Berita Tarakan Terkini

Edy Guntur dan Mendila Didakwa Seumur Hidup, Ini Alasan JPU Kejari Tarakan Tak Tuntut Hukuman Mati

Setelah sempat tertunda beberapa pekan, akhirnya sidang lanjutan kasus pembunuhan Arya Gading kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Tarakan.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / ANDI PAUSIAH
Sidang lanjutan kasus pembunuhan Arya Gading kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (21/8/2023) dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap tiga terdakwa. 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Setelah sempat tertunda beberapa pekan, akhirnya sidang lanjutan kasus pembunuhan Arya Gading kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (21/8/2023).

Hari ini agendanya yakni pembacaan tu tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan menghadirkan tiga terdakwa Edy Guntur (EG), Afrila (AF) dan Mendila (MD). Pantauan awak media, sidang dikawal pengamanannya juga dari personel dari Polres Tarakan.

Sidang dipimpin langsung majelis hakim dengan Hakim Ketua, Abdul Rahman Talib dan memulai sidang pukul 14.30 WITA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komang Noprizal membacakan tuntutan bahwa berdasarkan fakta persidangan, JPU sudah menunjukkan bukti saksi ahli dan bukti lainnya.

Usai Persidangan, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Tarakan, Harismand menjelaskan bahwa hari ini dijadwalkan pembacaan Jaksa Penuntut Umum dan memang ada perbedaan masing-masing tuntutan kepada para terdakwa.

Baca juga: Penerimaan CPNS, BKPSDM Tarakan Tunggu Pengumuman Resmi 16 September 2023, Utamakan Nakes dan Guru

“Kami lebih kepada peran dari masing-masing terdakwa, masalah pasal ataupun masa hukuman tergantung peran masing-masing terdakwa,” ujarnya.

JPU Komang Noprizal yang menangani langsung perkara menjelaskan bahwa sesuai kronologis berdasarkan fakta persidangan yang dituangkan pertama terdakwa Edy Guntur awalnya memiliki dendam terkait diduga istrinya digoda korban namun hal itu tidak dapat dibuktikan terdakwa dan tidak bisa meringankan saksi ataupun ahlinya.

“Dikuatkan saksi setelah kejadian membunuh korban, terdakwa EG menceritakan ke saksi Bapak Riko didengar saksi Aco yang saat ini merupakan napi di Lapas Tarakan karena kasus pengeroyokan,” papar Komang Noprizal.

Selanjutnya, terdakwa Edy Guntur selain punya dendam juga membutuhkan uang senilai Rp20 juta karena menggunakan uang orangtuanya untuk kepentingan pribadi.

Kemudian Edy Guntur merencanakan merampok sekaligus membunuh pada saat itu seluruh keluarga yang ada di kediaman korban, termasuk adiknya dan ibu korban.

“Kami berkesimpulan bahwa perbuatan terdakwa tersebut dari sini sudah masuk perencanaan, namun perampokan dan pembunuhan diurungkan oleh terdakwa karena saksi atau terdakwa Mendila (MD) tahu bahwa hal tersebut, dia cuma bukan niatnya merampok karena pada saat itu, terdakwa mengatakan ia juga akan menghabisi yang ada di rumah tersebut,” terangnya.

Sehingga saksi Mendila atau terdakwa Mendila mengurungkan niatnya. Selanjutnya, terdakwa Edy Guntur kemudian menyusun scenario melakukan penculikan terhadap korban (Arya Gading) dan saat itu menceritakan kepada Afrilla, istrinya.

Saat itu terdakwa menyiapkan badik miliknya, ebrsama Afrilla dan Edy Guntur menuju tempat usaha kandang ayam milik orangtua Edy Guntur dan kandang ayam korban berdekatan.

“Kemudian korban disekap, diikat di kursi selanjutnya, terdakwa Afrila bertugas mengikat korban di kursi dan membeli tali, terdakwa Edy Guntur menelpon terdakwa Mendila datang ke lokasi dan di sanalah niat dari terdakwa mendila membuat rekaman video meminta tebusan Rp200 juta namu ketika video telah jadi, korban yang sudah sekarat saat itu dan terdakwa dan saksi Mendila menyepakati menghabisi korban saat itu juga,” ujarnya.

Saat itu lanjutnya ada jeda waktu yang seharusnya terdakwa pertimbangkan akibat perbuatannya menghilangkan nyawa tapi kedua terdakwa justru menghilangkan nyawa Arya Gading dengan cara menjerat leher korban dengan kabel yang ada di dalam kandang ayam milik korban kemudian melilitkannya menarik sekencang-kencangnya ooleh kedua terdakwa.

“Dan terdakwa Edy pun langsung menusuk seketika saat itu bagian dada korban sehingga korban meninggal dunia dan menguburkannya di seberang kandang ayam korban di kebun nanas,” ujarnya.

Pasal yang diterapkan dalam persidangan lanjutnya JPU mendakwakan terhadap Edy Guntur dan Mendila terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-satu KUHP untuk dakwaan primer.

Adapun terdakwa Afrilla, didakwakansubsider, yaitu pasal 340 KUHP juncto pasal 56 ayat 1 KUHP yaitu pembantuan.

Alasannya niat dari Afrilla berdasarkan fakta persidangan tidak ada menghilangkan nyawa korban namun perbuatan itu terlaksanak akibat bantuan terdakwa Afrilla.

“Dakwaan primer dalam ketentuan KUHP maksimal mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling maksimal 20 tahun penjara. Dan kami tuntut seumur hidup untuk Edy Guntur dan Mendila, dan untuk Afrilla 14 tahun,” jelasnya.

Saat ditanya apakah ada pertimbangan khusus mengapa bukan hukuman mati diterapkan untuk terdakwa yang merencanakan perbuatan menghilangkan nyawa seseorang ini, Komang Noprizal menjelaskan bahwa segara keputusan yang dijatuhkan selalu berkoordinasi dengan pusat.

“Kenapa tidak dituntut mati pertama sesuai dengan pertimbangan kami, sudah berkoordinasi dengan pimpinan, dari pra penuntutan, persidangan kami laporkan secara berjenjang dan untuk kali ini tuntutan sedikit lama karena kami berkoordinasi sampai ke tingkat Kejaksaan Agung,” ujarnya.

Ia menjelaskan ada rekomendasi dari pimpinan sehingga keputusan menjatuhkan pidana penjara seumur hidup yang diberikan kepada kedua terdakwa.

“Ini pembunuhan berencana, kalau pembunuhan biasa maksimal 15 tahun. Unsur terpenuhi pertama setiap terdakwa jelas, kedua menghilangkan nyawa orang lain, dengan direncanakan terlebih dahulu, ada rentan waktu untuk dia berpikir dan tindakan dilakukan tidak seketika, ada space waktu menimbang memikirkan yang ditimbulkan, dan juga perampokan, mengmabil sekop di rumah, masih ada sekat waktu untuk berpikir panjang terlebih lagi korban adalah adik sepupu terdakwa,” tukasnya.

Sebelumnya, saat persidangan masih berlangsung, Hakim Ketua, Abdul Rahman Talib menyampaikan kepada pihak PH terdakwa Edy Guntur dan Afrilla untuk memberikan tanggapan.

Oleh pihak PH meminta waktu dua minggu dan akan mengajukan pembelaan atau pledoi.

Baca juga: Berikut Jadwal Keberangkatan Speedboat Reguler Rute Nunukan-Tarakan Senin 21 Agustus 2023

Namun dikatakan Abdul Rahman Talib sebelum menutup persidangan, perkara ini harus segera diputuskan sebelum 7 September 2023.

Karena PH mengajukan permintaan waktu dua minggu melihat waktu tersisa, pihaknya tegas tidak menyetujui permintaan dua pekan diajukan PH terdakwa.

“Kami tidak menyetujui permintaan PH, saya lihat PH, seminggu cukup saudara mengajuka pledoi pembelaan dan apapun terjadi pada 28 Agustus 2023 nanti harus ada pembelaan, kalau tidak, kami tidak ada beri kesempatan lagi. Karena empat hari kemudian harus ada putusan. Untuk PH saya beri kalian pembelaan Senin depan, ada tidak ada ajukan, sidang akan diputuskan. Karena penahanan habis tanggal 7 September, demikian sidang Edy Guntur, Mendila dan Afrilla hari ini saya nyatakan ditutup,” tukasnya.

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved