Pro dan Kontra Perpisahan Sekolah

Boleh atau Tidak Perpisahan Sekolah Dilakukan? Ombudsman Kaltara: Harus Sukarela Bukan Pungutan 

Ombudsman RI Provinsi Kaltara ikut menanggapi persoalan pro kontra perpisahan yang viral dibahas di media sosial. 

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH
Bakuh Dwi Tanjung, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Provinsi Kaltara. TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN -Ombudsman RI Provinsi Kaltara ikut menanggapi persoalan pro kontra perpisahan sekolah yang viral dibahas di media sosial

Belum lama ini muncul keresahan masyarakat mengenai penarikan uang ke orang tua siswa untuk kegiatan perpisahan sekolah.

Ombudsman RI Provinsi Kaltara, yang dihadiri Bakuh Dwi Tanjung, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan menyampaikan pandangannya dalam kegiatan RDP.

Sebelum memberi pandangan boleh atau tidak, ia mengulas di 2018 sempat marak kegiatan di Tarakan adanya pungutan di sekolah sehingga saat itu Ombudsman bergerak bersama Tim Saber Pungli. 

Baca juga: BREAKING NEWS- Adanya Pro dan Kontra Digelar Perpisahan, DPRD Tarakan Panggil Komite dan Sekolah

Dimana, pungutan yang dilakukan di 2018 adalah tidak dibenarkan.

Pihaknya saat itu mendapatkan laporan sifatnya bukan sumbangan tapi pungutan.

"Memang dunia pendidikan kita anggaran terbatas. Tidak leluasa melakukan. Paling gampang menggunakan orangtua siswa. Masalahnya pelaku pungutan, petugas pelaksana layanan di dunia pendidikan tak pahami regulasi. Sering terjadi pungutan bukan sumbangan. Niatnya bagus bukan keuntungan pribadi tapi caranya salah," papar Bakuh.

Pun begitu juga dengan kasus perpisahan ini. Perpisahan menurutnya baik dilaksanakan. Hanya  saja, caranya perlu digarisbawahi.

Cara yang diterapkan saat ini salah. 

"Dulu di 2018 kita gerak saber pungli dan minta Disdik ikut menugaskan pengawas sekolah setiap ada rapat pengumpulan dana untuk mengingatkan.  Misal, dalam rapat bersama orangtua, misal genteng bocor,  eh nanti nambah WC rusak, bangku kurang. Ujungnya banyak.  Akhirnya karena paling gampang terpenuhi, dibuatlah patok harganya. Pungutan berpatok," jelasnya. 

Ia menegaskan,  tidak boleh mematok harga. Karen disebut pungutan bukan sumbangan. Maka agar tidak terjadi pungutan, harus dibuat neraca saat rapat apa saja dibutuhkan. 

Kemudian, untuk komite, sebagai orang spesial dan  berpengaruh, memiliki kemampuan utama melobi orangtua siswa mampu.

"Kalau yang tidak mampu jangan. Selama ini Ombudsman menerima laporan, banyak medsos ngetag, kita aprove laporan. Dan kalau  kedapatan pungutan, ada sanksi yakni kembalikan. Repotnya kalau sudah dipakai. Jadi  jangan sampai jadi pungutan. Harus sumbangan," tegasnya.

Ia melanjutkan Disdik sudah memberikan surat edaran terkait perpisahan dan wisuda.

Dalam hal ini ia tegaskan tidak wajib tapi tidak dilarang. 

Mekanisme pembiayaannya selama ini bukan sumbangan, tapi pungutan yang dilarang secara aturan.

Maka masukan disampaikan Ombudsman, bahwa pembiayaan kegiatan tidak boleh bersifat pungutan dan tidak boleh memberatkan siswa.

"Kami menyarankan  pembiayaan melalui mekanisme sumbangan sukarela. Apa bedanya sumbangan dan pungutan? Kalau sumbangan, sukarela berapapun nominal sesuai kemampuan penyumbang. Tapi kalau pungutan dia dipatok, harus misal Rp100 ribu dan diberi waktu kapan dikumpul dan rata semua orangtua siswa. Itu masuk kategori pungutan dan dilarang," tegasnya.

Baca juga: Harapkan Perpisahan tak Dihapuskan, Begini Penjelasan Pihak Komite Sekolah Tarakan Kaltara

Sehingga ia tetap menyarankan kegiatan perpisahan boleh asalkan pembiayaan tidak memberatkan siswa dan mekanisme pembiayaan itu menggunakan sumbangan atau sukarela.

"Ini mengantisipasi besarnya pembiayaan, perpisahan jangan gede, sesuaikan budget sederhana yang penting esensi kegiatan perpisahan tersampaikan," pungkasnya. 

(*)

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved