Berita Kaltim Terkini

Ibu-ibu Berdaster Geruduk Kantor Gubernur Kaltim, Protes Jual Beli Buku Paket dan LKS di Sekolah

Ketika ibu-ibu berdaster menggeruduk Kantor Gubernur Kaltim, protes praktik jual beli buku paket dan Lembaran Karya Siswa (LKS) di sekolah.

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim
Ketika ibu-ibu berdaster menggeruduk Kantor Gubernur Kaltim, protes praktik jual beli buku paket dan Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah. 

TRIBUNKALTARA.COM, SAMARINDA – Ketika ibu-ibu berdaster menggeruduk Kantor Gubernur Kaltim, protes praktik jual beli buku paket dan Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah.

Belasan ibu-ibu berdaster kompak turun ke jalan menyampaikan keresahan orangtua terkait jual beli buku di sekolah, Rabu (24/7/2024) kemarin.

Sembari menaiki atap mobil, korlap aksi Nina menyuarakan keresahannya.

Aksi Stop Komersialisasi dan Liberalisasi Pendidikan Anak ini dipicu oleh keluhan para orangtua yang terbebani dengan biaya pembelian buku di sekolah terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

Ia mengungkapkan, orangtua murid harus mengeluarkan biaya hingga Rp1,5 juta untuk membeli buku paket dan LKS untuk satu orang anaknya.

Ia merasa keberatan dengan beban biaya ini, terutama karena ia adalah tulang punggung keluarga.

"Kalau buku LKS bisalah kami perjuangkan, karena sebagai orangtua kan kami punya tanggung jawab untuk pendidikan anak," ujarnya.

Padahal, ada dana BOS dan Bosda yang dialokasikan minimal 20 persen untuk pembelian buku paket wajib.

"Tapi nyatanya di Samarinda ada 226 sekolah dasar yang diduga masih menerapkan jual beli buku. Nah dana itu ke mana?," beber Nina.

Baca juga: Fenomena Badut Jalanan Bermunculan di Nunukan, Sebagian Anak Usia SD Akui Demi Biaya Sekolah

Ia pun menuntut transparansi dari pihak sekolah terkait penggunaan dana BOS.

"Tapi tidak serta merta janji negara kita biarkan," ungkap Nina.

Hal ini pun diakui oleh salah satu orang tua lainnya, Ana. Tahun ini, ia harus menyisihkan pendapatan untuk membeli kebutuhan sekolah anaknya.

Ana membeli buku LKS dengan harga Rp 160 ribu per semester nya. Sedangkan buku paket ia beli dengan harga kurang lebih Rp 685 ribu. "Tapi kalau buku paket untuk dua semester," ujarnya.

Orangtua siswa lainnya, Sida turut menyuarakan kekhawatirannya terkait sistem pembelian buku paket yang dinilai boros dan mahal.

Ia mengkritik sistem yang mewajibkan orang tua membeli buku baru setiap tahun, padahal banyak buku dari tahun sebelumnya masih dalam kondisi baik dan dapat digunakan kembali.

"Biasanya kan buku bisa dipakai turun-temurun," ujarnya.

Misalnya, anak kelas 5 yang naik kelas 6 bisa pinjam buku dari kakak kelasnya, tidak perlu membeli baru.

"Menurut saya, biaya Rp 600 ribu untuk buku paket terlalu mahal, apalagi banyak buku yang masih bagus tapi akhirnya dibuang begitu saja," tutur Sida.

Lanjutnya, saat ini anaknya bersekolah di salah satu SD swasta, yang mau tidak mau harus membayar SPP bulanan dan biaya pendaftaran ulang yang terus menerus setiap naik kelas. "Kasihan ibu-ibu yang lain.

Baca juga: Himpunan Nelayan Protes ada Biaya Administrasi Perahu Rp50 Ribu di Kantor Kelurahan Nunukan Utara

Biaya SPP saja sudah mahal, ditambah lagi dengan biaya daftar ulang dan buku paket yang mahal. Ini menjadi beban yang berat bagi orangtua," pungkasnya.

Dikawal Polwan

Personel Polsek Samarinda Ulu beserta Personel Polwan, Personel Sat Samapta dan Sar Lantas Polresta Samarinda turun mengamankan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kaltim.

Wakapolsek Samarinda Ulu, AKP Marthen Roson memipin langsung dalam pengamanan aksi unjuk rasa.

Ia menyatakan, pihaknya selalu siap mengawal aspirasi maayarakat selama dilakukan dengan tertib dan damai.

"Kami berterima kasih kepada seluruh peserta aksi yang telah menjaga situasi tetap kondusif," ungkapnya.

Menurut AKP Marthen Roson, bahwa pengamanan yang dilakukan pihaknya ini adalah bentuk tanggungjawab pihaknya untuk memastikan keselamatan dan ketertiban selama berlangsungnya aksi.

"Kerjasama antara pihak kepolisian dan para pengunjuk rasa sangat penting untuk menjaga keamanan dan kelancaran setiap aksi di wilayah hukum Polsek Samarinda Ulu," imbuhnya.

Satu jam menggelar aksi di depan Kantor Gubernur, para ibu-ibu ini akhirnya bertemu dengan jajaran Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Samarinda, Abdul Rozak mengatakan bahwa keluhan para orang tua murid tersebut telah didengarkan.

Baca juga: Viral di Medsos Truk Tabrak Gedung Kesenian Balikpapan, Ibu-ibu Asyik di PhotoBooth Teriak Berlarian

Meskipun SD masuk ranah Disdik Samarinda, namun pihaknya tetap menerima aspirasi yang disampaikan kaum ibu tersebut.

"Sudah kita rangkum dan catat semua. Dalam waktu dekat kita akan sampaikan kepada Pak Pj Gubernur Kaltim (Akmal Malik)," jelas Abdul Rozak.

Dalam pertemuan itu mereka turut menjelaskan terkait penggunaan Bantuan Operasional Sekolah Nasional (BOSNAS) dan Bantuan Operasional Daerah ( Bosda ) yang diklaim tidak transparansi.

"Kalau dari kami selama ini sudah berjalan baik dan minim keluhan. Tapi apapun aspirasinya kami terima untuk perbaikan-perbaikan ke depan," singkat Abdul Rozak.

Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak dan Perempuan (TRC PPA) Kaltim sekaligus salah satu orangtua murid, Rina Zainun menjelaskan hasil pertemuan mengatakan akan ada surat rekomendasi yang keluar satu minggu ke depan.

"Rekomendasi itu akan mengantarkan kita (orangtua murid) untuk bertemu Pak Pj," jelasnya.

Rina Zainun kembali menegaskan mereka hanya ingin diberikan transparansi mengenai maksud dari sekolah gratis dan penggunaan dana BOS yang dikatakan untuk pembelian buku.

 "Maksud sekolah gratis ini seperti apa. Batasan gratisnya sampai mana? Begitupun penggunaan dana BOS ini bagaimana, apakah hanya buku tertentu yang disediakan?" ucapnya.

Sebab jelasnya, dewasa ini cukup banyak kasus orangtua takut menyekolahkan anaknya sebab tidak mampu membeli seragam dan buku pelajaran.

Baca juga: Suplai Buku Anak Jadi Program Prioritas Pemkab Bulungan, 27.200 Siswa Telah Menerima Manfaat

 Sebagai salah satu contoh, ada seorang ibu di Samarinda yang takut memasukan anaknya ke SD dengan alasan keterbatasan biaya.

"Jadi konotasi wajib belajar 12 tahun itu apa. Arti sekolah gratis itu apa? Itu yang kami ingin tahu.

Kalau mampu saja mau ada biaya tambahan tidak masalah. Tapi banyak warga kita tidak mampu," imbuhnya.

Kendati demikian pihaknya berterimakasih sebab pihak Pemprov sangat terbuka dan bersedia mengeluarkan surat rekomendasi untuk bertemu orang nomor satu di Kalimantan Timur. (snw/ave/uan)

Baca berita terkini Tribun Kaltara di Google News

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved