Berita Tarakan

Tangani 84 Kasus Pelecehan Seksual dengan Korban di Bawah Umur, DP3AP2KB Tarakan Beber Fakta Berikut

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Tarakan menerima laporan 84 kasus pelecehan seksual.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TribunKaltara via Kompas.com
Ilustrasi pelecehan seksual 

TRIBUNKALTARA.COM,TARAKAN -  Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tarakan menerima laporan 84 kasus pelecehan seksual.

Dari 84 kasus ini dilimpahkan datanya dari Polres Tarakan melalui Unit PPA Polres Tarakan. Kemudian merujuk ke DP3AP2KB untuk  penanganan dan pendampingan psikolog serta klaim biaya visum.

"Jadi dari 84 kasus  ini mayoritas kasus pelecehan seksual. Ini khusus anak, beda lagi kasus untuk perempuan. Pelaku ini rata-rata orang terdekat, belum  ada kasus pelaku orangtua sendiri. Tapi ada yang berstatus rekan kerja bapaknya, tetangganya juga ada rata-rata pelakunya itu," ujar Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DP3AP2KB, Rinny Faulina.

Ia melanjutkan didominasi korban ada yang masih usia di bawah 6 tahun ada tiga kasus dan usia 6-12 tahun ada 17 kasus, usia di atas 12-17 tahun ada 58 kasus sehingga total 84 kasus. 

Baca juga: Hingga Juli PPPA Tana Tidung Catat 5 Kasus Pelecehan Seksual: Batasan Lawan Jenis Bisa jadi Pencegah

Rata-rata penyebabnya beragam. 

"Anak kan cenderung gampang diiming-imingi. Kemudian dia kan anak-anak juga masih labil tidak mengerti juga, kemudian ada juga kasusnya yang satu agak jadi perhatian satu anak berkebutuhan khusus yang jadi korban dan dia tidak mengerti, diajak seseorang keluar," paparnya.

Kemungkinan korban tidak paham dan tidak mengerti dan diberikan tontonan dan disuruh mempraktekkan. 

"Anak berkebutuhan khusus ini perempuan, pelaku orang dewasa. Itu yang lumayan menjadi perhatian tim dan untuk anak berkebutuhan khusus otomatis akan memperberat hukuman si pelaku," paparnya.

Bentuk pelecehan dialami korban ada yang persetubuhan, dan ada juga yang pencabulan.

Kemudian ada juga faktor suka sama suka. 

"Mirisnya suka sama suka, melibatkan anak yang masih SD. Pelakunya juga sesama SD dan ini orangtuanya melapor," paparnya.

Untuk kasus suka sama suka kemarin juga telah diproses kepolisian dan ia tidak update lagi tindak lanjutnya karena hanya sampai di proses pendampingan. 

"Anak ceweknya kelas enam SD, cowoknya kelas 5 SD dan sudah hamil. Anak-anak sekarang kelas 3 SD sudah ada yang menstruasi. Ini kasusnya di 2024," ujarnya.

Kasusnya sendiri apakah dinikahkan, di UU Pernikahan belum bisa namun karena ada situasi demikian dikecualikan. Namun hak pendidikan kedua anak tersebut tetap harus dapat.

"Pendidikannya biasanya dijelaskan ke orangtua dan sekolah bisa daring selama proses hamil sampai melahirkan. Yang laki-laki juga begitu," jelasnya.

Ia melanjutkan bahwa salah satu kegiatan untuk pencegahan adalah edukasi kepada masyarakat tentang situasi di Tarakan seperti apa.

Kemudian pola asuh orangtua atau parenting, apa yang harus dilakukan terhadap anak kemudian peran sekolah, masyarakat. 

Dalam melaksanakan edukasi ke masyarakat selalu menggandeng Unit PPA Polres Tarakan untuk menyampaikan jika terjadi kasus maka tindak pidana apa yang bisa didapatkan dari sisi hukumnya, dan dari sisi psikolognya bagaimana peran orangtua.

Untuk kasus suka sama suka, peran orangtua harus lebih banyak dan kadang mungkin pada saat anak keluar malam pukul 22.00 WITA belum pulang, maka harus dicari. Orangtua harus waspada.

"Tren di Kota Tarakan juga harus tahu anak-anak ada yang gaya pacarannya berani check in, gaya pacarannya sudah kebablasan dan ini ada didapati check in, yang open BO juga ada. Inilah kami ungkapkan fakta-fakta di lapangan ke masyarakat saat kami sosialisasi supaya masyarakat bisa aware," tegasnya.

Sehingga kepada anak juga harus waspada bahwa meski memberikan  kebebebasan bergaul, orangtua harus tetap memberikan batasan. 

Dari Permendikbud Nimor 46 Tahun 2023 sudah dibentuk berkaitan tim pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.

Fungsi tim jika ada kasus didapati di sekolah, sekolah berperan memeriksa kejadian dan melapor ke Satgas kota dan melihat kebutuhan apakah pendampingan dan rujukan.

Baca juga: Pelecehan Seksual Terhadap Anak di Tana Tidung Meningkat, Mirisnya Pelaku Orang Terdekat Korban

"Entah dirujuk ke kami, atau ke disdik. Penyelesaiannya harus diberikan pendidikan. Edukasi ke orangtua, kalau tidak mau di sekolah formal ya ke swasta," ujarnya.

Terhadap anak sebagai pelaku tidak bisa dihukum berdasarkan UU Praperadilan Anak untuk usia di bawah 12 tahun. 

"Di Tarakan belum ada rehabilitasi sosial biasanya dirujuk ke Samarinda atau Banjarmasin. Jadi untuk Praperadilan anak dikembalikan ke orangtua atau dia mau dilakukan rehab sosial dikomunikasikan ke orangtua. Kemarin diberikan pendampingan psikolog ke anaknya untuk perubahan perilaku. Kedua orangtua juga menerima dan siap diberikan pendampingan psikolog," tukasnya. 

(*)

Penulis: Andi Pausiah

 

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved