Berita Nunukan Terkini
11 Tahun Mengabdi di Perbatasan RI-Malaysia, dr Yuanti Dipecat, Tangis Pecah di Gedung DPRD Nunukan
Di hadapan para Anggota DPRD Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), dr Yuanti Yunus Konda menyampaikan isi hatinya, usai dirinya dipecat sebagai ASN.
Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Air mata dr Yuanti Yunus Konda tak terbendung, suara bergetar menahan sesak di dada. Di hadapan para Anggota DPRD Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), dr Yuanti Yunus Konda menyampaikan isi hatinya.
Seorang dokter yang telah mengabdikan diri di pelosok perbatasan RI-Malaysia selama 11 tahun, kini harus menerima kenyataan pahit, dipecat sebagai ASN ( Aparatur Sipil Negara) tanpa kesempatan membela diri.
Gedung DPRD Nunukan mendadak sunyi saat suara lirih dr Yuanti Yunus Konda menggema dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada Selasa (20/05/2025).
Tangisnya pecah, menyayat suasana ruang sidang. Di hadapan para legislator, ia mengungkap kisah pilu di balik SK (surat keputusan) pemecatannya sebagai ASN pada 26 Maret 2025, yang salinannya dia terima melalui pesan WhatsApp pada 14 April 2025.
Baca juga: Warga Muruk Rian Tana Tidung Kaltara Rasakan Manfaat Rusa Muda: Tak Perlu Jauh Cari Dokter Spesialis
"Saya sudah 11 tahun mengabdi, bertugas di daerah perbatasan, tapi akhirnya yang saya dapat hanyalah pemecatan. Saya bertanya-tanya, apa salah saya? Apakah pengabdian ini tidak berarti?" ucap Yuanti sambil terisak, sesekali mengusap air mata dengan selembar tisu.
Yuanti adalah dokter yang selama ini lama bertugas di Puskesmas Mansalong, Kecamatan Lumbis, wilayah 3T di Kabupaten Nunukan yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Terakhir, sebelum menempuh pendidikan dokter spesialis di Universitas Indonesia, Jakarta, dia bertugas di Puskesmas Nunukan.
Selama bertugas, ia harus berjauhan dari keluarga. Hanya tinggal berdua bersama anaknya yang masih kecil, sementara sang suami bekerja di Papua.
"Ketika anak saya baru berusia setahun, saya ditugaskan mendampingi akreditasi Puskesmas dari Mansalong ke Sebatik. Saya tidak menolak. Ketika Covid-19 melanda, saya ikut membantu penanganan meski tempat tugas saya jauh dari kota. Saya lakukan semua dengan ikhlas," kata Yuanti.
Namun impiannya untuk menjadi dokter spesialis justru terbentur statusnya sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Padahal, sejak tahun 2017 ia telah berulang kali mengajukan izin belajar, namun tak pernah disetujui. Pada 2022, dengan tekad dan biaya sendiri, ia memutuskan mengambil Spesialis Akupuntur Medis di Universitas Indonesia.
"Saya sudah 8 tahun menjadi PNS. Menurut aturan, sudah cukup untuk bisa melanjutkan pendidikan. Tapi saya tidak pernah diberi izin. Akhirnya saya sekolah dengan biaya sendiri. Tapi balasannya? SP1, SP2, SP3, lalu pemecatan. Saya tidak menyangka," ucapnya.
Selain izin yang tak kunjung diberikan, Yuanti juga harus membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) lebih mahal karena usianya sudah melewati 35 tahun.
Mirisnya, setelah mendapatkan rekomendasi untuk menempuh pendidikan spesialis dari atasan langsungnya di Puskesmas Nunukan, justru atasan langsungnya pula yang mengeluarkan surat panggilan dan berita acara pemeriksaan, sehingga menjadi dasar pemecetannya.
"Kalau memang saya dianggap melanggar, kenapa tidak diproses dari awal? Kenapa harus menunggu tiga tahun? Apakah memecat dokter menjadi sebuah prestasi bagi Dinas Kesehatan?," ujarnya dengan nada protes dan mata sembab.
3 Desa Baru di Nunukan Kaltara Siap jadi Definitif, Berpeluang Gelar Pilkades Perdana Tahun Depan |
![]() |
---|
Wabup Hermanus Ungkap 6 Agenda Prioritas dalam APBD Perubahan 2025 Nunukan Kaltara |
![]() |
---|
Rancangan Pendapatan APBD-P Nunukan 2025 Turun 5,20 Persen, Wabup Sebut Fokus ke Program Prioritas |
![]() |
---|
5 Perusahaan di Nunukan Siap biayai 600 Jiwa Peserta Non JKN Lewat CSR, Dinkes: Sisa 11.456 Orang |
![]() |
---|
Dua Pelajar Nunukan ke Panggung Nasional, Gaungkan Budaya Tidung di Ajang Duta Budaya Indonesia 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.