Berita Daerah Terkini

Kisah Perempuan Dayak, Yulita Avun Pemilik Telinga Panjang di Mahulu: Bangga Menjaga Warisan Leluhur

Inilah kisah perempuan Dayak bernama Yulita Avun, pemilik telinga panjang dari Mahakam Ulu (Mahulu) Kalimantan Timur, bangga menjaga warisan leluhur.

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim
Yulita Avun, perempuan Dayak asal Mahulu, Kalimantan Timur pemilik telinga panjang mengaku membersihkan anting pemberatnya menggunakan sabun. (TribunKaltim/Kristiani Tandi Rani) 

TRIBUNKALTARA.COM - Inilah kisah perempuan Dayak bernama Yulita Avun, pemilik telinga panjang dari Mahakam Ulu ( Mahulu ), Kalimantan Timur, bangga menjaga warisan leluhur. 

Yulita Avun, perempuan pemilik telinga panjang ini memiliki kisah unik semasa masih duduk di bangku sekolah.

Yulita bercerita bahwa dirinya sempat menjalani rutinitas yang unik dengan teling panjang nya semasa sekolah.

Setiap kali bermain kasti dengan temannya di sekolah, karena memiliki telinga panjang kadang harus mengikat telinganya saat bermain.

Menurut Yulita, karena telinganya tersebut sudah dibuat sejak bayi maka pada saat besar telinganya sudah panjang.

Yulita juga mengaku sempat merasa resah akibat telinganya yang panjang itu.

Mengenai berat anting di telinganya, ia tidak pernah merasa risih karena hal itu wajar dan sudah menjadi kebiasaan dirinya.

Baca juga: Melihat Rumah Kubu, Tempat Pelestarian Budaya Nenek Moyang Masyarakat Dayak Lundayeh di Krayan

"Ngak, kalau sudah banyak begini wajar aja dia berat tapi ngak ada juga terasa," katanya pada Tribun Kaltim, Rabu (17/4/2024).

Karena sudah biasa menggunakan anting pemberat Ia mengaku dalam kesehariannya memiliki telinga panjang bukan sebuah masalah lagi.

Meski, sesekali Yulita mengaku sering sakit akibat telinga panjangnya itu, misalnya ketika dia berlari.

Ellias Yesaya, bersama alat musik yang dimainkan di Rumah Kubu', rumah adat suku Dayak Lundayeh di Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara. (Tribunkaltara.com/Edy Nugroho)
Ellias Yesaya, bersama alat musik yang dimainkan di Rumah Kubu', rumah adat suku Dayak Lundayeh di Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara. (Tribunkaltara.com/Edy Nugroho) (Tribun Kaltara)

Maka dari itu, dia sering mengikat telinganya saat bermain dengan teman-temannya di sekolah.

"Dulu waktu masih sekolah kalau main kasti kadang kita ikat telinga supaya bisa lari, tapi kalau dia goyang itu sakit," ucapnya.

Bukan tanpa alasan, pasalnya anting pemberat yang digunakan suku Dayak terbuat dari tembaga.

Beberapa anting suku Dayak juga ada yang terbuat dari timah.

Namun, sekarang tradisi ini mulai dilupakan oleh masyarakat bahkan ada yang memotong telinganya karena tidak percaya diri dengan penampilannya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved