Opini
Menakar Nasib Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera
Pemerintah baru saja mengeluarkan PP No. 21 Tahun 2024, sebagai perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat.
Penggantian Menteri memang merupakan hak prerogatif Presiden. Tetapi penggantian tersebut dikarenakan Arcandra Tahar bukan berstatus sebagai WNI ( Warga Negara Indonesia ), tetapi sebagai WNA ( Warga Negara Asing ), yaitu Warga Amerika Serikat.
Pada saat munculnya kasus tersebut Tahun 2016, Arcandra sudah berstatus WNA selama 4 tahun, yaitu pada Maret 2012 (lihat tulisan saya di SKH Tribun Kaltim, Kamis 18 Agustus 2016, dengan judul “Apa Salah Arcandra Tahar?”).
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa kebijakan pemerintah itu mempunyai pelbagai perumusan.
Lebih setengah abad yang lalu, Robert Eyestone, dalam bukunya The Threads of Public Policy: A Study in Policy Leadership, pada Tahun 1971, mengartikan kebijaan pemerintah (public policy) sebagai “hubungan antara satu unit pemerintahan dengan lingkungannya”.
Baca juga: Kepala BKAD Kaltara Sebut Program Tapera Bakal Diberlakukan: Kalau PP Realisasinya Pasti Cepat
Thomas R. Dye (1975) memaknai kebijakan pemerintah lebih sederhana, dengan menyatakan “public policy is whatever government choose to do or not to do” (kebijakan pemerintah adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan).
Secara garis besar, tugas negara atau pemerintah itu hanya dua, yaitu mewujudkan keamanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dua hal inilah yang harus menjadi landasan ke mana pemerintah harus bergerak.
Tentu beleid yang dikeluarkan Pemerintah dalam konteks menghimpun tabungan bagi para pekerja adalah bermaksud meningkatkan kesejahteraan masayarakat, melalui penyediaan rumah bagi para pekerja.
Namun, melihat diskusi publik yang ada di media belakangan ini, nampaknya niat baik pemerintah saja tidaklah cukup.
Berbagai penolakan tentang skema Tapera muncul. Bukan hanya dari para pekerja dan pengusaha, tetapi juga para politisi, para ahli dan para pengamat juga menyuarakan hal yang sama.
Untuk diketahui, skema pembayaran tabungan perumahan berasal dari pemotongan gaji para pekerja sebesar 2,5 persen, dan dari para pengusaha pemberi kerja harus menyiapkan 0,5 persen dari besaran gaji yang diterima pekerja, sehingga total tabungan yang masuk ke Tapera sebesar 3 persen setiap bulan.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai, pemberlakuan PP tentang potongan gaji karyawan swasta untuk tabungan perumahan memberatkan masyarakat. (Antara, 30 Mei 2024).
Politisi dari Partai Golkar, yang juga sebagai Ketua MPR-RI, Bambang Soesatyo, meminta Pemerintah untuk mengkaji ulang aturan tersebut, karena kebijakan tersebut dipandang cukup memberatkan pekerja, terutama swasta (tempo.co, 1 Juni 2024).
Lebih lanjut, Bamsoet, sapaan akrabnya, menyarankan agar dilakukan dialog terbuka antara pemerintah dengan pekerja serta ahli terkait untuk penerapan regulasinya.
“Seharusnya kebijakan pemerintah diputuskan tidak gegabah, apalagi hal ini berkaitan dengan ekonomi masyarakat Indonesia”, pungkasnya.
Baca juga: Serikat Pekerja di Bulungan Kalimantan Utara Tolak Program Tapera, Yehezkiel: Sudah Banyak Potongan
Tabungan Perumahan Rakyat
Tapera
Peraturan Pemerintah
Presiden Joko Widodo
Uang Kuliah Tunggal (UTK)
BPJAMSOSTEK
BPJS Kesehatan
BI Rate Respons Guyuran Likuiditas Pemerintah |
![]() |
---|
Likuiditas Perekonomian Indonesia: Pertumbuhan M2 yang Menggembirakan |
![]() |
---|
Sekolah: Harapan Terakhir atau Sumber Masalah dalam Pemberantasan Korupsi? |
![]() |
---|
Persepsi Negatif terhadap Organisasi Kemasyarakatan |
![]() |
---|
Menciptakan Ruang Aman dari Kekerasan dan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus, Suatu Refleksi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.