Jejak Islam di Kaltim

Kisah Tunggang Parangan, Pembawa Islam Pertama ke Kutai, Dapat Gelar dari Kerajaan Kutai Kartanegara

Kisah terkait sosok Tunggang Parangan punya banyak versi dengan cerita yang terus jadi legenda dari mulai kedatangannya ke Kerajaan Kutai Kartanegara.

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim/Dwi Ardianto
Makam Tunggang Parangan, pedakwah Islam ke Kutai ini punya banyak versi dengan cerita yang terus jadi legenda dari mulai kedatangannya ke Kerajaan Kutai Kartanegara hingga proses melakukan dakwahnya. 

Dari Sulawesi Habib Hasyim bin Yahya ( Tunggang Parangan ) bersama Datuk Ri Bandang melanjutkan misinya (berdakwah Islam) menuju Kalimantan Timur yakni Kutai Kartanegara.

Dari ketiga pendapat mengemukakan bahwa Tuan Tunggang Parangan adalah mubaligh yang telah berhasil mengislamkan Sulawesi kemudian ke Kutai.

Sedang perbedaan nama asli, hal biasa bagi para mubaligh dalam menyiarkan agama Islam biasa memberikan nama atau ciri khas tersendiri.

Baca juga: Tari Jepen Massal Sambut Tahun Baru Islam 2023, Tokoh Masyarakat Beber Ciri Khas Tarian di Malinau

Namun demikian, lanjut Samsir bila melihat versi ketiga, mendekati kebenaran.

Alasannya, bila Datuk Ditiro yang mengislamkan Kutai Kartanegara dan sampai wafat di wilayah tersebut.

Sedangkan Datuk Ditiro menurut masyarakat Bulukumba, Sulawesi Selatan, meyakini bahwa makam yang ada di Bonto Tiro (Bulukumba) juga adalah makam Datuk Ditiro.

"Jadi informasinya makam Datuk Ditiro ada di Bulukumba, mendekati kebenaran jika beliau bukan Tunggang Parangan," ujarnya.

Makam Tunggang Parangan sendiri hingga kini dan dijaga sebagai situs sejarah di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara.

Disana juga terletak makam Raja yang menerima secara langsung diislamkan oleh Tunggang Parangan, yakni Aji Raja Mahkota Mulia  dan anaknya Aji Dilanggar.

Sementara, Ketua Adat Kutai Lama, Abdul Munir juga memberi penjelasan terkait Tunggang Parangan, yang disebutnya bahwa nama asli beliau belum diketahui hingga kini.

Tunggang Parangan merupakan gelar yang diberikan oleh Kerajaan Kutai.

Baca juga: Polri Lakukan Revitalisasi Situs Budaya dan Keagamaan di Museum dan Masjid Kesultanan Bulungan

Dari cerita nenek moyang Tunggang Parangan dia masuk seorang diri membawa parang tajam, sehingga inilah filosofi gelar tersebut.

Saat datang ke Tepian Batu, Dusun Jahitan Layar yang kini dikenal sebagai Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana ini, Tunggang Parangan menemui Raja Mahkota pada abad ke-16.

"Di zaman itu khususnya Kerajaan Kutai, nama Tunggang Parangan ialah gelar, namanya belum diketahui, hanya mengetahui sebagai muslim, pihak kerajaan melihat apa yang diyakini Tunggang Parangan," ungkapnya.

Dari kerajaan dan masyarakat, ikut memeluk agama yang dianjurkan Tunggang Parangan setelah melalui dakwah.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved