Berita Daerah Terkini
Biadab! Ayah Rudapaksa Anak Kandung Terjadi di Kutim, Seragam Sekolah jadi Barang Bukti Polisi
Biadab! Ayah rudapaksa anak kandung kembali terjadi di Kabupaten Kutai Timur atau Kutim, seragam sekolah jadi barang bukti yang disita kepolisian.
Update pendampingan terhadap anak korban rudapaksa oleh oknum guru di salah satu SMK swasta di Kota Tarakan, Kalimantan Utara saat ini memasuki tahap assessment awal.
Dikatakan Hj.Maryam, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak,Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Tarakan, untuk pendampingan secara total pihaknya masih menunggu jadwal dari tim IMSI.
“Dari sisi pendampingan, baru asesment awal. Karena masih ada beberapa kasus anak yang masih kita tangani psikolog, ini masih antre. Kasus kemarin sebelum ini, ada pelecehan juga, masih ada beberapa anak belum selesai. Pendampingan ini tidak cukup sekali kan,” beber Hj. Mariyam.
Baca juga: Oknum Guru Honorer di Tarakan Rudapaksa Siswinya, Polisi Ungkap Dilakukan saat Jam Pulang Sekolah
Pendampingan sesuai SOP yang diterapkan terhadap anak yang menjadi korban pelecehan seksual harus dibuat jadwal dan treatment khusus yang dikuasai oleh ahli dari psikolog.
Meski demikian, pihaknya sudah bertemu dengan satu pelapor yang merupakan korban rudapaksa. Ia juga sempat melakukan beberapa pendalaman.
Ia membenarkan, saat ini dilihat tampilan luar, korban mengalami trauma.
“Kemarin juga sudah ketemu korban di unit PPA Porles Tarakan. Sudah ketemu dengan orangtua dan anak itu kemarin. Dan secara fisik psikis kita lihat kayaknya truama banget. Ajak bicara juga lebih banyak diam, tatapan matanya juga tidak fokus. Dari raut wajahnya, perilakunya lebih banyak diam,” urainya.
Baca juga: Kasus Oknum Guru SMK Rudapksa Siswinya, Kadisdikbud Kaltara Teguh Bentuk Tim: Pelaku Harus Dipecat
Sehingga pihaknya belum bisa menggali lebih lanjut informasi terhadap korban lebih dalam. Ia juga menepis dugaan korban hamil dampak dari rudapaksa yang dilakukan pelaku yang kini ditetapkan tersangka.
“Kita belum tahu. Keterangan yang bersangkutan sepertinya pelaku memakai alat pengaman. Itu juga kita herankan apakah merencanakan. Karena sepertinya terhadap satu anak yang melapor ini, dua kali mengalami. Kemudian korban lainnya, belum kami temui,” beber Hj. Mariyam.
Ia menjelaskan jika berdasarkan penuturan dan jawaban korban, kenapa baru di kedua kali mengalami pelecehan baru berani melaporkan. Berdasarkan pengamatannya, kemungkinan besar, korban mengalami ketakutan dan rasa tidak percaya diri melaporkan apa yang ia alami.

“Lebih banyak dia rasakan takut. Rasa tidak percaya diri melaporkan. Takut sekali. Kalau soal diancam, Polres masih gali lagi. Kita juga khawatir begitu. Karena hampir semua korban anak kan di bawah ancaman pelaku biasanya pada kasus serupa,” beber Hj. Mariyam.
Lantas mengapa akhirnya bisa terkuak dan korban sampai bisa melapor ke Polres Tarakan? Hj. Maryam menjelaskan, ini semua bermula dari kondisi korban menunjukkan perubahan dan itu diperhatikan oleh ibu kantin langganan di sekolah tempat korban belajar.
“Kenapa dia tidak ngomong, tapi dari sikap perilaku akhirnya dibaca orang lain. Kenapa setiap ada pelajaran agama bapak itu, kok dia tidak masuk, diam di kantin. Murung. Akhirnya berbulan-bulan begitu, dengan sendirinya justru dia berani ngomong dengan ibu yang di kantin,” beber Hj. Maryam.
Baca juga: Update Kasus Rudapaksa, Korban Bertambah Tiga Orang, Tersangka UM Tetap Tak Akui Perbuatannya
Akhirnya kasus ini terkuak lanjutnya berdasarkan informasi yang dihimpunnya, dari ibu kantin yang menyampaikan kepada guru yang mengajar di sekolah tersebut.
“Yang ibu kantin bicara ke pihak guru bahwa ada satu siswi dilecehkan. Dari perilaku anak itu tidak melapor karena trauma mendalam. Dia tidak berani masuk saat jam pelajaran guru agama itu. Kok berbulan gak masuk jam pelajaran itu,” bebernya.
Bahkan lanjutnya, orangtua korban juga kemungkinan melihat anaknya tak masuk sekolah dan hanya sebatas bertanya.
“Orangtua hanya sebatas bertanya. Dijawab, ndak mau, malas. Akhirnya kalau korban di kantin, lebih banyak berdiam, kadang murung, kadang menangis, makanya pelan-pelan ibu kantin mendekati korban dan menanyakan akhirnya berani cerita,” ujarnya.