Berita Bulungan Terkini

Tugu Putri Lemlai Suri Mulai Dicat, Masyarakat Sebut Makin Menawan Bak Putri Asli, Ini Sejarahnya

Patung putri yang menjadi legenda Kabupaten Bulungan tersebut bahkan disebut masyarakat kini telah menjadi jauh lebih cantik dan mulus. Ini sejarahnya

Penulis: Desi Kartika Ayu | Editor: M Purnomo Susanto
TribunKaltara.com / Istimewa
TUGU PUTRI LEMLAI SURI – Tampilan terbaru tugu putri lemlai suri setelah dilakukan pengecatan disebut warga semakin cantik dan menawan, bak putri asli dengan kulit putih bersih. Menjadi legenda dan sejarah Bulungan (TribunKaltara.com / Istimewa) 

TRIBUNKALTARA.COM, TANJUNG SELOR – Tidak lagi berwarna coklat tembaga, kini patung Putri Lemlai Suri disebut telah dilakukan pengecatan.
 
Patung Putri Lemlai Suri yang menjadi legenda Kabupaten Bulungan tersebut bahkan disebut masyarakat kini telah menjadi jauh lebih cantik dan mulus.
 
Hal ini merupakan respon cepat yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan dalam menerima saran dari masyarakat berkenaan dengan warna Putri Lemlai Suri yang tidak lebih bagus dari sebelum direvitalisasi.
 
Sebelumnya, Bupati Bulungan, Syarwani sempat mengatakan bahwa Pemkab Bulungan tidak memiliki niat untuk merubah Tugu Putri Lemlai Suri. Dimana revitalisasi dilakukan hanya untuk membuat tugu tersebut menjadi lebih indah dan megah.

Baca juga: Patung Putri di Tugu Lemlai Suri Tanjung Selor Tuai Sorotan Netizen, Ini Tanggapan Bupati Bulungan 

MENUAI SOROTAN - Patung Putri Lemlai Suri yang berdiri di atas Tugu Lemlai Suri di Tanjung Selor, Bulungan, Kalimantan Utara menuai sorotan dari netizen.
MENUAI SOROTAN - Patung Putri Lemlai Suri yang berdiri di atas Tugu Lemlai Suri di Tanjung Selor, Bulungan, Kalimantan Utara menuai sorotan dari netizen. (TRIBUNKALTARA.COM/ EDY NUGROHO)

Safitri (30) warga Tanjung Selor, mengatakan jika tampilan tugu Putri Lemlai Suri kini menjadi semakin menawan. Selain terlihat lebih cantik, patung Putri Lemlai Suri yang berada di tengah telur menetas tersebut menjadi lebih terang.
 
“Setelah dicat seperti itu, jadi lebih cantik. Mungkin kemarin memang belum selesai kan pembangunanya, bahkan sampai sekarang juga masih dilindungi besi,” ucapnya, Minggu (2/2/2025).
 
“Jadi kalau dilihat mungkin sekarang versi glow upnya, karena kulitnya lebih putih dan bersih. Seperti putri sungguhan,” sambungnya.
 
Untuk mempercantik tugu yang digadang-gadang menjadi kebanggaan Tanjung Selor ini, Pemkab Bulungan bahkan menggelontorkan anggaran yang tidak sedikit yakni sebesar Rp 3 Miliar. Bahkan disebutkan anggaran tersebut berpotensi akan mengalami penambahan.
 
Sebelum menjadi sebuah tugu yang dikenal sebagai ikon Bulungan dan Tanjung Selor, legenda lemlai suri masih sangat melekat dan dianggap sebagai warisan budaya untuk Bulungan.
 
Bahkan hingga saat ini, legenda tentang Putri Lemlai Suri juga masih hangat di catatan sejarah Bulungan. Berikut kilas balik sejarah Putri Lemlai Suri yang sempat dirangkum oleh TribunKaltara.com dari beberapa Budayawan Bulungan.
 
Berikut Sejarah Singkat Putri Lemlai Suri
 
Perlu diketahui, tugu yang berbentuk seorang putri menetas dari dalam telur yang dibangun oleh Pemkab Bulungan  (Bupati Bulungan, Kol Inf Purn. H. Yusuf Dali) yang saat itu masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada tahun 1994 ini memiliki sejarah melekat.
 
Budayawan Bulungan, Joko Supriyadi menjelaskan, bahwa banyak versi yang berkaitan dengan kisah dari putri yang saat ini menjadi salah satu ikon Tanjung Selor ini. Kisah tersebut juga sempat ditulis dalam dokumen Belanda pada tahun 1855.
 
“Ini Dokumen tertua sepertinya yang menceritakan tentang legenda dari Lemlai suri, pada abad 16 jauh sebelum Kerajaan Kesultanan Bulungan Berdiri. Dari kesultanan Bulungan sekitar masih 10 generasi atau kurang lebih 300 tahunan lah,” jelasnya.
 
Dalam dokumen tersebut menjelaskan bahwasanya lemlai suri ini terlahir dari sebuah telur yang diciptakan oleh dewa guntur bernama Belalinajeb (Dewa Guntur Suku Dayak Kayan). selain Lemlai Suri, Dewa Belalinajeb juga menciptakan seorang pria yang berasal dari kayu (bambu) yang kemudian dikenal sebagai Ilang Bilung (menurut dokumen belanda).
 
“Kalau di Dokumen nama yang laki-laki Ilang Bilung, tapi menurut legenda yang berkembang dan populer di masyarakat yakni Jau Iru. Tapi untuk yang perempuan sepakat atas nama Lemlai Suri,” paparnya.
 
Sejarah Lemlai Suri ini berasal dari suku Dayak Kayan. Selain dokumen Belanda, legenda Lemlai Suri ini juga sudah berkembang di masyarakat Bulungan terkait kebenaran kisah tersebut.
 
Salah satunya dibenarkan oleh Budayawan Bulungan, Qomariyah. Wanita yang juga berprofesi sebagai seorang guru sekaligus pelatih tarian tradisional ini menceritakan, bahwa kisah Lemlai suri ini berasal dari desa long pelban, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan.
 
Yang mana pada saat itu, seorang kepala suku Dayak Kayan bernama Kuanyi yang memimpin sekitar 80 kepala keluarga di ‘Apok Kayan’ (yang saat ini menjadi Desa Long Pelban) hingga hari tua tidak diberi keturunan.

Baca juga: Pemasangan Putri Lemlai Suri Dijadwalkan Hari ini, Bupati Bulungan: Tetapi Belum Difungsikan

Tampilan Tugu Lemlai Suri Setelah Dilakukan Revitalisasi dan Pemasangan Patung Putri Lemlai Suri dan Telur Pecah (TribunKaltara.com / Desi Kartika)
Tampilan Tugu Lemlai Suri Setelah Dilakukan Revitalisasi dan Pemasangan Patung Putri Lemlai Suri dan Telur Pecah (TribunKaltara.com / Desi Kartika) (TribunKaltara.com / Desi Kartika Ayu Nuryana)

Untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya, Kuanyi dan sang istri ‘Inai’ memilih berburu dan bercocok tanam sebagai mata pencaharian.
 
“Kuanyi ini pada masa itu sebagai kepala suku termasuk orang berada, karena mereka tinggal di rumah yang besar,” terang Qomariyah kepada awak Tribun Kaltara saat ditemui di kantor tempatnya mengajar.
 
Pada saat itu, sang istri mengatakan jika persediaan makanan di rumah sudah hampir habis. Oleh karena nya, Inai meminta Kuanyi untuk berburu ke hutan mencari hewan buruan.
 
Kuanyi pergi menuju hujan di kala keadaan masih pagi petang dengan ditemani oleh beberapa anjing peliharaannya, namun pada saat itu keadaan hutan berbeda dari biasanya, hutan terasa sangat sepi. Hingga siang hari ia belum juga mendapat hewan buruan.
 
“Menurut Sejarah saat itu hutan sangat sepi, bahkan untuk hewan lalat atau serangga pun tidak ada,” tuturnya.
 
Karena merasa letih, Kuanyi akhirnya tertidur. Ia Pun terbangun dikarenakan suara anjing-anjingnya yang menggonggong keras.  Kuanyi mengira anjing melihat seekor hewan buruan. Namun anehnya, anjing tersebut berlari dan menggonggong menuju serumpun bambu bukan karena melihat hewan buruan.
 
Saat Kuanyi hendak kembali ke tempat ia beristirahat, anjing tersebut justru menggigit ‘cancut’ milik Kuanyi dan menyeret Kuanyi menuju salah satu batang bambu yang berasal dari serumpun bambu tadi. Akhirnya Kuanyi memutuskan menebas satu batang pohon bambu tersebut untuk ia bawa pulang sesuai permintaan sang anjing.
 
Akhirnya kuanyi memutuskan untuk pulang dengan hanya membawa satu batang pohon bambu. Ditengah perjalanan hal serupa kembali terjadi. Namun kali ini sang anjing justru menggonggong menuju kearah satu pohon besar yang saat itu dikenal dengan pohon ‘lemlai’.
 
“Dan di panjatlah pohon tersebut oleh Kuanyi. Saat berada diatas pohon ia mendapatkan satu buah telur ukuran besar dan kemudian ia bawa pulang bersama ia membawa pohon bambu tersebut,” paparnya.
 
Kemudian, Inai meneraima telur hasil buruan Kuanyi dan ia letakkan diatas ‘parung’ dan untuk bammbunya ia letakkan dibelakang pintu dapur. Pada malam itu terjadi hujan badai kencang didaerah Apok Kayan Hulu tempat tinggal mereka yang saat ini menjadi Desa Long Pelban.
 
Dan ketika hujan dan badai perlahan reda, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi. Kuanyi dan Inai mencari tahu, ternyata suara tangisan bayi tersebut berasal dari batang bambu yang didapatkan dari hutan. Setelah dibelah keluarlah seorang bayi laki-laki.
 
Dan tidak berapa lama terdengar suara tangisan bayi kembali yang ternyata berasal dari sebutir telur yang ia bawa pulang bersama bambu tersebut dari hutan. Melihat telur tersebut telah retak, ia pun segera membuka nya dan keluarlah bayi perempuan cantik dari dalam telur tersebut.
 
“Jadi dalam semalam pasangan Kuanyi dan Inai mendapat sepasang anak laki-laki dan perempuan,” jelasnya penuh semangat.
 
Bayi laki-laki tersebut diberi nama Jau Iru yang berarti guntur besar dan yang perempuan bernama Lemlai Suri yang mana Lemlai adalah nama sebuah pohon dan Suri berarti putri atau perempuan.
 
Yang kemudian dari Lemlai Suri dan Jau Iru inilah cikal bakal lahirnya keturunan suku Bulungan. Perpaduan antara suku Dayak kayan (garis keturunan Lemlai Suri) yang bernama Asung Luwan dan menikah dengan suku Brunei  yang Bernama Datu Mancang.

Baca juga: Keindahan Tugu Putri Lemlai Suri Bulungan Setelah Direvitalisasi: Ketinggian Mencapai 24 Meter

Tugu lemlai suri yang akan menjadi landmark kota Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan (TribunKaltara.com / Desi Kartika)
Tugu lemlai suri yang akan menjadi landmark kota Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan (TribunKaltara.com / Desi Kartika) (TribunKaltara.com / Desi Kartika Ayu Nuryana)

Berikut silsilah berdasarkan legenda yang beredar di masyarakat.

·       Dinasti Kuanyi (Suku Dayak Kayan)
1.     Kuanyi

2.     Jau Iru (Sumai Lemlai Suri)

3.     Paren Anyi

4.     Jau Anyi

5.     Lahai Bara

6.     Asung Luwang
 
·       Dinasti Datu Mancang  (Suku Brunei)
1.     Datu Mancang

2.     Kenawai Lumu
 
·       Dinasti Abdurrasyid atau Datu Rasyid (Suku Sulu)
1.     Datu Rasyid

2.     Wira Kelana

3.     Wira Digadung

4.     Wira Amir / Amir Mukminin

5.     Sultan Alimuddin

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved