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menjelaskan, pada bagian kesatu, penyelamatan cagar budaya dilakukan untuk mencegah kerusakan karena faktor manusia, dan atau yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya.
Kemudian, pada Pasal 61, pengamanan cagar budaya dilakukan untuk menjaga dan mencegah cagar budaya agar tidak hilang, rusak, hancur atau musnah.
Pengamanan cagar budaya merupakan kewajiban pemilik dan atau yang menguasainya.
Lalu pada pasal 66, berbunyi setiap orang dilarang merusak cagar budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan kelompok dan atau letak asal.
Dalam pasal pemeliharaan, Pasal 75 berbunyi setiap orang wajib memelihara cagar budaya yang dimiliki atau dikuasai.
Pasal 76 berbunyi, pemeliharaan dapat dilakukan dengan cara pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan dan atau teknologi cagar budaya.
Pasal 88 berbunyi, pemerintah dan atau pemda dapat menghentikan pemanfaatan dan membatalkan izin pemanfaatan cagar budaya apabila pemilik dan atau yang menguasai terbukti melakukan pengrusakan dan menyebabkan rusaknya cagar budaya.
Dan terakhir pada pada pasal 105, ketentuan pidana berbunyi setiap orang dengan sengaja merusak cagar budaya sebagaimana dimaksud Pasal 66 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 15 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.
“Bisa masuk pidana sebenarnya, walaupun berdiri di atas lahan sendiri. Kan tidak bisa kita semau-maunya.
Saya misalnya punya tanah ternyata, masuk hutan mangrove, gak boleh saya garap. Walaupun itu status kepemilikan, tapi itu tetap hutan mangrove. Hutan kota juga apalagi hutan lindung, itu memang sudah ada aturannya,” tegasnya.
Diakuinya kembali lagi, dalam kasus ini pemerintah seharusnya membebaskan namun semua berproses.
Ia mencontohkan ada pemilik tanah di lereng bukit, memiliki surat tapi secara aturan tidak bisa dibangun karena ancaman longsor.
Baca juga: 500 Pelaku UMKM akan Dapat Bantuan BPJS Ketenagakerjaan Setahun, DKUKMP Tarakan Proses Pendataan
“Semestinya itu menjadi kawasan lindung atau rimba kota supaya bisa tetap terjaga, konsekuensinya mestinya pemerintah membebaskan.
Pemkot Tarakan ada beberapa sudah dibebaskan, tapi karena dananya terbatas sehingga bertahap yang mana didahulukan,” tegasnya.
Ia berharap kepada pemilik sekali lagi, jika ingin berniat membangun kafe, keberadaan bunker tetap bisa dipertahankan bahkan bisa menjadi daya tarik pengunjung.
“Jangan dirusak, dibersihkan saja. Karena beberapa tempat ada yang memanfaatkan itu, bahkan di luar negeri ada hotel tua, bekas apaitu dan dijadikan hotel dan dia tidak ubah penampakannya hanya dibersihkan dia cat diperbaiki dan bentuk asal tidak diubah dan itu ajdi daya tarik tersendiri,” pungkasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah
berita Tarakan terkini
TribunKaltara.com
Tarakan
loopghraf
Jalan Teuku Umar
rusak
Cagar Budaya
bungker
Wali Kota Tarakan
Khairul
Senpi Rakitan Jenis Revolver Diamankan, Pemilik Akui Sudah Tiga Tahun Simpan dengan Cara Ditanam |
![]() |
---|
Dokter RSUD dr Jusuf SK Tarakan Sebut Pasien Meninggal Diduga Keracunan, Alami Henti Jantung |
![]() |
---|
Hari Kedua Pencarian Nelayan Tarakan Kaltara, Tim SAR Gabungan Temukan Dalam Kondisi Meninggal Dunia |
![]() |
---|
Polres Tarakan Renovasi Bangunan Eks Satpol PP Jadi Dapur Makan Bergizi Gratis, Sasar 3.000 Siswa |
![]() |
---|
Mahasiswa Fakultas Teknik UBT Pamerkan Beatrix Motor Listrik Konvensi, Biaya Perakitan Rp 25 Juta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.