Berita Tarakan Terkini

RSUD dr H Jusuf SK Beber Kronologi Keluhan Kemoterapi, Benarkan Ada Dokter PNS tak Layani Pasien

Penulis: Andi Pausiah
Editor: M Purnomo Susanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bangunan RSUD dr H Jusuf SK. TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Buntut dari keluhan pasien kemoterapi di RSUD dr H Jusuf SK, didapati fakta bahwa ada satu dokter yang melayani kemoterapi tidak bekerja secara purna waktu atau full time di RSUD dr H Jusuf SK.

Padahal dokter bersangkutan seharusnya melaksanakan tugasnya melayani pasien di RSUD dr H Jusuf SK.

Pihak RSUD dr H Jusuf SK yang dikonfirmasi media siang tadi menjelaskan detail kondisi yang terjadi.

Dikatakan Plt Direktur RSUD dr H Jusuf SK, bahwa saat ini RSUD sebenarnya memiliki Dokter Spesialis Bedah Onkologi.

Baca juga: Begini Tanggapan Ombudsman RI Perwakilan Kaltara, Pasien Kemoterapi Tidak Dilayani di RSUD Jusuf SK

Plt Direktur RSUD dr.H.Jusuf SK, Dokter Budi Aziz B. TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH (TRIBUNKALTARA.COM / ANDI PAUSIAH)

Mengutip Wikipedia, bedah onkologi merupakan cabang bedah yang khusus menangani kasus kanker atau tumor ganas.

Dokter Spesialis Bedah Onkologi memiliki keahlian dalam mengenali dan menangani berbagai jenis kanker pada berbagai organ tubuh seperti payudara, paru-paru, usus, hati, pankreas, kandung kemih, dan lain-lain.

Hanya saja dokter bersangkutan dipinjam oleh Rumah Sakit di Jakarta.

Seharusnya yang bersangkutan seharusnya bertugas di RSUD dr H Jusuf SK. Pihaknya juga sudah memanggil yang bersangkutan.

“Dulu kan memang belum ada pelayanan kemoterapi. Tahun lalu sudah mulai. Kemudian sempat dipinjam di Bogor. Dan saat itu di Bogor sudah selesai. Kami panggil kembali untuk melaksanakan tugas kemoterapi di sini. Tapi ternyata dipinjam lagi oleh rumah sakit kemarin yang meminta adalah Rumah Sakit Fatmawati Jakarta,” terangnya.

Kemudian ia melanjutkan, pihaknya sempat melakukan zoom dengan Kemenkes di BPSDM.

Dan pihaknya saat itu tegas menolak untuk dipinjam di Rumah Sakit Fatmawati.

Karena program nasional kanker dari Kemenkes.

“Kami diberi alat, kami diberi program, tapi SDM-nya diambil. Kami mau jalankan di sini bagaimana kalau tidak bisa. RS Fatmawati di bawah Kemenkes. Cuma kami kan tidak bisa juga menahan, apalagi keluarga dokternya di Jakarta. Itu yang jadi kendala kami, harusnya kan seperti itu,” ujarnya.

Karena lanjutnya memang kondisi dokter di Kaltara dan di Jawa berbeda.

Untuk mencari tenaga dokter itu sulit lanjutnya. Jika di Jogja atau Semarang dimungkinkan bisa saling meminjam.

“Kalau kita di Kaltara mau dipinjam di mana dalam waktu cepat,” terangnya.

Sementara jika ditutup layanan kemoterapi, pasien yang terkena dampaknya.

Pihaknya berupaya bagaimana pelayanan di rumah sakit tetap berjalan.

“Kemoterapi diterima tapi tidak bisa dijamin BPJS,” ujarnya.

Baca juga: Pasien Kemoterapi di RSUD dr H Jusuf SK Tarakan Keluhkan Harus Berbayar Mandiri dan tak Dijamin BPJS

Kembali membahas dokter yang bersangkutan, apakah tidak bisa kembali ditugaskan di Kaltara, ia mengungkapkan bahwa pihaknya sudah membuat surat panggilan kepada dokter bersangkutan.

“Kami sudah buat panggilan kembali ke rumah sakit kita. Tapi sambil menunggu dia kembali, kita harus berupaya cari tenaga lain untuk bisa kontrak di sini untuk mengisi kekosongan waktu itu,” jelasnya.

Dari sisi kontrak kerja ataupun perjanjian kerja, dokter yang bersangkutan sebut saja inisialnya Dokter A tidak bisa sebenarnya meninggalkan RSUD dr H Jusuf SK karena terikat masa kerja.

“Dia PNS di sini. Dan dia tidak ada yang memberikan izin ke RS Fatma Jakarta. Yang bersangkutan sendiri ke sana. Kalau masalah melanggar, saya tidak tahu ya tapi seharusnya bekerja di sini,” ujarnya.

Saat ini yang bersangkutan (Dokter A) bekerja sebulan hanya tiga atau empat hari.

Dalam satu bulan, tiga sampai empat hari muncul kemudian kembali ke Jakarta selama ini.

Sehingga menjawab penjelasan BPJS Kesehatan terkait dugaan wanprestasi di RSUD dr H Jusuf SK, dimana temuannya adalah dokter tidak full melayani, ia membenarkan.

Meski demikian bukan berarti rumah sakit berdiam.

“Kita punya dokter yang onkologi yang sudah datang dia bisa melayani setiap Senin, Selasa dan Rabu. Maksud saya sudah ada back up. Nah karena sudah ada back up dokternya, harusnya kami harap bisa BPJS kasih (jaminan),” ujarnya.

Ia berharap juga secepatnya bisa mendapat dokter baru lagi yang bisa benar-benar mengabdi di Kaltara.

Jika untuk dokter umum yang sudah bertugas, sudah berupaya disekolahkan.

Dan saat ini sudah ada tenaga dokter yang sedang melaksanakan pendidikan seperti dokter bedah jantung.

“Nanti sesudah spesialis itu dia harus sekolah lagi dua tahun kemudian,” jelasnya.

Kembali ia menyampaikan bahwa saat ini pihaknya masih melayani pasien kemoterapi tapi masuk kategori pasien umum.

Baca juga: Lunasi Utang RSUD Melalui APBD Perubahan 2024, Pemkab Nunukan Kucurkan Rp19 Miliar

Memang diakuinya cukup berat bagi pasien karena kisaran biaya di angka Rp5 juta sampai Rp25 juta. Yang membuat mahal adalah obatnya bukan ruangannya.

Kembali ia mengungkapkan berkaitan kondisi kemarin, berkaitan pasien kemoterapi ini, kendala pihaknya bahwa dokter yang menangani pasien kemoterapi adalah spesialis konsultan ontologi dan memang untuk mencari spesialis onkologi ini di Indonesia masih langka.

“Masih susah dicari bahkan sampai rumah sakit Bogor, rumah sakit di Jakarta itu, beberapa rumah sakit meminjam spesialis bedah onkologi RSUD dr H Jusuf SK untuk diberdayakan di rumah sakit mereka. Ini sempat membingungkan kami karena dokter ini, bedah onkologi ini adalah dokter PNS di Kaltara, tapi diminta untuk bekerja di rumah sakit pemerintah di Jakarta,” ujarnya.

Padahal lanjutnya, program kanker ini adalah program nasional yang digelontorkan oleh Kementerin kesehatan untuk menangani pasien-pasien kanker sehingga tidak harus dirujuk di luar kaltara.

“Inilah kesulitan kita. Tahun lalu, kita sempat kerja sama dengan BPJS karena sudah ada dokter tersebut, sudah ada dokter bedah onkologi. Kita ketambahan nih dengan dokter penyakit dalam yang konsultan onkologi juga, kami berharap dengan adanya layanan penyakit dalam ini, justru pelayanan kemoterapi makin bertambah,” paparnya.

Namun ternyata setelah visitasi oleh BPJS Kesehatan ternyata disampaikan pihak BPJS, syarat dari BPJS itu dokter tersebut harus kerja full time.

Karena kelangkaan profesi ini, dokter profesi masih dibutuhkan juga di Jakarta sehingga harus membagi waktu.

“Yang satu masih BLUD dokter honor, yang memang kita kontrak di rumah sakit di Kaltara. Sehingga kerjanya di rumah sakit itu hanya hari Senin, Selasa dan Rabu. Kami kemarin sampaikan saat BPJS kredensial ke rumah sakit, saya sebagai direktur sampaikan tim yang datang pada saat itu dari BJPS Balikpapan bahwa mohon kebijakannya. Apakah boleh karena dokter kami ini bisanya hanya Senin, Selasa dan Rabu, tindakan kemoterapi dilaksanakan Senin, Selasa dan Rabu saja,” harapnya.

Tapi ternyata lanjutnya, banyak pertimbangan dari BPJS Kesehatan sehingga keluarlah surat itu bahwa untuk sementara pelayanan kemoterapi tidak bisa dilayani di RSUD dr H Jusuf SK.

Kemudian ia disinggung terkait BPJS menunggu surat jawaban atau konfirmasi dari rumah sakit, ia menjelaskan bahwa ada prosedur yang harus dilewati.

“Kemarin kami sudah melapor ke Kepala Dinkes Provinsi, juga sudah lapor ke Pak Gubernur Kaltara. Tanggapan Pak Gub juga sudah menelpon langsung kepada Kepala BPJS Kesehatan di Tarakan bahwa ini tidak bisa disamakan dengan di Jawa. Kalau di Jawa kan bisa meminjam di rumah sakit sekitarnya, pakai kereta. Dua jam bisa praktek di sini, dua jam kemudian di rumah sakit berikutnya,” ujarnya.

Sementara di Kaltara beda karena dokter bersangkutan harus naik pesawat dan menginap.

Apalagi meminjam dokter di Balikpapan sedikit tenaganya.

“Beda di Jawa. Mau pinjam ke Pertamedika, dan RSUKT, dokter kita sama aja, karena kita rujukan provinsi. Kami sampaikan dan akhirnya Pak Gub sampaikan bahwa nanti dari pemerintah provinsi akan bersurat terkait hal ini melalui Dinkes Provinsi Kaltara. Kami juga akan bersurat,” jelasnya.

Ia melanjutkan jika BPJS sudah menerima surat maka pihaknya akan menyusul bersurat juga.

Pihaknya sebenarnya, dengan keluarnya surat itu, juga Gubernur sudah bersurat maka berarti, itu adalah surat tertinggi.

“Pak Gubernur sudah menulis jelas apa permintaan beliau. Dan itu berdasarkan hasil tulisan dari kami dan kepala dinas,” jelas.

Langkah terdekat lanjutnya, pihaknya sudah menghubungi beberapa direktur rumah sakit di Samarinda dan Balikpapan untuk bisa meminjam dokternya.

“Maksudnya berbagi hari. Senin Selasa Rabu dari dokter kami, Kamis Jumat Sabtu dari dokter di Samarinda atau Balikpapan. Kami sudah hubungi beberapa rekan direktur di sana. Kemarin sudah sempat ketemu dan beliau sambut baik dan memang kami belum tindaklanjuti. InsyaAllah secepatnya kami akan ke sana,” jelasnya.

Dalam waktu dekat juga pihaknya akan ke Rumah Sakit Kanker Darmais untuk menyampaiakn persoalan ini juga rumah sakit jantung.

“Jadi sebetulnya bukan cuma kanker yang belum dapat jawaban. Jantung juga belum dapat jawaban, termasuk kemarin baru dilaunching. Belum dapat jawaban dari BPJS,” jelasnya.

Baca juga: Sikapi Keluhan Pasien, RSUD dr H Jusuf SK Beber Dokter tak Bisa Full Time, Opsi Rujuk Keluar Daerah

Terakhir ia menjelaskan untuk mendapat dokter prosedurnya juga tidak mudah.

Karena ia menegaskan lagi berkaitan kelangkaan profesi.

“Mereka ini bukan yang menangani ini bukan dokter spesialis. Tapi dia spesialis yang sekolah lagi jadi konsultan. Jadi sudah dokter umum, sekolah spesialis, sekolah lagi jadi konsultan. Nah mereka inilah yang menangani jantung dan kanker,” tukasnya.

(*)

Penulis: Andi Pausiah

Berita Terkini