Jejak Islam di Kaltim

Batu Indra Giri, Penanda  Hubungan Diplomatik Masuknya Islam di Paser, Kalimantan Timur

Abu Mansyuh atau Abu Mansyur sengaja membawa batu-batu ini saat pertama kali datang ke Kerajaan Sadurengas, Paser.

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim/Dwi Ardianto
Batu Indra Giri, salah satu peninggalan Abu Mansyur, penyebar Islam di Kerajaan Sadurengas, Paser. Batu ini sendiri dibawa oleh Abu Mansyur saat pertama kali datang di Kerajaan Sadurengas dan hingga kini poisisnya tak pernah berubah  

Tidak ada nampak terkesan kikisan dari batu tersebut, demikian dengan ukiran atau pahatan tulisan yang juga tidak nampak pada Batu Indra Giri tersebut.

Batu ini terletak berdampingan dengan sebuah lima mariam kuno. Tersimpan di bawah bangunan yang beratapkan kayu dominan berwarna cokelat, serta pagar senada.

Baca juga: Masjid Jami Adji Amir Hasanuddin, Warisan Sultan Kutai Saksi Perjalanan Syiar Islam di Kukar

Dalam budaya penyebaran Islam dari Kesultanan di Pulau Jawa, ketika terdapat utusan dakwah maka seorang murid akan diberi bekal sebagai simbol perkembangan dari persebaran Islam.

Konon, jika sebuah batu yang dibawa berdakwah diletakkan di suatu wilayah, maka nantinya sebuah kesultanan akan berdiri di wilayah tersebut.

“Demikian juga Sunan Giri ini, kalau muridnya melaksanakan tugas diberi bekal sebuah tanah atau batu. Dimana batu itu cocok maka disitulah diletakkan.

Jika batu itu diletakkan akan muncul suatu kerajaan atau kesultanan yang berhenti disitu,” terangnya.

Aji Jamil mengatakan, hingga saat ini, tidak ada yang mengusik keberadaan batu bersejarah ini.

Masjid Jami Nurul Ibadah yang merupakan masjid tertua di Kabupaten Paser, lokasinya di ujung selatan Kalimantan Timur.
Masjid Jami Nurul Ibadah yang merupakan masjid tertua di Kabupaten Paser, lokasinya di ujung selatan Kalimantan Timur. (Tribun Kaltim/Dwi Ardianto)

“Dulu sepupu saya iseng, dikantongi salah satu Batu Indra Giri ini, akhirnya hampir disambar petir.

Sampai sekarang tidak ada yang mengutak atik batu itu, makanya batu itu tidak pernah berpindah,” paparnya.

Sementara lima meriam Paser yang terletak berdampingan dengan Batu Indra Giri ini menjadi situs cagar budaya benteng pertempuran Kesultanan Pasir.

Menjadi saksi bisu kebesaran Bumi Paser masa lampau di bidang kemiliteran.

Lima di antara meriam tersebut beberapa memiliki nama, ialah Sigentar Bumi dan Priuk Tana.

Terletak dengan posisi melintang sejajar, dengan balutan kain kuning yang menjadi warna khas kepercayaan Masyarakat Paser.

Berdasarkan cerita sejarah, Aji Jamil menyebut lima meriam ini datang secara gaib. Hingga kini, ia masih mencoba menelusuri terkait kebenaran dari cerita sejarah tersebut.

Baca juga: Masjid Shiratal Mustaqiem, Kisah Pendirian 4 Tiang dan Syiar Islam di Samarinda

“Kalau dalam bahasa Pasernya itu nyaro, artinya menemukan suatu benda yang tidak diketahui asal-usulnya dari mana,” imbuhnya.

Di satu sisi cerita sejarah lainnya, kala itu, ke lima meriam ini ditemukan oleh seorang pemburu. Kemudian seekor anjing dari pemilik sang pemburu menggonggong dan menemukan meriam tersebut.

Namun sekali lagi, belum dapat dipastikan secara detil asal muasal keberadaan lima meriam ini. (*)

Penulis : Ary Nindita Intan R S

Baca juga berita Tribun Kaltara menarik lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved