Berita Nasional Terkini

Tersangkut Kasus Suap Lelang Proyek, Bupati HSU Abdul Wahid Tertunduk, Bungkam Usai Diperiksa KPK

Tersangkut kasus suap lelang proyek irigasi, Bupati Hulu Sungai Utara atau HSU Abdul Wahid tertunduk dan terdiam, bungkam usai diperiksa KPK.

Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid seusai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tahun 2021-2022 di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (1/10/2021) malam. 

TRIBUNKALTARA.COM - Tersangkut kasus suap lelang proyek irigasi, Bupati Hulu Sungai Utara atau HSU Abdul Wahid tertunduk dan terdiam, bungkam usai diperiksa KPK.

Setelah menetapkan 10 orang anggota DPRD Kabupaten Muara Enim sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) kembali mengusut kasus suap di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya melakukan pemeriksaan kepada Bupati Hulu Sungai Utara ( HSU ) Abdul Wahid.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penggeledahan di rumah dinas ( Rumdin) Bupati Hulu Sungai Utara ( HSU ) Abdul Wahid.

Baca juga: Disebut Temui Jokowi, Eks Penyidik KPK Novel Baswedan Bantah! Buka Suara Soal Tawaran jadi ASN Polri

Komisi Pemberantasan Korupsi merampungkan pemeriksaan terhadap Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid, Jumat (1/10/2021) malam.

Abdul Wahid diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tahun 2021-2022.

Keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan sekira pukul 21.24 WIB, Abdul Wahid yang memakai setelan kemeja putih, celana hitam, serta kopiah lebih memilih bungkam.

Sembari menjinjing tas kotak di tangan kanan, Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten HSU itu bungkam dan tertunduk hingga menuju mobil Toyota Kijang Innova berpelat nomor B 2955 BIH.

Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Abdul Wahid diperiksa untuk melengkapi berkas perkara tersangka Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas.

Baca juga: Trending Topic BEM SI Ultimatum Jokowi soal Pemecatan 56 Pegawai KPK, Nitizen: Kok Baru Sekarang?

"Hari ini pemanggilan dan pemeriksaan saksi untuk tersangka MRH dkk. Bertempat di Kantor KPK, Jl Kuningan Persada Kav. K4, atas nama Abdul Wahid, Bupati HSU Kalsel," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (1/10/2021).

KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, Kamis (16/9/2021).

Sebagai penerima, yakni Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara

Sedangkan sebagai pemberi, yaitu M​​​​arhaini (MRH) dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara telah merencanakan untuk dilakukan lelang proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp 1,9 miliar, dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp 1,5 miliar.

Baca juga: Korupsi Berjamaah Muara Enim, KPK Tetapkan Tersangka 10 Anggota DPRD dan Dijejer Pakai Rompi Oranye

Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut, dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.

Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar, dan proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar.

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.

Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai.

Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.

Baca juga: Gagal Jadi ASN KPK, 56 Pegawai tak Lulus TWK Direkrut Jadi ASN Polri, Kapolri: Presiden Sudah Setuju

Sedangkan Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.

Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK juga telah menggeledah rumah dinas Bupati Hulu Sungai Utara dan Kantor Bupati Hulu Sungai Utara.

Dari penggeledahan tersebut diamankan sejumlah uang, berbagai dokumen, dan barang elektronik yang diduga terkait dengan kasus.

Korupsi Berjamaah Muara Enim

Korupsi berjamaah di Kabupaten Muara Enim terbongkar, Komisi Pemberantasan Korupsi tetapkan tersangka 10 anggota DPRD dan dijejer pakai rompi orannye.

Langsung tetapkan 10 orang anggota DPRD Kabupaten Muara Enim sebagai tersangka, dlakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

10 Anggota DPRD Kabupaten Muara Enim yang ditetapkan sebaga tersangka merupakan anggota dewan periode 2019-2023.

Ke 10 anggota DPRD Kabupaten Muara Enim ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi

Baca juga: Gagal Jadi ASN KPK, 56 Pegawai tak Lulus TWK Direkrut Jadi ASN Polri, Kapolri: Presiden Sudah Setuju

Mereka diduga terkait kasus korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.

Adapun identitas 10 legislator Muara Enim tersebut yakni Indra Gani BS (IG),  Ishak Joharsah (IJ), Ari Yoca Setiadi (AYS), Ahmad Reo Kusuma (ARK), Marsito (MS), Mardiansyah (MD), Muhardi (MH), Fitrianzah (FR), Subahan (SB), dan Piardi (PR).

“Setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan adanya berbagai fakta hukum selama proses persidangan dalam perkara awal dengan Terdakwa Ahmad Yani dkk, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap Penyidikan pada bulan September 2021, dengan mengumumkan Tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Kamis (30/9/2021).

Dalam kasus ini, KPK sebelumnya telah menetapkan enam orang tersangka yaitu Robi Okta Fahlevi, Ahmad Yani, Elfin MZ Muchtar, Aries HB, dan Ramlan Suryadi.

Perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.

Sementara, Juarsah, saat ini perkaranya masih tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang.

Konstruksi Perkara

Alex, Sapaan Alexander, menjelaskan untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019, pada sekitar Agustus 2019, Robi Okta Fahlevi bersama dengan A. Elfin MZ Muhtar menemui Ahmad Yani yang saat itu menjabat selaku Bupati Muara Enim.

Dalam pertemuan tersebut, Ahmad Yani menyampaikan agar berkoordinasi langsung dengan A. Elfin MZ Muchtar dan nantinya ada pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai net proyek untuk para pihak yang ada di Pemkab Muara Enim dan para anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019.

Baca juga: KPK Tetapkan Azis Syamsuddin jadi Tersangka, Mundur Diri dari Wakil Ketua DPR RI, Ini Sikap Golkar

Pembagian proyek dan penentuan para pemenang proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim diduga dilakukan oleh Elfin MZ Muhtar dan Ramlan Suryadi sebagaimana perintah dari Ahmad Yani, Juarsah, Ramlan Suryadi, dan Indra Gani BS dkk agar memenangkan perusahaan milik Robi Okta Fahlevi.

“Setelah Robi Okta Fahlevi mendapatkan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019 dengan total nilai kontrak lebih kurang Rp129 miliar kemudian dilakukan pembagian komitmen fee dengan jumlah bervariasi yang diserahkan oleh Robi Okta Fahlevi melalui Elfin MZ Muhtar,” jelas Alex.

Pemberian uang dimaksud diterima oleh Ahmad Yani sekitar sejumlah Rp1,8 miliar, Juarsah sekitar sejumlah Rp2,8 miliar dan untuk para tersangka baru diduga dengan total sejumlah Rp5,6 miliar.

“Terkait penerimaan para Tersangka, diberikan secara bertahap yang di antaranya bertempat di salah satu Rumah Makan yang ada di Kabupaten Muara Enim dengan nominal minimal pemberian dari Robi Okta Fahlevi masing-masing mulai dari Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta,” ungkap Alex.

Alex mengatakan, peneriman uang oleh para tersangka baru selaku anggota DPRD diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemerintah Kabupaten Muara Enim khususnya terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.

“Uang-uang tersebut, diduga digunakan oleh para Tersangka untuk kepentingan mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim saat itu,” terang Alex.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga: Trending Topic BEM SI Ultimatum Jokowi soal Pemecatan 56 Pegawai KPK, Nitizen: Kok Baru Sekarang?

Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 30 September 2021 sampai 19 Oktober 2021.

Rinciannya, IG, AYS, MD, dan MH ditahan di Rutan KPK Kavling C1. IJ, ARK, MS, dan FR ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. Sementara SB dan PR ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Untuk antisipasi penyebaran virus COVID-19 di lingkungan rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri pada rutan masing-masing.

Alex mengatakan korupsi yang melibatkan para aktor politik, termasuk di dalamnya anggota DPRD, merupakan jenis korupsi yang paling banyak ditangani oleh KPK.

Untuk itu, menurut dia, seluruh pihak yang berkepentingan mulai dari partai politik sampai institusi dewan perwakilan rakyat, harus bersama-sama memiliki komitmen politik yang bersih dan bebas dari korupsi.

“Para anggota DPRD ini telah menerima kepercayaan dari masyarakat. Sudah sepatutnya kepercayaan ini tidak digunakan hanya untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompoknya,” katanya. 

KPK Tetapkan Azis Syamsuddin jadi Tersangka

Tersangkut kasus Korupsi dan ditetapkan tersangka oleh KPK, Azis Syamsuddin mengundurkan diri jadi Wakil Ketua DPR RI, ini sikap Partai Golkar.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin sebagai tersangka kasus suap.

Dampak dari kasus yang dialaminya itu, Azis Syamsuddin mengambil sikap untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Golkar.

Demikian disampaikan oleh Sekretaris Partai Golkar Adies Kadir dalam konferensi pers, yang digelar pada Sabtu (25/9/2021).

Baca juga: Akar Masalah Azis Syamsuddin Dituding Suap Penyidik KPK Rp 3,1 M, Kini Mendekam di Polres Jaksel

"Saudara Azis Syamsuddin telah menyampaikan surat Pengunduran dirinya sebagai Wakil Ketua DPR periode 2019-2024 kepada DPP Partai Golkar," ucap dia, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV.

Mengenai siapa kader partai yang mengganti posisi Azis itu, Golkar baru akan memutuskannya dalam waktu dekat.

Adies menegaskan, siapapun kader partai yang ada di jajaran DPR punya hak untuk duduk sebagai Wakil Ketua DPR.

"Terkait dengan penggantinya, parati Golkar akan memproses dalam waktu dekat," kata dia.

Pemilihan anggota kader untuk kursi Wakil Ketua DPR merupakan hak prerogatif Ketua Umum Partai Golkar, yakni Airlangga Hartarto.

"Kalau di Golkar, kami ada AD ART untuk sementara waktu Azis dinon-aktifkan."

"Kami punya 85 anggota kader di DPR, semua punya chance menduduki posisi tersebut. Hal ini merupakan hak prerogatif Ketua Umum Partai Golkar," jelas dia.

Selain itu, Adies mengatakan pihaknya menghormati dan mengawasi proses hukum yang berjalan pada Azis Syamsuddin.

Dikatakannya, partai juga akan menyiapkan bantuan hukum bagi Azis apabila diminta yang bersangkutan.

"Golkar akan memberikan bantuan hukum melalui badan advokasi hukum dan HAM terhadap seluruh kader partai yang menghadapi permasalahan hukum dalam berbagai kasus, apabila diminta yang bersangkutan," kata dia.

Baca juga: Perlihatkan Gestur Santai, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Tiba di Gedung KPK, Langsung ke Lantai 2

Sebelumnya, KPK menetapkan Wakil Ketua DPR RI Fraksi Golkar sebagai tersangka dugaan kasus suap terkait penanganan perkara di Kabupaten Lampung Tengah.

Tak sendirian, kasus itu juga menyeret nama Aliza Gunado, kader Partai Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG).

"Saudara AZ Wakil Ketua DPR RI periode 2019-2024 sebagai tersangka, terkait dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh KPK di Lampung Tengah," ucap Ketua KPK Firli dalam konferensi pers, Sabtu (25/9//2021).

Firli pun menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat Azis Syamsuddin.

"Pada sekitar Agustus 2020, AZ menghubungi SRP (Stepanus Robin Pattuju) dan meminta tolong mengurus kasus yang melibatkan AZ dan AG (Aliza Gunado) yang sedang dilakukan penyelidikannya oleh KPK," ungkap Firli, melansir Tribunnews.com.

Selanjutnya, lanjut Firli, Robin menghubungi Maskur Husain untuk ikut mengawal dan mengurus perkara tersebut.

Setelah itu, Maskur Husain menyampaikan pada Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp2 miliar.

Robin juga menyampaikan langsung kepada Azis Syamsuddin terkait permintaan uang Rp2 miliar itu dan kemudian disetujui oleh Azis.
"Setelah itu MH (Maskur Husain) diduga meminta uang muka terlebih dahulu sejumlah Rp300 juta kepada AZ," jelas Firli.

Untuk teknis pemberian uang dari Azis Syamsuddin, beber Firli, dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan rekening bank milik Maskur Husain.

Selanjutnya, Robin menyerahkan nomor rekening bank dimaksud kepada Azis.

"Sebagai bentuk komitmen dan tanda jadi, AZ dengan menggunakan rekening bank atas nama pribadinya diduga mengirimkan uang sejumlah Rp200 juta ke rekening bank MH secara bertahap," kata Firli.

Masih di bulan Agustus 2020, sambung Firli, Robin juga diduga datang menemui Azis di rumah dinasnya di Jakarta Selatan untuk kembali menerima uang secara bertahap yang diberikan oleh Azis, yaitu 100.000 dolar AS, 17.600 dolar Singapura, dan 140.500 dolar Singapura.

Baca juga: Tes Covid-19 Azis Syamsuddin Negatif, KPK Langsung Bawa Wakil Ketua DPR: Kami Persilahkan Mandi Dulu

Uang-uang dalam bentuk mata uang asing itu, kata Firli, kemudian ditukarkan oleh Robin dan Maskur ke money changer untuk menjadi mata uang rupiah dengan menggunakan identitas pihak lain.

"Sebagaimana komitmen awal pemberian uang dari AZ kepada SRP dan MH sebesar Rp4 miliar, yang telah direalisasikan baru sejumlah Rp3,1 miliar," jelas Firli.

Atas perbuatannya tersebut, Azis Syamsuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kini Mendekam di Polres Jaksel

Usai dilakukan penjemputan oleh KPK, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) Muhammad Azis Syamsuddin (AZ) akhirnya ditahan oleh komisi anti rasuah tersebut.

Politisi Partai Golkar itu ditahan KPK, usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap penyidik KPK dan advokat.

Tak tanggung-tanggung, Azis Syamsuddin diduga melakukan suap sebesar Rp 3,1 miliar.

Kini, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Azis Syamsuddin harus mendekam di Rutan Polres Jakarta Selatan.

Sebelum Azis Syamsuddin ditahan, ia sebelumnya sudah pernah diperiksa KPK.

Bahkan KPK juga sudah pernah melakukan penggeledahan di ruang kerja Azis Syamsuddin di DPR.

Baca juga: Perlihatkan Gestur Santai, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Tiba di Gedung KPK, Langsung ke Lantai 2

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) Muhammad Azis Syamsuddin (AZ) ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) sebagai tersangka.

Politikus Partai Golkar itu diduga KPK menyuap mantan penyidik KPK Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain sebesar Rp3,1 miliar.

Suap diberikan Azis Syamsuddin untuk menghentikan perkara yang ditengarai melibatkan dirinya beserta kader Partai Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Aliza Gunado.

Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (25/9/2021) dini hari menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat Azis Syamsuddin.

"Pada sekitar Agustus 2020, AZ menghubungi SRP (Stepanus Robin Pattuju) dan meminta tolong mengurus kasus yang melibatkan AZ dan AG (Aliza Gunado) yang sedang dilakukan penyelidikannya oleh KPK," ungkap Firli.

Selanjutnya, lanjut Firli, Robin menghubungi Maskur Husain untuk ikut mengawal dan mengurus perkara tersebut.

Setelah itu, Maskur Husain menyampaikan pada Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp2 miliar.

Robin juga menyampaikan langsung kepada Azis Syamsuddin terkait permintaan uang Rp2 miliar itu dan kemudian disetujui oleh Azis.

"Setelah itu MH (Maskur Husain) diduga meminta uang muka terlebih dahulu sejumlah Rp300 juta kepada AZ," jelas Firli.

Untuk teknis pemberian uang dari Azis Syamsuddin, beber Firli, dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan rekening bank milik Maskur Husain.

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Jumat (24/9/2021) sekitar pukul 19.53 WIB.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Jumat (24/9/2021) sekitar pukul 19.53 WIB. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Selanjutnya, Robin menyerahkan nomor rekening bank dimaksud kepada Azis.

"Sebagai bentuk komitmen dan tanda jadi, AZ dengan menggunakan rekening bank atas nama pribadinya diduga mengirimkan uang sejumlah Rp200 juta ke rekening bank MH secara bertahap," kata Firli.

Masih di bulan Agustus 2020, sambung Firli, Robin juga diduga datang menemui Azis di rumah dinasnya di Jakarta Selatan untuk kembali menerima uang secara bertahap yang diberikan oleh Azis, yaitu 100.000 dolar AS, 17.600 dolar Singapura, dan 140.500 dolar Singapura.

Uang-uang dalam bentuk mata uang asing itu, kata Firli, kemudian ditukarkan oleh Robin dan Maskur ke money changer untuk menjadi mata uang rupiah dengan menggunakan identitas pihak lain.

"Sebagaimana komitmen awal pemberian uang dari AZ kepada SRP dan MH sebesar Rp4 miliar, yang telah direalisasikan baru sejumlah Rp3,1 miliar," jelas Firli.

Atas perbuatannya tersebut, Azis Syamsuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Tes Covid-19 Azis Syamsuddin Negatif, KPK Langsung Bawa Wakil Ketua DPR: Kami Persilahkan Mandi Dulu

Profil Aziz Syamsuddin

Dikutip dari laman resmi DPR RI, Aziz Syamsuddin adalah politikus dari Partai Golkar dan merupakan anggota DPR-RI Komisi III.

Pria kelahiran Surakarta, 31 Juli 1970,saat ini menjabat sebagai salah satu Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024.

Perjalanan kariernya di parlemen bermula pada 2004.

Saat itu, Aziz Syamsuddin menjadi anggota Komisi III DPR RI, membawahi bidang hukum, hak asasi manusia dan keamanan.

Di periode yang sama, ia juga menjadi Wakil Ketua Komisi III.

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (24/9/2021) malam. KPK melakukan jemput paksa kepada Azis Syamsuddin usai ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan TPK pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara yang ditangani oleh KPK di Kabupaten Lampung Tengah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (24/9/2021) malam. KPK melakukan jemput paksa kepada Azis Syamsuddin usai ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan TPK pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara yang ditangani oleh KPK di Kabupaten Lampung Tengah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Lulusan Hukum Trisakti ini pernah bekerja sebagai pengacara dan tergabung dalam kantor Pengacara Gani Djemat dan Partner sejak tahun 1994 hingga 2004.

Pada 2004, ia mencalonkan diri sebagai legislatif dari daerah pemilihan (dapil) Lampung II.

Latar belakangnya di bidang hukum membuatnya menjadi wakil ketua sejak periode pertamanya pada 2004-2009.

Ia juga pernah menjabat sebagai anggota di sejumlah organisasi.

Beberapa kali ia sempat menduduki jabatan penting di dalamnya.

Jabatan terakhirnya dalam suatu organisasi adalah sebagai Ketua Umum KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) yang dijabatnya sejak tahun 2008 hingga 2011.

Ia juga aktif menjabat sebagai Sekretaris Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

Baca juga: Sederet Jabatan Mentereng Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR yang Dikabarkan jadi Tersangka oleh KPK

Juga International Bar Association Harley Owner Group Chapter, Jakarta, Asosiasi Advokat Indonesia Bid. Diklat, dan Dewan Penasehat DPD II Golkar Tulangbawang.

Aziz Syamsuddin pernah dikait-kaitkan dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan di Kejaksaan Agung yang dilakukan Nazaruddin, yang merupakan tersangka suap Wisma Atlet Sea Games XXVI di Palembang.

Saat itu, nama Aziz tercatat dalam dukumen perusahaan PT Anak Negeri yang merupakan perusahaan milik Nazaruddin.

KPK Lakukan Penggeledahan 

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri menjawab diplomatis saat memberikan konfirmasi terkait hal tersebut.

Plt jubir bidang penindakan tersebut hanya membenarkan bahwa pihaknya sedang melakukan penyidikan kasus itu.

“KPK saat ini sedang melakukan penyidikan perkara dugaan TPK (Tindak Pidana Korupsi) pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara TPK yang ditangani oleh KPK di Kabupaten Lampung Tengah,” ujar Ali saat dikonfirmasi, Kamis (23/9/2021).

Azis Syamsuddin dan Firli Bahuri (kiri).
Azis Syamsuddin dan Firli Bahuri (kiri). (Kolase TribunKaltara.com / Tribunnews dan dpr.go.id)

Sementara itu dikutip dari Kompas.com, KPK sebelumnya telah melakukan penggeledahan di ruangan kerja Azis Syamsuddin.

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Habiburokhman membenarkan hal tersebut.

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di Gedung DPR RI terkait dengan kasus dugaan suap untuk menaikkan perkara ke tingkat penyidikan.

Baca juga: Siapa Azis Syamsuddin? Terseret Korupsi Wali Kota Tanjungbalai, Politisi Golkar, Bakal Diperiksa KPK

Yakni dengan tersangka penyidik KPK Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju dan kawan-kawan.

"Penggeledahan dilakukan tentu dalam rangka pengumpulan bukti-bukti terkait perkara dimaksud," jelasnya.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bupati HSU Abdul Wahid Bungkam dan Tertunduk Usai Diperiksa KPK Terkait Suap Lelang Proyek Irigasi, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/10/01/bupati-hsu-abdul-wahid-bungkam-dan-tertunduk-usai-diperiksa-kpk-terkait-suap-lelang-proyek-irigasi?page=2.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ditetapkan Tersangka, 10 Anggota DPRD Muara Enim Berjejer Pakai Rompi Oranye KPK, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/09/30/ditetapkan-tersangka-10-anggota-dprd-muara-enim-berjejer-pakai-rompi-oranye-kpk?page=3.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Azis Syamsuddin Mundur dari Wakil Ketua DPR, Golkar Segera Bahas Penggantinya dalam Waktu Dekat, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/09/25/azis-syamsuddin-mundur-dari-wakil-ketua-dpr-golkar-segera-bahas-penggantinya-dalam-waktu-dekat?page=3.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Tiara Shelavie

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Azis Syamsuddin Menyuap Eks Penyidik KPK AKP Robin Pattuju dan Advokat Maskur Husain Rp3,1 Miliar, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/09/25/azis-syamsuddin-menyuap-eks-penyidik-kpk-akp-robin-pattuju-dan-advokat-maskur-husain-rp31-miliar?page=all
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved