Berita Tarakan Terkini

Bukan di Kepolisian, Polres Tarakan Sebut Perizinan Kayu Bisa Diurus di Dishut Provinsi Kaltara

Menanggapi persoalan kayu di Tarakan terkait permintaan massa ormas agar dilegalkan, Kapolres Tarakan memberikan tanggapannya.

|
Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
DOKUMENTASI HUMAS POLRES TARAKAN
Momen Jumat Curhat Polres Tarakan berlangsung pada Jumat (7/4/2023) di RT 30 Kelurahan Karang Anyar Kota Tarakan. 

Ia melanjutkan, poin yang ia tangkap dari aksi hari ini adalah massa meminta aktivitas kayu illegal dilegalkan. Ia tegas menjawab tidak bisa karena sama saja pihaknya melawan hukum.

“Saya gak bisa legalkan, saya adalah penegak hukum. Sama saja meminta saya untuk melanggar kewenangan saya, melanggar tugas dan tanggung jawab kewenangan saya,” tegasnya.

Adapun ada bahasa muncul diadvokasi supaya bisa menjadi legal, pihaknya sepakat dan itu yang bisa diupayakan.

“Itulah yang saya kerjakan kemarin di Jumat Curhat. Saya ajak instansi terkaitnya.

Saya ajak Dishut karena kemarin pembahasannya di Karang Anyar Pantai, banyak pengusaha kayu yang merasa keberatan dengan pengungkapan yang kami lakukan sebelum-sebelumnya,” terang AKBP Ronaldo Maradona.

Ia menjelaskan, sebenarnya pada momen Jumat Curhat pada Jumat (7/4/2023) kemarin sudah pernah dibahas detail persoalan kayu di Tarakan.

Bahkan pengusaha kayu yang sebenarnya mengaku itu illegal turut pula dihadirkan.

Kapolres Tarakan menyampaikan dalam kegiatan Jumat Curhat kemarin berlangsung di RT 30 Kelurahan Karang Anyar juga menghadirkan pihak Dishut Provinsi Kaltara yang diwakilkan oleh Polisi Kehutanan UPTD KPH Kota Tarakan.

Dalam kesempatan Jumat Curhat kemarin Kapolres Tarakan berkesempatan memberikan edukasi serta diperkuat dengan penjelasan dari perwakilan Dishut Provinsi Kaltara.

Sebelumnya, sejumlah pihak turut hadir di antaranya dari Anggota DPRD Tarakan, Hamka yang menyampaikan berbagai keluhan masyarakat di Karang Anyar Pantai.

Mulai dari persoalan BBM, kemananan di laut dimana masyarakat kerap mengalami pencurian termasuk saat panen di tambak kemudian juga persoalan kayu yang sulit didapat karena banyak pengusaha kayu menutup usahanya karena kekhawatiran ditangkap mengingat belum adanya perizinan.

"Di Kampung Nelayan ini banyak keluhan pertama di laut. Begitu juga dari sisi kehutanan, petambak butuh kayu d hutan untuk alat tangkap, susah ambil kayu di Pulau Liagu.

Salah satu keluhan mereka ini, informasinya ada beberapa warga di sana meminta iuran per bulan padahal hutan ini milik negara, tidak bisa diperjualbelikan sepanjang masyrakat butuh tidak perlu diperjualbelikan," ungkapnya.

Dari perwakilan warga, yang merupakan petambak, Saiful membenarkan bahwa selama ini misalnya pintu tambak rusak, sangat memerlukan kayu kuat seperti jenis ulin sehingga saat ingin membeli cukup mahal dan langka.

Kemudian ada juga Fadly, pengusaha kayu asal Tarakan mengakui sudah empat bulan berhenti berjualan dan memutuskan pendapatan 40 karyawannya.

Baca juga: Belasan Kubik Kayu Diduga Ilegal di Nunukan Dilepaskan, Pengamat Hukum Sebut Abuse of Power

Sumber: Tribun Kaltara
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved