Berita Nasional Terkini

Banyak Nakes Bakal Kena PHK dan Pelayanan Kesehatan Terancam Kacau, Imbas Disahkan UU Kesehatan

Banyak tenaga kesehatan ata Nakes bakal kena PHK dan pelayanan kesehatan terancam kacau balau, imbas disahkan UU Kesehatan oleh DPR RI.

Editor: Sumarsono
Tribunnews.com
Sejumlah tenaga medis dan kesehatan dari lima organisasi profesi medis dan kesehatan (PB IDI, PPNI, IBI, PDGI, dan IAI) melakukan aksi demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023). DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNKALTARA.COM, JAKARTA –  Banyak tenaga kesehatan ata Nakes bakal kena PHK dan pelayanan kesehatan terancam kacau balau, imbas disahkan UU Kesehatan oleh DPR RI.

Seperti diketahui, DPR RI tela menyetujui untuk mengesahkan Undang-undang Kesehatan ( UU Kesehatan ) dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023.

Pengesahan itu melalui pengambilan keputusan tingkat II yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).

Pengesahan tersebut mendapat penolakan dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PPNI ).

Menurut Ketua PPNI, Harif Fadhillah, PPNI dan organisasi profesi menganggap pembahsan UU Kesehatan dibuat secara sembunyi-sembunyi.

Sebab hingga hari ini pihaknya tidak mendapatkan draf resmi dari RUU Kesehatan Omnibus Law itu.

“Sampai hari ini kami tidak mendapatkan akses terhadap draf yang dibahas.

Kami tenaga kesehatan, khususnya perawat yang (jumlahnya) 60 persen dari seluruh jumlah nakes adalah stakeholder yang akan menjalankan UU itu bila sudah jadi,” kata Harif.

Harif merasa bahwa ia dan jajarannya adalah pihak yang penting dalam RUU ini sehingga harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi di dalam pembuatannya.

Baca juga: Dijerat UU Kesehatan, Tersangka Malpraktek Waria di Balikpapan Terancam Pidana Denda Rp 1,5 Miliar

“Kami ingin ada partisipasi dan dalam berbagai kesempatan. Kami melakukan lobi, advokasi, audiensi, dan sebagainya terhadap aspirasi kami. Tapi belum ada yang diterima,” ujarnya.

Berikutnya adalah isu menghilangkan mandatory spending atau anggaran belanja yang sebelumnya sudah diatur UU.

Mandatory spending semula 5 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan 10 persen anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). 

"Apa yang terjadi kalau dihilangkan? Hari ini tenaga perawat itu lebih dari 80 ribu orang berstatus honor dan sukarelawan.

Yang di daerah bahkan negara tidak mampu memberikan kompensasi untuk kerja mereka di daerah terpencil," paparnya.

Menurutnya, jika mandatory spending dihilangkan situasi akan semakin parah.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved