Berita Kaltara Terkini
Long Sule, Desa di Pedalaman Kalimantan Utara yang Terisolir, tapi Kaya akan Emas
Long Sule, desa di pedalaman Kalimantan Utara yang terisolir, tapi kaya akan emas, tak ada akses jalan darat, harga BBM capai Rp 50.000 per liter.
Penulis: Edy Nugroho | Editor: Cornel Dimas Satrio
TRIBUNKALTARA.COM - Long Sule, desa di pedalaman Kalimantan Utara yang terisolir, tapi kaya akan emas, tak ada akses jalan darat, harga BBM capai Rp 50.000 per liter.
Sama halnya beberapa daerah pedalaman dan perbatasan di Kalimantan Utara (Kaltara) lainnya, Desa Long Sule dan Long Pipa di Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Malinau adalah desa yang terisolir!
Tak ada akses jalan menuju dua desa yang berada di tepi sungai dan daerah perbukitan ini. Satu satunya sarana transportasi ke desa ini, adalah dengan menggunakan pesawat terbang.
Itu pun, tidak semua jenis pesawat terbang bisa datang ke Long Sule. Hanya pesawat yang bisa mendarat di landasan pacu tak beraspal!
Ya, lapangan terbang di Long Sule tidak memiliki landasan pacu atau runway beraspal mulus, selayaknya bandara. Yang ada, landasan pacu dengan konstruksi tanah dipadatkan.
Hanya pesawat kecil, jenis Pilatus yang bisa mendarat. Pesawat berpenumpang maksimal 6 orang.
Bersyukur tiket penumpang mendapat subsidi pemerintah, harganya sekira Rp 500.000 dari Bandara RA Besing Malinau, dengan waktu tempat 1 jam, 20 menit.

Baca juga: Akses Darat Sudah Tembus, Jalan ke Long Sule Belum Bisa Dilalui, Masyarakat Minta Kegiatan Dilanjut
Tiba di lapangan terbang (Lapter) di Long Sule, jangan dibayangkan ada penjemputan kendaraan, apalagi taxi bandara. Tidak ada itu semua.
Dari Lapter menuju perkampungan harus berjalan kaki kurang lebih 15 menit. Dengan kultur jalan, naik turun gunung.
Udara sejuk. Tidak ada polusi, tidak ada kebisingan suara.
Disambut masyarakat yang super ramah. Begitu lah suasana di dua desa yang terbelah oleh sungai dan lembah perbukitan itu.
Sungai Kayan Iut. Itu namanya. Merupakan cabang hulu Sungai Kayan yang airnya mengalir hingga Tanjung Selor--ibukota provinsi Kalimantan Utara.
Jumlah penduduk di dua desa ini mencapai kurang lebih 1300 jiwa.
Dengan etnis mayoritas masyarakat Suku Dayak Punan. Konon nenek moyang mereka berasal dari daerah pedalaman Malaysia.
Mata pencaharian masyarakat di Desa Long Sule dan Long Pipa tidak menentu. Ada yang kadang mendulang emas, mencari gaharu di hutan, berladang, pencari ikan dan beberapa sebagai pedagang memenuhi kebutuhan masyarakat di situ.
Mendulang emas. Meski bukan pekerjaan tetap, sebagian besar masyarakat di dua desa ini, menggantungkan hidup untuk memperoleh pendapatan dari situ.
Kandungan emas di daerah ini sangat luar biasa. Namun masyarakat tidak mencari emas dengan hawa nafsu. Mereka mencari secukupnya, dengan cara yang sangat tradisional.
Meski daerahnya kaya akan kandungan emas, masyarakat tidak lantas mengesploitasi dengan besar-besaran.
Berbekal alat dulang, dan kaca mata selam. Itu saja yang mereka gunakan.
Baca juga: Cerita Perjuangan Operator Alat Berat Dua Bulan Tidur di Hutan, Demi Buka Jalan di Desa Long Sule
"Kami kadang mendulang. Tapi lebih banyak mencari sambil menyelam. Kadang dapat, ladang juga tidak. Tergantung nasib saja," kata Herman, salah satu warga Desa Long Sule.
Ke lokasi tempat mencari emas juga tidak mudah. Sayang penulis belum berkesempatan dapat langsung ke lokasi pencarian emas.
"Ke sana (lokasi mencari emas) naik perahu. Sekitar 3 jam. Di sana kadang seminggu, kadang bisa lebih. Tergantung bekal kita saja," ungkapnya.
Jika beruntung, dalam satu minggu, dalam satu kelompok pendulang atau penyelam, bisa mendapatkan satu ons atau 100 gram emas.
Harga jual saat ini, kata Herman, sekira Rp 700.000 per gram. Sehingga jika dikalkulasikan 100 gram emas, pendapatan yang diperoleh Rp 70.000 000 dalam satu kelompok. Belum dipotong biaya BBM (bahan bakar minyak) dan lainnya.
Selain mencari emas, pekerjaan warga lain adalah mencari kayu gaharu, yang juga memiliki nilai ekonomis tinggi.
Ada sebagian berladang menanam padi. Dan berbagai buah-buahan. Juga ada yang mencari rotan, dan menekuni kerajinan pembuatan anyaman rotan.
Pendapatan masyarakat memang cukup lumayan. Namun biaya pengeluaran masyarakat pun sangat besar.
Harga barang sangat mahal. Disparitas atau kesenjangan harga dengan wilayah perkotaan sangat tinggi.
Karena kondisi sebagai wilayah terisolir, itu lah yang menyebabkan harga barang sangat tinggi.
Harga BBM misalnya. Minyak jenis Pertalite di dua desa ini mencapai Rp 50.000 per liter! 5 kali lipat dengan harga pertalite di SPBU yang hanya Rp 10.000 per liter.
Begitu pun dengan barang lainnya. Mie instant. yang di perkotaan dijual Rp 4000 di Long Sule harganya Rp 9000 - Rp 10.000 per bungkus.
Selain lewat udara, sebenarnya masyarakat di dua desa ini, bisa berbelanja kebutuhan barang dari Wahau, Kutai Timur.
Menurut warga, ada jalan darat hingga tembus ke Wahau, setelah sebelumnya melintasi sungai dengan perahu kecil jenis ketinting selama 6 jam.
"Biasa juga orang ambil barang ke Wahau. Naik perahu dulu 6 jam, baru sampai di Kamp Metun. Di sana ada jalan ke Wahau. Kalau tidak salah itu bekas jalan perusahaan kurang lebih 180 kilo meter. Tapi juga jalannya sangat buruk. Bisa berhari-hari," ungkap Lawai, warga Desa lainnya.
Akses jalan itu lah yang menjadi harapan besar masyarakat, untuk dapat ditembuskan. Sehingga warga di dua desa ini tidak lagi terisolasi, dan harga barang pun bisa jauh lebih murah, serta mudah dijangkau masyarakat.
Untuk komunikasi, masyarakat di dua desa ini biasa menggubakan internet berbayar yang dipasang oleh beberapa warga. Dengan sistem voucer.
Juga ada layanan internet Bakti Aksi, bantuan Kementerian Kominfo. Namun hanya ada di Puskesmas.
Menurut warga, sempat ada Telkomsel masuk. Namun sejak dua tahun terakhir sudah tidak lagi. Hanya tower BTS yang ditinggal berdiri kokoh, tak berfungsi
(*)
Penulis: Edy Nugroho
Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com
Follow Twitter Tribun Kaltara Redaksi
Follow Instagram tribun_kaltara
TikTok tribunkaltara.com
YouTube Shorts TribunKaltara.com
Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official
Long Sule
Long Pipa
Kecamatan Kayan Hilir
Malinau
Kalimantan Utara
Kaltara
emas
harga
TribunKaltara.com
Masyarakat Adat Tolak Transmigrasi, Berikut Kilas Balik Transmigrasi di Kaltara Dari Tahun 1972-2022 |
![]() |
---|
Karhutla di Kilometer 6 Bulungan - Berau, Ditsamapta Polda Kaltara Berjibaku Lakukan Pemadaman |
![]() |
---|
Nasir Lantik Ketua Baru KONI Malinau Kaltara, Ernes Silvanus Segerakan Susun Program Prioritas |
![]() |
---|
Dispar Kaltara Gali Potensi Wisata, Pakai Pendekatan 3 Pilar Utama, Gunung Hingga Pantai Disasar |
![]() |
---|
48 Wartawan di Kaltara Ikuti Pra UKW, DKISP Tegaskan Pentingnya Kompetensi Jurnalistik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.