Berita Malinau Terkini

Pesan Taprof Lemhanas RI AM Putut Prabantoro: Jaga dan Jangan Jual Tanah Adatmu

Putut Prabantoro menjelaskan, bahwa ketika manusia dilahirkan, tempat, suku, pekerjaan orang tua dan keyakinan merupakan suatu anugerah.

Penulis: Mohamad Supri | Editor: Sumarsono
HO
Taprof Bidang Ideologi Lemhannas RI AM Putut Prabantoro menerima penghormatan memakai pakaian adat Dayak. 

Bahkan untuk masuk desa, hanya tersedia, jembatan gantung yang sudah dimakan usia.

Baca juga: Jadwal Misa Rabu Abu Gereja Katolik di Kalimantan Utara, Paroki Tanjung Selor, Tarakan, dan Nunukan

Sinyal HP pun dapat dikatakan tak ada. Kalau pun ada harus membeli kuota yang tidak murah,” ujar Putut Prabantoro.

Putut juga memaparkan sejumlah fakta bahwa di daerah terpelosok ini, semua barang dari luar wilayah sangat mahal.

Bensin dari Malaysia seharga Rp 30.000 / liter, listrik bersumber dari Malaysia karena solar untuk menghidupkan diesel datang dari negara tersebut.

Listrik pun hanya sebagai energi secukupnya dan pada pukul 21.00 sudah mati.

paroki katolik2
Taprof Bidang Ideologi Lemhannas RI, AM Putut Prabantoro memberikan pembekalan kepada lebih dari 500 umat Katolik Paroki Gereja St Lukas Apau Kayan, Long Ampung, di Desa Agung Baru, Kec Sungai Boh, Kab Malinau, Kaltara, Senin (18/12/2023).

Sementara pada siang, karena ada matahari, listrik tidak digunakan sebagai bentuk penghematan.

Untuk makanan, ayam broiler seharga Rp 150 ribu atau juga semen seharga Rp 600 ribu per zak.

Beruntunglah, urai Putut Prabantoro, ada hutan dan sungai yang menjadi “supermarket“ kebutuhan masyarakat.

Hanya saja, ”supermarket“ ini sudah langka barang karena pola hidup masyarakat.

Namun menunjuk di Provinsi Banten, sebagai contoh, ada masyarakat yang mampu hidup dalam segala keterbatasannya. 

Baca juga: Lemhanas RI Blak-blakan Soal Kesenjangan Informasi di Perbatasan: Warga Sering Dengar Radio Malaysia

Tetapi itu merupakan pilihan masyarakat adat tersebut.

Diceritakan bahwa suku Badui, tidak mengenal listrik,  tidak menggunakan HP, selalu berjalan kaki meski akses transportasi tidak sulit.

Yang mengagumkan, masyarakat Badui memiliki ketahanan pangan berdasarkan swadaya.

“Oleh karena kehidupan dan tanah yang subur ini merupakan kehidupan utama bagi masyarakat di sini, hutan dan sungai perlu dijaga, dilestarikan.

Tanah tempat tinggal yang merupakan hasil buka hutan, hendaknya tidak dijual.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved