Berita Tarakan Terkini

Kaltara Masuk Top Five Peredaran Pangan TIE, BPOM Tarakan: 16 Sarana Distribusi tak Penuhi Ketentuan

Hasil intensifikasi pangan Balai POM di Tarakan, 16 sarana distribusi tidak memenuhi ketentuan, Kaltara masuk top five peredaran pangan TIE.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH
Balai POM di Tarakan menggelar rilis pers hasil kegiatan intensifikasi pengawasan pangan olahan jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023, Rabu (11/1/2022) pagi hingga siang tadi. 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKANBalai POM Tarakan menggelar rilis pers hasil kegiatan intensifikasi pengawasan pangan olahan jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023, Rabu (11/1/2022) pagi hingga siang tadi.

Pelaksanaan rilis ini harusnya dilaksanakan tepat di akhir tahun namun terbentur dengan adanya agenda penting bersama BPOM RI di pusat.

Dalam rilis persnya siang tadi, Kepala Balai POM Tarakan, Harianto Baan memamaparkan hasil kegiatan intensifikasi pengawasan pangan olahan yang dilakssanakan secara bertahan di tahun 2022 kemarin.

Diharapkan produk pangan beredar di masyarakat bisa legal, aman, bermutu dan berkhasiat untuk masyarakat.

Baca juga: Beri Efek Jera, Balai POM di Tarakan Serahkan Seorang Pelaku Pengedaran Barang Ilegal ke Pengadilan

Kedua, dalam melindungi kesehatan masyarakat dari risiko penggunakan kosmetik artinya dalam pelaksanaan intensifikasi ada juga diadapti kosmetik mengandung bahan berbahaya.

Sebenarnya kata Harianto Baan, target intensifikasi menyasar pangan olahan baik tanpa izin edar (TIE), kedaluwarsa dan rusak.

Ini juga sesuai terterang dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 pasal 91, setiap pangan beredar di Indonesia baik diproduksi dalam maupun luar negeri, wajib memiliki izin edar dikeluarkan otoritas dalam hal ini BPOM.

Memiliki izin edar artinya dijamin mutu, khasiat dan kemanfaatannya oleh pemerintah dalam hal ini dari BPOM.

“Kemarin pengawasan dilaksanakan di Desember 2022 dan Januari 2023, mengacu pada importir atau distributor. Kami ingin menghentikan peredaran pangan mulai dari hulu ke hilir, mulai importir atau distributor, toko supermarket sampai pasar tradisional. Bahkan penjual parcel juga kami lakukan pengawasan jangan sampai parcel dibuat bahan yang sudah dekati kedaluwarsa,” terangnya.

Terkadang lanjutnya, parcel biasanya tidak langsung dibongkar untuk dikonsumsi tetapi disimpan atau dipajang masyaraakat sehingga tidak lagi memeriksa kedekatan tanggal kedaluwarsa.

“Kadang ini harus diperhatikan. Pelaksanaan pengawasan tahap pertama di minggu pertama Desember 2022 sampai awal Januari tahun 2023. Produk preredaran pangan olahan akan banyak beredar,” urainya.

Adapun hasil intensifikasi pengawasan pangan seluruh Indonesia, untuk intensifikasi tahap satu sampai tahap tiga, tercatat ada 2.412 sarana diperiksa.

Kemudian 1.643 memenuhi ketentuan (MK) dan 769 yang tidak memenuhi ketentuan (TMK).

Jenis sarana TMK ada 730 ritel, 37 gudang distributor, dua gudang importir.

Adapun temuan pangan berjumlah 36.978 pcs atau sekitar 55,93 persen.

Ia mengakui temuan terbesar ada di kasus kedaluwarsa di Indonesia.

Dilanjut nomor urut dua ada produk TIE sebanyak 23.752 atau sekitar 35,93 persen dan selanjutnya produk rusak sebanyak 5.383 atau 8,14 persen.

“Temuan keseluruhan dari intensitifikasi tahap satu sampai tahap tiga di seluruh Indonesia sebanyak 66.113 pcs,” sebutnya.

Baca juga: Obat Sirup yang Dilarang Beredar Wajib Dikembalikan, Kepala Balai POM di Tarakan Jangan Sampai Bocor

Untuk intensifikasi pengawasan di Kaltara, tahap satu dilaksanakan di Kota Tarakan dan Kabupaten Nunukan.

Tahap kedua dilaksanakan di Kota Tarakan, tahap ketiga di Kabupaten Bulungan dan keempat di Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung dan Tarakan. Ada sejumlah stakeholders ikut terlibat di antaranya masing-masing Polres di kabupaten dan kota, kemudian masing-masing Dinkes kabupaten dan kota, Kwartir Cabang kota dan DPMPTSP masing-masing kabupaten dan kota.

“Hasil intensifikasi tahap satu sampai tahap lima, ada 24 diperiksa, kemudian dengan yang TMK lebih banyak yaitu 16 sarana atau 67 persen sarana tidak memenuhi ketentuan,” sebutnya.

Untuk Nunukan sebanyak dua sarana memenuhi ketentuan, Tarakan 5 sarana, Bulungan satu sarana, KTT nol, dan adapun yang tidak memenuhi ketentuan Nunukan sebanyak 4 sarana, Tarakan ada 6 sarana, Bulungan ada dua dan KTT ada empat sarana.

Selanjutnya, jumlah sarana yang menjual produk TMS di antaranya, untuk kategori rusak di Nunukan ditemukan satu sarana, Bulungan satu saranan dan untuk kedaluwarsa, di Tarakan satu sarana, Bulungan satu sarana, KTT dua sarana.

Untuk TIE, ada sebanyak empat sarana di Nunukan, Tarakan 6 sarana, Bulungan enam sarana, KTT satu sarana.

Paling banyak produk ditemukan yakni tanpa izin edar (TIE) masih banyak beredar 71 persen dan secara nasional,

Tarakan atau BPOM di Kaltara termasuk top five peredaran pangan TIE.

“Ini karena kita berbatasan dengan negara sebelah sehingga rentan pereradan pangan TIE masih terus berjalan belum lagi istilahnya komitmen kita mencegah peredaran pangan masih kurang. Ini yang harus menjadi catatan buat kita untuk bisa memerangi, mengurangi pangan TIE beredar di Kaltara ini,” beber Harianto Baan.

Ia melanjutkan, untuk hasil intensifikasi tahap satu sampai tahap lima untuk TIE di Kabupaten Nunukan sebanyak 240, kemudian Tarakan menempati urutan kedua sebanyak 183, disusul Bulungan sebanyak dua dan KTT sebanyak 27.

Kemudian untuk total temuan pangan olahan yang rusak sebanyak 3 kasus untuk Kabupaten Nunukan, untuk TIE sebanyak 5.832, lalu untuk Kota Tarakan sebanyak 30 untuk kasus kedaluwarsa, TIE sebanyak 2.566, kemudian disusul Bulungan 123 untuk pangan olahan yang rusak, kedaluwarsa sebanyak satu kasus dan TIE 20 kasus.

“Kemudian untuk KTT 43 yang ditemukan kedaluwarsa, lalu ada sekitar 288 yang ditemukan produk TIE. Terbanyak memang untuk kasus TIE sebanyak 8.706 pcs,” beber Harianto Baan.

Ia melanjutkan, adapun nilai keekonomian yang dihimpun sebanyak Rp 145.878.900 untuk Kabupaten Nunukan, kemudian Tarakan sebanyak Rp 46.628.000, Tana Tidung sebanyak, Rp 12.545.000, dan terakhir Bulungan Rp 2.307.240.

“Rp 207.268.140 total nilai keekonomian yang dihitung dari hasil temuan intensifikasi pangan olahan kemarin. Dengan catatan Nunukan adalah wilayah tertinggi peredaran pangan TIE tertinggi,” terangnya.

Baca juga: Milo dan Apollo Ilegal Malaysia Masuk Tarakan Dimusnahkan, Begini Alasan Balai POM 

Ia melanjutkan, berdasarkan total jenis temuannya, temuan TIE yang paling banyak, disusul rusak dan kedaluwarsa.

Ini perlu menjadi perhatian karena terus terang harus dipahami dalam UU Nomor 18 Tahun 2012, jelas dikatakan seluruh produk beredar di Indonesia, dalam hal pengamanan mutu dan gizi yang dibuat dalam negeri atau diimpor untuk diperdagangkan ecer pelaku usaha wajib memiliki izin edar.

“Pasal 142 diperkuat dengan sanksi jika pelaku usaha melanggar, dan hukuman sanksinya dua tahun penjara dan denda maksimal Rp 4 miliar,” pungkasnya.

(*)

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved