Waisak 2023
Ratusan Umat Buddha Tarakan Ikuti Puja Bakti Detik-Detik Waisak 2567, Perkokoh Modal dan Kedamaian
Ratusan jemaah Umat Buddha Kota Tarakan memadati Vihara Parama Sinar Borobudur di Pasir Putih, Kelurahan Karang Anyar, Tarakan, Minggu (4/6/2023).
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Sumarsono
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Ratusan jemaah Umat Buddha Kota Tarakan memadati Vihara Parama Sinar Borobudur di Pasir Putih, Kelurahan Karang Anyar, Tarakan, Minggu (4/6/2023).
Ratusan umat Buddha merayakan Hari Tri Suci Waisak 2567 BE 2023 sejak pagi sampai siang serta berlanjut hingga malam nanti.
Rangkaian kegiatan, di antaranya pagi pukul 06.00 Wita melaksanakan Pindapata Rute Vihara Sinar Borobudur Kampung Bugis menuju Vihara Parama Sinar Borobudur Pasir Putih.
Selanjutnya, sekitar pukul 08.00 Wita puja bakti SMB di Vihara Parama Sinar Borobudur Pasir Putih.
Puncak kegiatan Waisak ditandai Puja Bakti Detik-Detik Waisak 2567 BE/2023 berlangsung pukul 11.00 Wita.
Sore nanti sekitar pukul 18.00 Wita dilaksanakan Puja Bakti Peringatan Hari Tri Suci Waisak 2567 BE/2023 di Vihara Parama Sinar Borobudur Pasir Putih.
Baca juga: Perayaan Hari Raya Tri Suci Waisak 2566 BA, Berikut Pesan Pandita Vihara Dharma Cakra Romo Sutrimo
Kegiatan ibadah dipimpin langsung bersama Pasan Damma yakni dari Y.M Bhikkhu Adhikusalo Mahathera.
Bhikkhu Adhikusalo Mahathera kepada TribunKaltara.com menuturkan, tema Waisak yang diusung tahun ini “Memperkokoh Moral, Membangun Kedamaian Bangsa”.
Diharapkan kepada umat Buddha khususnya di Kalimantan Utara mengembangkan kemoralan, mengembangkan kebaikan, nilai luhur di lingkup keluarga dan bangsa.

“Pagi tadi rangkaiannya ada pindapata, bahasa umumnya menyumbang, para bhante berjalan.
Selanjutnya puja bakti sekolah minggu, lalu makan bersama dan siang tadi barusan detik detik waisak sebagai tanda saja,” ujarnya.
Untuk rangkaian acara malam nanti puja bakti secara umum dimulai dari pembukaan, pembacaan parita, ada pesan damma, setelah itu pradakina, penghormatan dengan cara berkeliling ruangan.
Bhikkhu Adhikusalo Mahathera mengatakan, detik-detik dilaksanakan pukul 11.41 Wita menjadi bagian puncak Waisak berlanjut malam nanti.
Untuk wujud ibadahnya melakukan baca parita dan melakukan meditasi.
Baca juga: Peringati Hari Raya Tri Suci Waisak 2566, Pembina Vihara Dhamma Phala Tana Tidung Ungkap Makna
“Malam hari bisa sampai 3 jam kegitan karena ada pradakina, kalau di muslim istilahnya tawaf. Hari ini ada ratusan mungkin 250 jemaah yang datang dan nanti malam banyak lagi,” paparnya.
Ia menambahkan pelaksanaan ibadah bergantung jadwal vihara ada yang langsung bersama-sama dan ada juga yang dibagi dari sore sampai malam berlanjut ramah tamah.
“Di Malinau sekarang sudah puja bakti umum dan nanti malam ada juga puja bakti ramah tamah. Kalau di sini yang ramai malam hari,” paparnya.
Bhikkhu Adhikusalo Mahathera menceritakan adapun yang berada di altar sebagai tempat puja yang menjadi sarana persembahan.
Baca juga: Setelah 2 Tahun Ditiadakan, Vihara Dharma Cakra Bulungan Sajikan Lagi Hidangan Khas Hari Raya Waisak
“Di altar ini sebagai sarana untuk puja, kalau di Kejawen ada sesaji sebagai sarana saja yang menghubungkan.
Walaupun ada symbol, dupa symbol kebaikan, buah symbol perbuatan baik, lilin dengan warna ada artinya.
Biru bakti, kuning semangat, merah cinta aksih, putih suci dan oranye itu mewakili semangat dalam kembaikan,” terangnya.
Adapun untuk warna pakaian yang dikenakan karena memang Bikkhu identic selalu menggunakan warna kuning oranye mirip kecokelatan.

“Hanya warna saja, tidak menjadi patokan,” paparnya.
Para bante atau sebutan panggilan untuk bikkhu, melakukan perjalanan asal Thailand ke Candi Borobudur.
Bhikkhu Adhikusalo Mahathera menjelaskan bahwa yang dilakukan para bhante adalah tradisi.
“Mereka bhante di hutan biasanya pergi dari satu tempat ke tempat lain, dari vihara ke vihara lain, jalan kaki tidak menggunakan kendaraan, kemudian kemarin beberapa bulan lalu beliau berkeinginan ke Borobudur dengan kebiasaan beliau-beliau jadi dari Thailand menyeberang naik pesawat dan jalan kaki,” ungkapnya.
Baca juga: Usung Tema Moderasi Beragama, Waisak Tahun Ini, Umat Budha Tarakan Harap Saling Menghargai Perbedaan
Itu adalah rangkaian ibadah dan para bhante yang tinggal satu tempat. Kemarin ada yang menyeberang dari Malaysia maka harus menggunakan pesawat.
Namun jika masih satu daratan maka berkewajiban jalan kaki.
“Ada sebagian bhante harus hidup sederhana jalan kaki. Sebenarnya kami juga sama, kalau tidak dijemput diantar juga gak bisa pergi nyetir tidak bisa.
Kami kalau tinggal di hutan, ya kami jalan kaki. Kami para pertama memang cara hidupnya seperti itu,” tukasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.