Berita Tana Tidung Terkini

Perhatian Orang Tua yang Berlebihan Dapat Buat Daya Juang Gen Z Kurang, Begini Penjelasan Psikolog

Bagi anak kelahiran 1997 hingga 2012 disebut generasi Gen Z. Nah di generasi Z ini apabila perhatian orang tua secara berlebihan tak ada daya juangnya

Penulis: Rismayanti | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ HO-Ien Maslichah
Psikolog Tana Tidung, Ien Maslichah jelaskan penyebab maraknya isu mental yang dialami Gen Z yang lahir di Tahun 1997 hingga 2012. 

TRIBUNKALTARA.COM, TANA TIDUNG - Pada era Gen Z saat ini sangat banyak diangkat tentang permasalahan mental yang kabarnya kerap dialami generasi kelahiran tahun 1997 hingga tahun 2012. Salah satunya  jika perhatian orang tua berlebihan terhadap generasi Gen Z, sehingga daya juangnya kurang.  

"Sekarang melihat Gen Z itu lagi diangkat isu mental, sebenarnya sama seperti generasi milenial dulu kan punya isu tersendiri begitu juga dengan Gen Z ini sekarang," ujar Ien Maslichah, pemilik Inden Layanan Psikolog Tana Tidung Jumat (1/11/2024).

Ien Maslichah mengatakan di masa Gen Z ini perhatian orang tua pada pada anak terbilang berlebihan karena khawatir anak akan merasa kesulitan seperti pada masa sebelumnya.

"Tentunya anak-anak di usia Gen Z ini lebih kepada semuanya serba instan atau dipermudah, baik itu orang tua yang punya pola asuh istilahnya menganggap anaknya itu jangan sampai susah seperti zamannya," katanya.

Baca juga: Rentan Alami Masalah Mental Akibat Penggunaan Gadget Berlebih, Begini Respons Gen Z Tana Tidung

Menurut Ien Maslichah perhatian yang berlebih-lebihan ini lah yang justru menghambat perkembangan anak.

"Perhatian yang berlebih dari orang tua ternyata juga tidak baik terhadap perkembangan anak karena apa-apa serba mudah dan instan," tuturnya.

Psikolog di Tana Tidung ini menambahkan salah satu penyebab tingginya pembahasan isu mental pada Gen Z karena kemudahan yang telah diberikan oleh orang tua kepada anaknya.

"Jadi karena semua serba instan itu lah yang membuat isu mentalnya lebih cepat, karena mereka jarang menghadapi permasalahan yang berat," tambahnya.

Kurang mampunya Gen Z dalam menghadapi permasalahan akan membentuk kecerdasan emosional yang menganggap dirinya tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu permasalahan.

Baca juga: Gen Z Rentan Terkena Masalah Mental, Dokter Puskemas Kujau Tana Tidung Kaltara Beber Penyebabnya

"Generasi sekarang itu kurang survive dan dari situ lah sebenarnya seseorang terbentuk EQ ( Emosional Quotient ) atau kecerdasan emosional menganggap mereka tidak mampu menangani masalah," lanjutnya.

Ia mengungkap untuk membangun jiwa juang pada anak khususnya Gen Z tidak lah sulit, cukup dengan sering libatkan anak pada kegiatan ringan yang dapat dilakukan sehari-hari di rumah.

"Sebenarnya melakukan survive itu mudah saja misal dengan kegiatan-kegiatan sederhana yang ada di rumah misalnya anak dilibatkan seperti mencuci dan sebagainya," ungkap.

Contohnya dengan membiarkan anak mencuci piring, ia akan menganalisa bagaimana agar piring yang ia cuci dapat bersih.

Cara-cara seperti itu lah yang dapat menjadi stimulus bagi anak untuk memunculkan daya juang pada anak.

"Ketika anak mencuci piring awalnya mungkin tidak bisa, otomatis dia mikir kemarin diusap satu kali tidak bersih, setelah diusap tiga kali baru bersih, nah itu lah respon ketika kita terbiasa menghadapi suatu masalah jiwa survive itu akan muncul," sambungnya.

Foto remaja di Tana Tidung yang tergolong Gen Z atau kelahiran rentan tahun 1997 hingga 2012. (TribunKaltara.com/Rismayanti)
Foto remaja di Tana Tidung yang tergolong Gen Z atau kelahiran rentan tahun 1997 hingga 2012. (TribunKaltara.com/Rismayanti) (TribunKaltara.com/Rismayanti)

Berbeda jika anak selalu diberi kemudahan dan tidak dilibatkan pada kegiatan yang dapat memicu munculnya daya juang dalam dirinya.

"Tapi kalau anak diam saja, apa-apa sudah diberikan, apa yang dia mau dituruti jadi tidak ada effort anak untuk melakukan sesuatu yang sifatnya itu kompetisi yang dapat memacu rasa mampu untuk melakukan sesuatu," imbuhnya.

Ia menjelaskan Gen Z saat ini dapat dikatakan lebih tinggi secara intelektual karena di era digital saat ini jangkauan informasi yang didapat lebih banyak.

"Meskipun Gen Z ini secara kecerdasan intelektual atau IQ lebih tinggi karena mereka lebih cepat dan lebih banyak mendapat informasi karena mereka belajar dengan jangkauan yang lebih luas daripada generasi sebelumnya," jelasnya.

Namun jika informasi yang didapat tidak dipilah dengan baik akan menimbulkan kesalah pahaman dalam mengartikan informasi tersebut khususnya yang berkaitan dengan isu mental.

"Hanya saja kalau dia didasari pembelajarannya itu terkait informasi yang kebenarannya belum bisa pertanggung jawabkan akhirnya itu menjadi salah kaprah terutama informasi tentang masalah mental," tegasnya.

Hal itu lah yang membuat anak terkadang menyalah artikan nasehat yang diberikan oleh orang tuanya dan menganggap itu sebagai bentuk penyerangan jiwa kekanakan dalam dirinya.

Baca juga: Apa itu Istilah MBTI? Tipe Kepribadian yang Sering Digunakan Gen Z di Media Sosial

"Ketika ada permasalahan mungkin orang tuanya menasehati dianggap itu bentuk penyerangan terhadap inner child mereka padahal sebenarnya itu bentuk edukasi orang tua kepada anaknya," terangnya.

Sehingga kesalahan dalam mengartikan edukasi dari orang tua itu lah yang membuat anak merasa memiliki permasalahan mental.

"Tapi itu tadi karena salah kaprah menganggap satu kata mental seperti anxiety atau depresi dan sebagainya padahal masalah mental tidak semudah itu diagnosanya," ucapnya.

Anggapan anak yang memiliki masalah mental ini lah yang justru munculnya gejala masalah mental karena adanya sugesti yang masuk ke dalam dirinya.

"Justru hal seperti itu yang membawa sugesti ke dirinya menganggap bahwa mereka itu anxiety atau depresi akhirnya timbul rasa insecure atau tidak percaya diri untuk melakukan sesuatu," pungkasnya.

(*)

Penulis : Rismayanti 

 

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved