Kaltim Memilih

Kampanye Tolak Kotak Kosong Menggema di Samarinda Jelang Pilgub Kaltim 2024: Kegagalan Demokrasi

Sejumlah masyarakat mengatasnamakan Solidaritas Masyarakat Demokrasi atau SOMASI Kaltim kampanye menolak kotak kosong jelang Pilgub Kaltim 2024.

Editor: Sumarsono
HO/Somasi
Aksi damai dengan membentangkan spanduk bertuliskan: Tolak Kotak Kosong Pilgub Kaltim 2024 berlangsung di Simpang 4 Mall Lembuswana, Samarinda, Jumat (2/8/2024). 

TRIBUNKALTARA.COM, SAMARINDA - Sejumlah masyarakat mengatasnamakan Solidaritas Masyarakat Demokrasi Kalimantan Timur atau SOMASI Kaltim kampanye menolak kotak kosong jelang Pilgub Kaltim 2024.

Aksi damai dengan membentangkan spanduk bertuliskan: Tolak Kotak Kosong Pilgub Kaltim 2024 berlangsung di Simpang 4 Mall Lembuswana, Samarinda, Jumat (2/8/2024).

Kampanye menolak kotak kosong ini digemakan melihat kondisi politik jelang Pilkada Serentak 2024 di Kalimantan Timur.

“Selamatkan demokrasi tolak Kotak kosong,” ujar Koordinator Somasi Kaltim, Bayu.

Dijelaskan, aksi ini merupakan bentuk kegelisahan atas situasi perpolitikan terkini di Kaltim.

Menurut Bayu, situasi ini tidak baik untuk kondisi Kaltim ke depan, karena rentan dengan mahar politik uang untuk kongkalikong dengan oknum elit partai yang enggan bertanding secara demokratis.

Baca juga: PPP Ikut Dukung Rudy Mas’ud–Seno Aji di Pilgub Kaltim 2024, Harapan Isran Tinggal PDIP dan Demokrat

“Nasib masyarakat Kaltim akan terabaikan, kami berupaya hadir di tengah keresahan masyarakat atas kondisi politik Pilkada Kaltim terkini.

Dan menduga adanya upaya segelintir elite politik yang ingin calon kepala daerah di Kaltim melawan kotak kosong dengan cara memborong partai,” bebernya .

Masyarakat Bisa Pilih Kotak Kosong

Secara terpisah, Koordinator Klinik Pemilu Fakultas Hukum Unmul Samarinda, Warkhatun Najidah menilai fenomena kotak kosong di Pilkada merupakan bentuk kegagalan demokrasi.

Dukungan maksimal partai politik ( parpol ) kepada Rudy Masud pada Pilgub Kaltim 2024 memunculkan berbagai fenomena yang sebenarnya tanpa disadari menjadi gejala kemunduran demokrasi.

Strategi borong parpol dalam transaksi tertutup partai mengerucutkan bahwa kekuasaan terpolarisasi pada satu titik.

Hal ini membuat potensi kotak kosong Pilgub Kaltim 2024 terprediksi akan terjadi.

“Saya tidak heran jika hal ini terjadi karena gejala kotak kosong dalam Pilkada Kaltim tidak terlihat hanya pada saat ini.

Polarisasi kekuasaan pada satu titik sudah diupayakan jauh-jauh hari diantaranya dengan pemenangan titik Pilkada kabupaten/kota yang terafiliasi sama ( PPU dan Balikpapan ),” ungkap Najidah.

Baca juga: Koalisi Besar Dukung Rudy Mas’ud, Pilgub Kaltim Berpotensi Lawan Kotak Kosong: Demokrasi Tidak Sehat

Peristiwa kotak kosong menjadi tanda bahwa pemusatan oligarki di Kalimantan Timur berjalan sukses tanpa hambatan .

Pertanyaannya tidak adakah putra terbaik Kaltim atau kader terbaik parpol?

Menurut Najidah, ada problem tersendiri dalam tata cara parpol menentukan kandidat.

Sentralistis kebijakan yang ada pada DPP dalam menentukan kandidat membuat komunikasi kepada kader dan masyarakat  menjadi terpinggirkan.

Terkait dengan masyarakat, adanya satu pasang kandidat dan kotak kosong, masyarakat juga harus diedukasi bahwa pasangan satu orang bukan wajib dipilih.

Satu pasangan yang lolos bukan berarti wajib dipilih atau satu satunya yang harus dipilih.

“Masyarakat harus diedukasi dengan benar bahwa masyarakat masih bisa memilih kotak kosong.

Perlakuan setara harus diberlakukan antara calon tunggal dan kotak kosong,” tukasnya.

Dari segi pandangan hukum, jika kotak kosong yang berhasil memenangkan kontestasi, hal ini juga merugikan masyarakat Kaltim.

Tentu akan ada stagnasi kepemimpinan yang terjeda beberapa tahun untuk dapat diperoleh Gubernur definitif.

Baca juga: Hasil Survei Pilkada Kaltim 2024: Elektabilitas Isran Noor Ungguli Rudy Masud, hingga Andi Harun

Mengutip Pasal 54D ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih pada Pemilihan 1 (satu) pasangan calon sebagaimana dimaksud Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari suara sah.

Mahkamah Konstitusi juga mengeluarkan putusan Nomor 14/PUU-XVII/2019 dalam judicial review UU 10/2016.

Mengenai frasa 'pemilihan berikutnya' dalam pasal 54D ayat (2) dan (3) UU tersebut, putusan MK menyatakan, pasangan calon yang kalah dari kolom kosong boleh mencalonkan kembali.

Masih menurut putusan MK, pemilihan berikutnya diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.

Pilkada yang dilaksanakan sesuai jadwal, menurut MK, diserahkan ke KPU sebagai penyelenggara pilkada.

Baca juga: Partai Ramai-ramai Dukung Rudy Mas’ud Maju Pilkada Kaltim, Harapan Petahana Isran Noor Tinggal PDIP

“Pj Gubernur dengan kewenangan terbatas, tentu tidak akan bisa menjawab secara maksimal kebijakan daerah yang dibutuhkan masyarakat.

Esensi dari Pilkada adalah memilih pemimpin daerah yang mumpuni dalam menjalankan pelayanan publik ke depan.

Artinya bukan hanya dibutuhkan orang mumpuni tetapi juga sistem yang mumpuni. Nah bagaimana hal ini bisa terjawab dari ‘kotak kosong?’,” ungkap Najidah.

Masih Najidah memberi keterangan, parpol juga harus menyadari bahwa permasalahan Pilkada bukan hanya prediksi kalah menang.

Tetapi juga langkah yang diambil dalam proses politik akan berdampak besar bagi pembangunan dan pelayanan publik di masyarakat.

“Apapun bentuknya, kotak kosong akan merugikan masyarakat,” sebutnya.

(*)

Penulis: Mohammad Fairoussaniy

Baca berita Tribun Kaltara terkini di Google News

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved