Berita Tarakan Terkini
Pakar Hukum Yahya Sebut Putusan MK PSU di Dapil Tarakan Tengah Bersifat Final, Tunggu Juknis KPU
8 caleg terpilih Dapil 1 Kecamatan Tarakan Tengah datangi pakar hukum dan Dekan UBT Prof Yahay Ahmad Zein untuk dimi8ntai pendapat soal PSU.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Pakar hukum Universitas Borneo Tarakan (UBT) Prof Yahya Ahmad Zein ikut menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait instruksi PSU (Pemilihan Suara Ulang) di Dapil 1 Kecamatan Tarakan Tengah, termasuk nasib 8 caleg terpilih suara tertinggi
Prof Yahya Ahmad Zein menegaskan ketika MK mengeluarkan putusan maka itu sudah bersifat final dan mengikat. "Putusan MK itu pada prinsipnya sudah final and binding. Itu tidak bisa lagi diganggu gugat," ujar Prof Yahya, sapaan akrabnya.
Terkait instruksi MK dilakukan PSU di Dapil 1 Kecamatan Tarakan Tengah, Prof Yahya Ahmad Zein pun akhirnya diundang 8 caleg terpilih suara tertinggi untuk dimintai pendapat mengenai putusan ini. Ia menyampaikan bahwa putuan MK tidak bisa lagi diganggu gugat dan harus dilaksanakan. Ia menyarankan 8 caleg terpilih suara tertinggi tersebut menerima dan menghormati putusan MK adanya PSU.
Dalam pertemuan dengan 8 caleg terpilih itu dibahas pula juknis yang akan diturunkan KPU RI dalam rangka pelaksanaan PSU. PSU ini diharapkan bisa berjalan aman dan damai dan tentu saja diharapkan tetap memperhatikan 8 caleg yang terpiluh dimana rakyat sudah menitipkan suaranya kepada pemilik suara tertinggi.
Baca juga: 8 Caleg Pemilik Suara Tertinggi di Dapil Tarakan 1 Perjuangkan Hak, Harap PSU Adil Pasca Putusan MK
“Jadi biar bagaimanapun saya kira yang lalu, pemilu kita yang lalu sudah benar-benar berjalan baik. Dan ada beberapa dinamika, saya kira sudah panjang diskusi, dinamika berakhir dengan putusan MK. Dan rekan-rekan ini sudah mengatakan tidak mungkin menolak putusan MK dan yang pokok bagaimana juknis yang pasti dikeluarkan KPU pusat agar nanti menjadi pegangan semua dalam pelaksanaan PSU ini,” terang Prof Yahya Ahmad Zein.
Ia menyampaikan harapan 8 caleg terpilih dalam juknis nanti yang akan diturunkan bisa disebutkan walaupun misalnya PSU di Dapil 1, namun juknis tidak menyebutkan di seluruh TPS. Sehingga tidak ada dalam putusan MK menyebutkan di 194 TPS sesuai jumlah yang ada di Dapil 1.
“Jadi mudah-mudahan di juknis ada ruang-ruang yang memang dimana hak-hak publik yang sudah diberikan ke kawan-kawan masih bisa dipertahankan. Itu harapan. Intinya PSU sudah sesuatu yang tidak bisa tidak alias harus dilaksanakan putusan MK harus kita hormati. Selebihnya ada kekecewaan, saya kira ada hal biasa karena pasti dalam putusan ada yang kecewa ada yang menerima,” bebernya.
Ia menyinggung apakah memungkinkan ada upaya hukum lain untuk mengubah situasi yang terjadi, bukan persoalan putusan MK melainkan situasi saat ini? Ia menilai sudah tidak ada lagi upaya karena kembali lagi putusan MK final dan binding. Seketika itu juga berlaku. Sebenarnya lanjut Yahya, dalam pertemuan kemarin yang ingin diketahui para caleg pemilik suara tertinggi ini, kedudukan putusan MK.
“Putusan MK kan memerintahkan KPU pusat melakukan supervise ke provinsi dan kabupaten kota untuk bisa menghadirkan juknis sebagai pedoman dalam pelaksanaan PSU yang waktunya kita tahu bersama selama 45 hari itu,” tegasnya.
Baca juga: PSU di 6 TPS Kecamatan Sei Menggaris, KPU Nunukan Sebut Pelaksanaan Berjalan Aman dan Lancar
Persoalan apakah dilaksanakan di 194 TPS atau tidak, ini yang masih menunggu. Yang jelas putusan MK menyebutkan PSU di Dapil 1. “Tapi tidak disebutkan di 194 TPS saja atau di TPS yang bermasalah saja. Ini yang harus dijawab KPU. Kita pada posisi menunggu. Kawan-kawan prinsipnya menerima putusan MK harus dilaksanakan, tergantung juknisnya,” jelasnya.
Terkait putusan MK ini kembali ditanyakan media apakh putusan ini sebagai satu kesatuan sekaligus tindak lanjut putusan atas putusan koreksi Bawaslu RI atas Erick Hendrawan. Prof Yahya menjelaskan bahwa yang disayangkan, 8 orang ini kemarin tidak ikut sebagai pihak terkait. Sehingga dalam fakta persidangan itu tidak muncul bahwa ada juga orang yang sudah terpilih dengan suara tertentu.
“Tapi karena tidak ada di fakta persidangan, sehingga MK tidak bisa menjadikan itu sebagai pertimbangan. Jadi kesannya seolah-olah kasus ini, berakibat pada semua. Kalau saya sebenarnya tetap pada legal standing bahwa suara public yang sudah diberikan kepada calonnya, itu hak konstitusional yang harus dijaga,” tegasnya lagi.
Namun karena sudah ada putusan ini, akhirnya berdampak kepada semua. Sebagai satu putusan pengadilan harus tetap dihormati. Semua terkait sengketa di MK sudah selesai dengan keluarnya putusan ini.
“Putusan koreksi itu juga sudah dimunculkan di fakta persidangan, itu juga menjadi pertimbangan di fakta persidangan. Sehingga itu juga dijadikan dasar pertimbangan putusan MK menyatakan PSU,” jelasnya.
Lebih jauh ia juga membahas definisi Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), apakah bisa dikaitkan? Ia menjelaskan lagi bahwa menurutnya di fatka persidangan sudah terungkap dimana ada sengketa administrasi, ada PHPU. Pada intinya PHPU di MK kemarin menyentuh persoalan administrasi.

Pakar Hukum
UBT
Prof Yahya Ahmad Zein
Mahkamah Konstitusi (MK)
Dapil
Kecamatan Tarakan Tengah
caleg terpilih
final
KPU
Juknis
TribunKaltara.com
FKKRT Tarakan Ikut Deklarasi Damai, Komitmen Jaga Keharmonisan dan Kedamaian Masyarakat |
![]() |
---|
Jelang Aksi Demo, Siswa SD dan SMP di Tarakan Dipulangkan Lebih Awal, Masuk Siang Belajar dari Rumah |
![]() |
---|
Wali Kota Tarakan Ingatkan Pendemo Jangan Anarkis dan Rusak Fasilitas, Saat Sampaikan Aspirasi |
![]() |
---|
Ketua DPRD Tarakan Perbolehkan Demo Asalkan Tidak Anarkis, Muhammad Yunus: Siap Temui Massa Aksi |
![]() |
---|
Berlangsung hingga Desember, Tarakan Kaltara Kebagian Gerakan Pangan Murah Serentak Se-Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.