Berita Tarakan Terkini

Pasien Kemoterapi di RSUD dr H Jusuf SK Tarakan Keluhkan Harus Berbayar Mandiri dan tak Dijamin BPJS

Pasien kanker di RSUD dr H Jusuf SK mengeluhkan layanan kemoterapi untuk diagonis Lhymphoma saat ini tak lagi ditanggung BPJS Kesehatan.

|
Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / ANDI PAUSIAH
Nugraha Putra, pasien yang didiagnosis kanker yang disebut Lhymphoma Colli dan harus menjalani kemoterapi saat diwawancarai media siang tadi, Senin (5/8/2024). TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Pasien kanker yang tengah menjalani kemoterapi di RSUD dr H Jusuf SK mengeluhkan layanan kemoterapi untuk diagonis Lhymphoma saat ini tak lagi ditanggung BPJS Kesehatan.

Imbasnya pasien kemoterapi harus membayar mandiri.

Informasi dihimpun berdasarkan surat edaran BPJS Kesehatan Nomor 1290/VIII-03/0724 perihal tindak lanjut pelayanan kemoterapi, BPJS Kesehatan menunggu konfirmasi komitmen layanan kemoterapi RSUD dr H Jusuf SK terkait ketersediaan dokter penanggung jawab yang purna waktu.

Nugraha Putra, salah seorang pasien yang harus melaksanakan kemoterapi di tanggal 25 Juli kemarin harus memupuskan harapannya karena kini harus membayar mandiri jika ingin melakukan kemoterapi.

Baca juga: Gubernur Kaltara Zainal A Paliwang Resmikan Kantor Kas BRI di RSUD dr H Jusuf SK Tarakan

Orangtua diimbau segera membawa anak ke UGD RSUD dr.H.Jusuf SK jika penanganan pengobatan pertama belum ada perubahan
Orangtua diimbau segera membawa anak ke UGD RSUD dr.H.Jusuf SK jika penanganan pengobatan pertama belum ada perubahan (TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH)

Saat ini ia menunda sementara kemoterapi kedua.

Ia mengungkapkan bagaimana kronologi penyakit yang ia derita.

Pertama ia merasakan pertama kali ada semacam benjolan kecil muncul di leher di bulan November 2023 kemarin.

Kemudian ia berobat ke dr Arif, dokter umum di Kampung Bugis.

Saat itu oleh dokter mendiagnosis radang tenggorokan.

Selanjutnya karena belum ada perubahan, ia beralih ke Dokter Magdalena spesialis THT dan menyarankan untuk dilakukan CT scan ke Pertamedika.

“Namun belum sempat ke sana. Kemudian karena ada agenda ke Berau Tanjung Redeb. Akhirnya saya di Tanjung Redeb saya coba berobat di sana dan CT Scan di RS Tanjung Redeb dan hasilnya belum ada jawaban saat itu.

Saya disarankan untuk biopsi atau bedah, tapi setelah lebaran,” ujarnya.

Baca juga: Gratis untuk Keluarga Pasien dari Luar Kaltara, Gubernur Resmikan Rumah Singgah RSUD dr H Jusuf SK

Dan ia kembali ke Tarakan memutuskan biopsy Maret 2024 setelah lebaran dan membaawa hasil CT Scan dari Berau.

Menurut diagnosis Dokter itu tumor colli.Dan disarankan dibedah atau dibiopsi.

Dan pada 28 Mei 2024 hasilnya didiagnosis kanker disebut Lymphoma.

“Belum disebutkan stadiumnya. Saya disarankan pemeriksaan lab kedua dan hasilnya kanker ganas atau Lymphoma Colli bahasa medisnya stadium satu.

Dan setelah pemeriksaan lagi, tanggal 25 Juni 2024 saya melakukan kemoterapi pertama. Itu cukup sakit dan saya syok, karena dimana-mana informasinya masuk kemoterapi ketiga rontok tapi ini kemoterapi pertama sudah rontok di minggu kedua,” akunya.

Yang semakin membuat ia berat menerima kondisi karena tanggal 20 Juli 2024 kemarin, ia mendapat informasi dalam grup yang di dalamnya semua adalah pasien kemoterapi.

Bahwa yang di-share dalam grup untuk kemoterapi di RSUD dr H Jusuf SK yang menggunakan BPJS diputus dan tidak dilanjutkan dikarenakan dokter onkologi dan hematologi tidak lagi bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Kabar ini cukup membuat kaget karena ada pemutusan sepihak dan ia mencoba berkonsultasi dengan pihak rumah sakit.

Oleh pihak rumah sakit menyarankan membuat surat pengaduan dan itu tidak dilakukannya karena menurutnya tidak akan ditanggapi.

Baca juga: Cerita Daman Lubis Pasien Cuci Darah di RSUD dr H Jusuf SK, Bersyukur Bisa Nginap di Rumah Singgah 

Pelaksanaan vaksinasi dosis ketiga atau booster di RSUD dr H Jusuf SK Tarakan masih dalam tahap persiapan logistik.
Pelaksanaan vaksinasi dosis ketiga atau booster di RSUD dr H Jusuf SK Tarakan masih dalam tahap persiapan logistik. (tribunkaltara.com)

“Saya coba berkomunikasi dengan Plt Direktur RSUD Pak Dokter Budi by chat, dibenarkan pihaknya memang ada pemutusan sepihak dari BPJS. Saya sendiri keberatan adanya pemutusan ini, ini sangat merugikan bagi kami pasien, kenapa dadakan dan tidak ada sosialisasi sebelumnya. Sedangkan saya di tanggal 25 Juli 2024 itu sudah harus kemoterapi yang kedua,” aku pria kelahiran Tarakan 27 Januari 1975 ini.

Dan sampai hari ini ia belum melakukan kemoterapi kedua.

Padahal keterangan dari dokter onkologi, jika kemoterapi terputus maka harus mulai dari nol lagi mulai dari kemoterapi pertama.

“Kasihan teman-teman yang sudah kemoterapi keenam atau ketujuh kalinya harus kembali ke kemo pertama cukup menyakitkan. Kemoterapi itu pascanya sangat gak enak bagi yang sudah merasakan. Saya harap pihak pemerintah termasuk Pemprov Kaltara cepat tanggapi hal ini karena ini menyangkut nyawa seseorang. Jangan sampai karena pemutusan sepihak BPJS ini ada lagi korban,” ujarnya.

Karena satu rekannya, Pak Joko yang juga pasien kemoterapi sudah lebih duluan meninggal dunia dan belum sempat kemoterapi.

Ia tak menampik, kematian seseorang menjadi takdir Tuhan namun ada istilah upaya sebagai manusia atau ikhtiar.

Ia melanjutkan, memang ada saran atau opsi melakukan kemoterapi keluar daerah di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS untuk layanan ongkologi dan hematologi.

Namun ia keberatan.

Begitu juga rekan-rekannya.

Karena saat ini pasien kemoterapi di dalam grup mencapai sekitar 59 orang.

“Kami disarankan di Balikpapan atau Samarinda yang terdekat. Di Surabaya dan Makassar juga ada. Tapi ini perlu waktu, biaya dan tenaga. Kita harus tahu rumah sakitnya dituju, tempat tinggalnya. Sampai di sana ada pra pemeriksaan darah sebagainya, administrasi itu memakan waktu,” paparnya.

Ia juga melanjutkan pagi tadi, ia sudah ke BPJS Kesehatan untuk menanyakan hal tersebut.

Bahkan mendatangi kantor BPJS Kesehatan.

Dan pihaknya bertemu dengan pihak perwakilan BPJS dan dibenarkan bahwa BPJS Kesehatan memutuskan tidak bekerja sama dengan pihak rumah sakit khusus pelayanan dokter ongkologi dan hematologi.

Baca juga: Gratis untuk Keluarga Pasien dari Luar Kaltara, Gubernur Resmikan Rumah Singgah RSUD dr H Jusuf SK

Daman Lubis, warga Tanjung Selor, pasien cuci darah yang ikut menginap di Rumah Singgah RSUD dr H Jusuf SK Tarakan saat berbincang bersama Gubernur Kaltara Zainal Paliwang
Daman Lubis, warga Tanjung Selor, pasien cuci darah yang ikut menginap di Rumah Singgah RSUD dr H Jusuf SK Tarakan saat berbincang bersama Gubernur Kaltara Zainal Paliwang (TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH)

“Karena apa, karena dua dokter yang bersangkutan tidak berkomitmen dalam kerja sama dengan BPJS. Karena ada informasi mereka kerja sama paruh waktu. Menurut saya sih, wajar saja BPJS memutuskan itu tapi juga di kami itu bukan solusi. Kami harapkan BPJS berkomunikasi dengan rumah sakit. Ini kan cukup lama hampir dua minggu lebih tidak ada greget dari pihak BPJS dan rumah sakit. Tidak ada jawaban memuaskan bagi kami BPJS,” ujar pria berusia 49 tahun ini.

Dan lanjutnya, pihaknya bersama rekan senasib yang harus kemoterapi disarankan keluar daerah.

Dan untuk keluar daerah biaya tentu cukup besar.

Informasi dihimpun pihaknya, jika membayar mandiri, pengalaman rekan yang sudah pernah membayar, satu kali kemoterapi di antara angka Rp7 juta –Rp20 juta bergantung jenis kankernya.

Tentunya ia keberatan mengeluarkan biaya pribadi seperti itu. Ia saat ini hanya menggunakan obatan herbal walaupun tidak disarankan.

Ia saat ini masih menunggu keputusan pihak rumah sakit dan BPJS.

Apalagi pihaknya rutin membayar premi BPJS Kesehatan untuk kelas tiga Rp35 ribu per bulannya.

Ia melanjutkan lagi, ia sendiri bekerja paruh waktu swasta beralamat di Perum Korpri Kelurahan Juata Kerikil.

Kondisinya saat ini pasca kemoterapi pertama, ada perubahan di bagian lehernya.

Dulunya bengkak di leher cukup besar menyerupai gondok. Namun kini sudah agak mengecil bengkaknya dan perlahan menghilang.

Namun menurut dokter onkologi diwajibkan 8 kali kemoterapi dan ini baru kemoterapi.

Seharusnya kemoterapi kedua di tanggal 25 Juli 2024.

“Karena datang surat pemutusan di 20 Juli kemarin, kami distop. Saya rasakan kemarin pasca kemo, fisik rambut rontok, kemudian bibir pecah, tangan keram. Itu sampai sekarang masih rasakan keram, di awal saya bahkan habis kemo hanya makan yang kuah, tidak bisa yang kering,” paparnya.

Ia mengakui fisik lehernya yang sebelumnya ada benjolan mulai mengecil mengempes setelah kemoterapi.

Kemoterapi itu diinfus dan dimasukkan obat-obatan saat itu.

Satu jam setelah kemoterapi sempat menggigil dan selanjutnya kembali beradapatasi kemungkinan obat yang masuk dalam tubuhnya dan kembali normal.

“Memang habis kemo badan keram, badan lemas, dan rambut saya rontok. Saya juga konsumsi obat maag karena akibat efek samping kemo. Kami diberi obat mual dan pusing kalau ada reaksi pasca kemoterapi,” jelasnya.

Ia melanjutkan, ditanya apakah akan bersurat ke pemerintah ia menegaskan tidak ingin terlalu jauh sampai ke sana.

Ia hanya ingin pihak rumah sakit dan BPJS Kesehatan menyelesaikan persoalan ini jangan sampai berlarut-larut karena kondisi ini, pasien yang dirugikan tentunya.

“Bagaimana caranya pemprov juga tanggap ini, saya tidak mau terlalu jauh apalagi ini musim politik. Di sini posisi saya pasien meminta kembali kondisinya seperti kemarin. Kami mau cepat ditanggapi dalam waktu dekat buat komitmen rumah sakit dan BPJS. Teknisnya apakah pakai dokter onkologi yang tetap atau yang baru bergantung rumah sakit. Kami sebagai pasien intinya bisa menjalankan kemoterapi,” tegasnya.

Ia membenarkan bahwa informasi diterimanya bahwa dokter yang melayani ongkologi adalah paruh waktu.

Baca juga: Permudah Penyelesaian Pembayaran, Gubernur Kaltara Resmikan BRI Kantor Kas RSUD dr H Jusuf SK

Di Tarakan sebulan sebulan empat kali informasinya.

“Tidak ada dokter full time di Tarakan untuk ongkologi. Yang berhubungan dengan ongkologi intinya tidak dilayani BPJS kesehatan saat ini bukan hanya kanker saja. Yang berhubunguan onkologi dan hematologi tidak ditanggung.

Itu kami keberatan saya pribadi dan teman-teman sekitar 61 orang dalam grup, ada dokter di sana, admin satu orang jadi anggaplah ada 59 orang pasien dalam grup Kemoterapi,” pungkasnya.

Sementara itu pihak RSUD dr H Jusuf SK yang dikonfirmasi media masih belum merepons terkait upaya konfirmasi layanan ini. Adapun untuk BPJS Kesehatan, besok pagi dijadwalkan untuk melaksanakan konferensi pers terkait kondisi yang terjadi.

(*)

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved