Hikmah Ramadhan

Ramadhan itu Nikmat atau Niqmat ?

Bulan Ramadhan mengucurkan nikmat yang melimpah kepada manusia sebagai imbalan untuk mereka yang melaksanakan berpuasa dengan baik.

Editor: Sumarsono
TribunKaltara.com / Cornel Dimas Satrio
Ilustrasi- Ramadhan (TribunKaltara.com / Cornel Dimas Satrio) 

Oleh: H Ahmad Fauzi Abdurrahman, LC MH, Sekretaris  Komisi Dakwah MUI Kaltim

TRIBUNKALTARA.COM - SUDAH sepatutnya kaum muslimin berbahagia dengan datangnya bulan suci Ramadhan.

Betapa tidak? Bulan Ramadhan mengucurkan nikmat yang melimpah kepada manusia sebagai imbalan untuk mereka yang melaksanakan berpuasa dengan baik.

Hadis riwayat Imam Muslim  misalnya menyebutkan,  umat Muhammad SAW yang berpuasa Ramadhan diberi beberapa keistimewaan nikmat.

Di antaranya adalah bau mulutnya lebih wangi di sisi Allah melebihi wangi minyak kasturi.

Ikan-ikan yang tak terhitung jumlahnya dikerahkan untuk meminta ampun dosa-dosa mereka, hingga setan-setan dibatasi geraknya selama bulan Ramadhan berlangsung, demikian bunyi hadisnya.

Hadis lain juga menyebutkan bahwa tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.

Ramadhan termasuk waktu dengan siklus anugerah yang datangnya beruang-ulang.

Baca juga: Ramadhan Berkualitas: Jangan Biarkan Puasa tanpa Bermakna

Siklus anugerah itu disampaikan Nabi berdasarkan riwayat At Thabrani dalam Mu'jam Al-Awsath.

Nabi memerintahkan umat agar mengejar anugerah yang silih berganti disisipkan Allah dalam setia pergantian waktu.

Dengan maksud agar dapat diupayakan dengan rangkaian ibadah yang maksimal dan menjadi sebab peruntungan yang abadi.

Apa yang disampaikan Nabi itu seharusnya menambah motivasi dan memanfaatkan kedatangan bulan Ramadhan.

Agama juga mengajarkan keseimbangan hidup.

Allah menciptakan dosa dan menciptakan pahala, ada nikmat dan ada niqmat (sengsara), ada syurga dan neraka, ada yang baik dan buruk, ada yang beruntung dan ada yang celaka.

Kebahagiaan datangnya bulan Ramadhan oleh karena nikmatnya yang besar tidak berarti melupakan jurang kesengsaraan di waktu yang sama.

Ramadhan  juga bisa menyengsarakan orang-orang yang enggan beribadah dengan maksimal.

Hadis ancaman untuk orang-orang yang gagal menerima nikmati bulan Ramadhan juga sama dahsyatnya seperti kedahsyatan nikmatnya, lebih-lebih jumlahnya kegagalan itu tidak kalah banyak.

Baca juga: Jadwal Imsakiyah dan Azan Subuh di Kabupaten Nunukan Kamis 23 Maret 2023 atau 1 Ramadhan 1444 H

Hal yang mengkhawatirkan ini dapat ditelaah dari Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Mlajah, Nabi bersabda:

"Betapa banyak orang yang berpuasa namun tidak ada yang diperoleh dari puasanya melainkan haus dan lapar".

Kata banyak dalam Hadis tersebut adalah hasil penghitungan seorang Nabi yang ucapannya mas'shum, tidak bisa keliru, karena sumbernya adalah wahyu Tuhan.

Dalam Hadis itu bahwa jumlahnya kegagalan tidak dapat dibayangkan banyaknya oleh akal manusia biasa.

Nabi ingin menyampaikan pesan bahwa sejak puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun kedua Hijrah hingga berakhirnya  umur dunia akan banyak jumlah korban Ramadhan yang bergelimpangan.

Akibat tidak dapat memanfaatkan nikmat yang telah Allah berikan.

Ancaman ini sepatutnya diwaspadai dan menambah semangat kita untuk memaksimalkan kesempatan berbulan Ramadhan.

Untuk mengetahui kehadiran Ramadhan sebagai nikmat yang menguntungkan atau nikmat yang menyengsarakan dapat diukur dari sejauh apa pencapaian yang dihasilkan.

Imam Al Ghazali, dalam Ihya Ulum ad-Din, menilai berhasil  tidaknya puasa seseorang diukur dari sejauh ia mampu mencapai ruh puasa dari puasanya.

Baca juga: Kumpulan Pantun Nasihat Islami yang Bisa jadi Pengingat di Bulan Suci Ramadhan, Bagikan yuk

Al-Ghazali mengatakan : "Ruh berpuasa adalah melemahkan instrumen kekuatan diri yang potensial digunakan setan untuk melakukan keburukan secara beruang ulang (yaitu,hati,pikiran dan nafsu)".

Puasa yang tidak dapat melemahkan instrumen kekuatan diri adalah puasa yang berpotensi akan menjadi niqmat pelakunya.

Hal ini disebabkan oleh karena nafsu adalah poros dari kemaksiatan. Ia diciptakan dengan tabiat asal yang sama.

Sama-sama memiliki kecenderungan melanggar, berambisi dalam kemaksiatan, namun lemah dalam beribadah.

Dan sumber kekuatan nafsu  adalah banyak-sedikitnya isi dalam perut.

Semakin banyak asupan makan dan minuman, maka kita telah memberikan ruang yang luas kepada nafsu untuk bergerak, dan semakin sedikit asupan makan dan minum, maka ruang geraknya semakin terbatas.

Menguasai ruang gerak itulah yang menjadi inti disyariatkannya berpuasa.

Atas dasar tujuan ini,Al-Ghazali pengelompokkan capaian puasa dalam bentuk jenjang kelas, dari yang terendah sampai tertinggi.

Shaum Al-Ulum (kelas puasa awam), Shaum al Khushus (kelas puasa istimewa), dan Shaum khusus al-Khususus Al-Khusush (kelas puasa sangat istimewa) .

Kelas puasa awam adalah jenis puasa perut, kemaluan; menahan haus, lapar dan bersenggama di siang hari bulan Ramadhan, tidak lebih tidak kurang.

Baca juga: 26 Pantun Lucu Tema Bulan Suci Ramadhan, Bikin Semangat Agar Tidak Mudah ‘Mokel’

Sedangkan kelas puasa istimewa adalah puasa seluruh anggota tubuh di samping perut dan kemaluan.

Adapun kelas puasa yang terakhir adalah jenis puasa hati dan pikiran setelah menempuh dua kelas puasa di bawahnya.

Dari pengelompokkan puasa di atas, dapat disimpulkan bahwa perintah puasa bukan semata-mata mengajak diri untuk lapar dan haus, atau setengah-setengah dalam ibadah, tapi memberikan pengalaman rohani dari kegiatan lapar dan haus tersebut.

Masih ungkapan Al-Ghazali, nafsu menjadi sentral yang membedakan manusia dengan kedua makhluk lainnya, malaikat dan binatang.

Nafsu akan membentuk instrumen binatang dalam tubuh jika manusia gagal mendisiplinkan nafsunya dan ia akan membentuk instrumen malaikat jika manusia  berhasil.

Kedudukan mulia malaikat dapat dilampaui apabila mampu mengalahkan hawa nafsunya dan sebaliknya ia dapat lebih hina dari binatang apabila hawa nafsunya mengalahkannya.

Keberhasilan berbulan Ramadhan terletak pada sejauhmana manusia mampu memberikan pengalaman jiwa yang berkesan bagi nafsunya dengan cara mengatur hal-hal yang masuk ke dalam perut.

Isi perut adalah penentu karena sumber kekuatan manusia ada di sana, yang mengirimkan kekuatan pada setiap sendi dalam tubuh,pikiran,dan kesucian hati.

Walhasil,nikmat atau nikmatnya bulan Ramadhan tergantung dari hasil pengalaman rohani dari haus dan lapar hang kita jalani di bulan Ramadhan,bukan sekedar haus dan lapar saja.

Bulan Ramadhan memang layak untuk digembirakan, ditunggu-tunggu dan disambut dengan semangat ibadah.

Tapi  di sisi lain, Ramadhan adalah bencana yang merugikan selagi tidak mampu diisi dengan ibadah puasa yang maksimal. 

Baca juga: Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa di Semarang Jawa Tengah Kamis 23 Maret 2023 atau 1 Ramadhan 1444 H

Tidak mengherankan jika Nabi juga pernah menyampaikan bahasa ancaman, dalam riwayat Muslim:

"Sungguh celaka manusia yang bertemu bulan Ramadhan dan belum diampuni dosanya hingga Ramadhan berakhir"

Tujuannya agar nikmat Ramadhan yang besar tidak disia-siakan, tidak sebatas kegiatan rutin tahunan yang silih berganti dengan berputarnya waktu tanpa ada perubahan untuk memperbaiki jiwa dan peningkatan ibadah.

Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan taufik dan limpahan rahmat agar kita semua mampu melampaui bulan puasa dengan baik dan segala dosa kita diampuni oleh Allah seiring dengan berakhirnya bulan puasa. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved