Opini

Bauran Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia Atasi Intrusi Ringgit di Perbatasan

Berat sama dipikul ringan sama di jinjing. Kemegahan sistem pembayaran dilengkapi dengan munculnya Qris Tuntas.

|
HO
Dr. Margiyono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan. 

Saat ini Sebatik terbagi menjadi 5 kecamatan. Lima kecamatan itu adalah, Sebatik, Sebatik Timur, Sebatik Tengah, Sebatik Utara dan Sebatik Barat.
Alasan utama intrusi ringgit di Sebatik, karena pilihan rasional masyarakatnya dalam menjual hasil produksinya dihargai lebih tinggi.

Oleh karena jarak Sebatik dengan Tawau hanya 15 menit perjalanan speedboat. Sementara lokasi penjualan di Wilayah Kabupaten Nunukan jaraknya lebih jauh. Industrinya juga belum berkembang. Sehingga potensi nilai tambah yang diperoleh lebih rendah.

Selanjutnya wilayah Krayan. Saat ini memang jauh lebih maju.Terbagi menjadi 5 kecamatan yaitu: Krayan, Krayan Barat, Krayan Timur, Krayan Tengah, dan Krayan Selatan.

Untuk bisa sampai ke wilayah itu hanya dengan pesawat. Dari Kota Nunukan bisa ditempuh ± 50 menit penerbangan. Krayan dan Sebatik keduanya termasuk wilayah adiministarsi Kabupaten Nunukan.

Aksesibilitas Krayan jauh lebih sulit dibanding Sebatik. Suplai beberapa kebutuhan pokok pabrikasi hanya dikirim lewat pesawat dari Kota Nunukan atau Tarakan. Hubungan fungsional dengan Malaysia lebih bagus.

Karena itu komoditas perkebunan, peternakan, dan sebagian besar pertanian lebih banyak dijual ke Malaysia. Dampak dari itu, kepemilikan ringgit oleh masyarakat adalah sebuah realitas yang tidak bisa dihindari.

Kemudian yang ketiga adalah Kecamatan Kayan Hulu. Profilnya mirip Krayan. Bedanya Kayan Ulu berada di wilayah administrasi Kabupaten Malinau.

Masyakat di kecamatan ini juga sangat tergantung pada pola transaksi dengan Malaysia. Hal ini diakibatkan oleh jarak dan pilihan transportasi. Untuk bisa cepat sampai dengan hanya pesawat. Saat ini secara reguler dilayani Susi Air.

Dalam keterisolasiannya, masyarakat mencari solusi untuk tetap survive. Hal yang paling mungkin adalah melakukan transaksi ekonomi lintas-batas. Karena itu dalam konteks yang lain penulis menyebut keberadaan ringgit adalah sebagai devisa untuk transaksi harian.

Kondisi itu menggambarkan realitas ekonomi. Sementara hal itu tidak bisa di dipisahkan realitas akar budaya yang sama. Bahkan sangat mungkin memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat.

Hubungan itu turut menentukan pola transaksi ekonomi. Dalam hal ini jual-beli hasil produksi. Betul bahwa ada beberapa produk dengan kapasitas tertentu dikirim ke wilayah perkotaan yang ada di Provinsi Kaltara.

Terutama ke kota Malinau, Nunukan dan Tarakan. Akan tetapi hal itu tidak mungkin mencapai skala ekonomi yang menguntungkan. Oleh karena jumlahnya sangat terbatas maka, beban biaya rata-rata transportasi sangat tinggi.

Tingginya biaya transportasi sangat terasa jika terjadi alasan emergency dari Kayan Hulu ke kota Malinau dibutuhkan biaya cater pesawat hingga Rp 21 juta. Karena itu beberapa hasil perkebunan sawit, peternakan kerbau, sapi dan lainnya hampir pasti dijual ke Malaysia.

Ekonomi Komunitas

Itulah alasan mengapa intrusi ringgit terus terjadi. Bahkan menjadi keniscayaan masyarakat di perbatasan Indonesia-malaysia. Kenyataan ketergantungan sosial ekonomi ini bisa disebut sebagai “ekonomi komunitas”.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved