Berita Nunukan Terkini

SMP Katolik Nunukan Kaltara Soroti Putusan MK Soal Sekolah Swasta Gratis, Kepsek: Kami ini Kecil

Suasana di SMP Katolik Frateran Santo Gabriel Nunukan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) siang itu terlihat tenang. 

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / FELIS
SMP KATOLIK NUNUKAN - Situasi Sekolah SMP Katolik Frateran Santo Gabriel yang terletak di Jalan Fatahillah, RT 10, Kelurahan Nunukan Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), Selasa (10/06/2025), siang. 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN -  Suasana di SMP Katolik Frateran Santo Gabriel Nunukan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara ( Kaltara) siang itu terlihat tenang. 

Di balik bangunan sekolah berwarna biru langit itu ada perjuangan besar yang tak banyak diketahui publik, khususnya perjuangan menjaga pendidikan tetap hidup, meski dengan dana terbatas.

Kepala Sekolah SMP Katolik Frateran Santo Gabriel, Frater M Anselmus, tak bisa menyembunyikan kegelisahannya usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pendidikan sekolah swasta dari jenjang SD hingga SMP harus disediakan secara gratis.

"Kalau sekolah negeri kan jelas dibiayai pemerintah. Tapi kami ini sekolah swasta kecil yang mandiri. Yayasan kami mungkin harus pikirkan ulang kalau kebijakan ini benar-benar diterapkan. Bagaimana nasib guru-guru kami?," tutur Frater M Anselmus saat ditemui TribunKaltara.com di ruang kerjanya, Selasa (10/06/2025).

Baca juga: Disdik Tarakan Verifikasi Data Anak Putus Sekolah, Targetkan Selesai Dua Pekan Sebelum PPDB 2025

Di sekolah yang saat ini menampung 284 siswa itu, biaya SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) hanya sebesar Rp130.000 per bulan. 

Biaya SPP itu untuk pembiayaan seluruh kegiatan di sekolah baik akademik maupun non akademik. Termasuk gaji para guru.

Gaji tiga guru honorer (bukan guru tetap) yang menjadi tanggungan sekolah sebesar Rp1.000.000 per bulan.

Sementara guru tetap lainnya menjadi tanggungjawab Yayasan Mardiwiyata dengan besaran rata-rata Rp2.000.000 lebih per bulan, tergantung golongan.

Namun kata Anselmus, tetap saja beban untuk gaji guru terasa berat.

Apalagi bantuan untuk guru-guru di daerah perbatasan yang dulu rutin diterima dari Pemerintah Provinsi Kaltara setiap tiga bulan sekali, kini telah dihentikan.

"Kalau kesejahteraan guru saja sudah tidak diperhatikan, lalu sekolah harus digratiskan, kami ini mau bertahan bagaimana?," ucapnya.

Anselmus mengaku bahwa dia tidak menolak pendidikan gratis. Namun ia menekankan, sekolah swasta seperti SMP Katolik Frateran Santo Gabriel Nunukan, memiliki dinamika yang berbeda. 

Sebagai lembaga pendidikan yang berada di bawah Yayasan Mardiwiyata dan tidak mendapat subsidi penuh dari pemerintah, keberlangsungan sekolah sangat bergantung pada iuran siswa dan dukungan yayasan.

"Bahkan dengan SPP segitu, masih ada anak-anak yang sampai lulus belum bisa lunasi. Tapi kami tak pernah keluarkan mereka. Kami panggil orang tua, ajak bicara baik-baik. Mental anak itu jangan sampai down," kata Anselmus dengan suara terbata-bata.

Kebanyakan siswa yang menunggak adalah anak-anak dari keluarga Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang orang tuanya bekerja di Malaysia. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved